Chereads / PACAR PSIKOPAT / Chapter 2 - PACAR PSIKOPAT (2)

Chapter 2 - PACAR PSIKOPAT (2)

Seminggu telah berlalu , kini Maira diperbolehkan untuk pulang tetapi ia bingung harus pulang kemana dia sebab ia juga gak ingat sama sekali tentang identitasnya.

Tentu saja hal itu juga membuat kedua detektif yang bertugas menangani kasusnya ikut bingung sementara untuk mencari identitasnya akan memakan waktu yang cukup lama sehingga mau tak mau kedua detektif itu memutuskan untuk menampung Maira sementara .

"Maira, kami sudah putuskan kalau kau akan tinggal sementara dirumah Detektif Lukman." beritahu Raisa seraya memegang bahu Maira, gadis itu tak banyak bereaksi dan hany mengangguk sopan saja.

"Ya, untuk sementara kau bisa tidur dikamar mendiang putriku." ucap Pak Lukman yang membuat Maira tak kuasa melihatnya, ia merasa sangat bersalah telah merenggut seorang anak dari keluarganya.

"Maaf ya kamu gak bisa tinggal dirumah saya, soalnya saya juga numpang tinggal dirumah kakak perempuan saya yang udah punya bayi."

"Gak apa-apa kok." jawab Maira.

"Yaudah kalau gitu ayo kita pergi dari sini!" ajak Pak Lukman yang disusul oleh Maira dan Raisa yang kebetulan saja tak memiliki barang bawaan sama sekali.

Singkat cerita akhirnya mereka tiba di rumah susun tersebut, Rumah yang berada dilantai 3 dengan suasana yang cukup nyaman untuk dihuni.

Tetapi bukannya mendapatkan sambutan hangat, Gadis itu malah di sirami oleh air segayung oleh Ibunya Nadia.

"Apa-apaan kau ini bu?" teriak Pak lukman kaget, ia langsung menarik istrinya keruang tamu dan memastikan jarak yang cukup jauh untuk keduanya.

"Ngapain dia kesini?" tanya Wanita Paruh baya itu.

"Mulai hari ini Maira akan menumpang sementara disini sampai aku dan Raisa menuntaskan kasus ini, jadi ga seharusnya kamu memperlakukan korban sekaligus saksi mata kita seperti tadi."

"Korban? Jelas-jelas dia yang udah buat putriku meninggal dan sekarang kau mau menampung pembunuh yang kau anggap korban ini?" jerit Ibu dengan melemparkan tatapan kebencian kepada Maira.

"Ikut aku Sekarang!" Pak lukman langsung menarik tangan Ibu kedalam kamar mereka, cukup lama mereka beradu argumen disana sampai akhirnya mereka keluar juga dari Ruangan tersebut setelah memperoleh keputusan yang tepat menyikapi kehadiran Maira dirumah mereka.

"Jangan sekali-kali pembunuh itu menginjakkan kaki ke kamar putriku, Kalau mau tinggal disini ia bisa tidur diruang tamu dan jangan anggap aku bakal memaafkannya." ketus Ibunya yang langsung kembali kekamar lagi seakan tak ingin menyambut kedatangan Maira.

Bersamaan pulak dengan kepulangan seorang remaja laki-laki yang sepertinya memiliki usia setahun lebih tua dari Maira dan mendiang Nadia, ia terlihat memakai seragam sekolah yang cukup rapi tetapi ekspresinya seakan tak memperdulikan kehadiran Raisa ataupun Maira didalam Rumah.

Ia hanya berjalan melewati mereka dan memasuki kamar saat itu juga, tak ada satupun sambutan hangat yang diberikan penghuni rumah tersebut seakan-akan sumber kehidupan dan kebahagiaan mereka telah sirna semenjak kepergian Nadia.

"Dia anak Sulungku, namanya Angga dan ia merupakan kakak laki-laki kesayangan Nadia." jelas Pak Lukman yang juga bingung mau bersikap seperti apa dihadapan Raisa dan Maira.

"Saya minta maaf ya, gak Masalah kan kamu tidur di sofa?" Maira hanya mengangguk saja , ia sama sekali tidak keberatan. Toh, ini juga kesalahannya jadi ia tak punya hak menuntut lebih dari keluarga yang baru saja kehilangan.

"Kalau gitu kamu bisa istirahat aja disini, soalnya saya dan Raisa akan menyelidiki tentang kasus ini." ujar Pak Lukman yang berusaha tetap ramah pada Maira walau maira bisa melihat jelas betapa hancurnya hati Pak lukman atas kepergian putrinya itu, tetapi ia mengerti kalau beliau mencoba bersikap tenang dan tidak ingin menyalakan siapapun atas kejadian yang menimpa Nadia .

"Saya akan jarang pulang, saya harap kamu bisa memaklumi sikap keluarga saya ya nak." sambungnya lagi.

"Anggap saja kamu bagian dari keluarga ini." ucapnya kembali lalu ia beranjak pergi dari sana.

"Hubungan keluarga mereka menjadi renggang semenjak kepergian Nadia, jadi maklumi saja ya." ucap Raisa sebelum akhirnya ia juga berpamitan pergi dari sana.

Kini hanya tinggal Maira dan kedua ibu - anak itu saja didalam rumah ini, ia langsung menutup pintu kembali dan terduduk di sofa tanpa memikirkan apapun.

Tak ada yang spesial saat ini yang bisa dilakukannya selain hanya menatap Layar Tv yang tidak menyala, setidaknya saat ini ia cukup aman dari cengkraman Ridho untuk saat ini .

Namun baru saja ingin bernapas lega, tiba-tiba saja suara bunyi telepon rumah mengganggu lamunannya dan membuat Maira yang saat ini berada disebelah Telepon terus Langsung mengangkatnya saat itu juga.

"Halo..." jawab Maira, ia cukup yakin kalau mungkin saja itu adalah panggilan dari seseorang yang cukup dekat dengan keluarga ini makanya bisa menghubungi dari telepon rumah.

"Ini aku..." Jawab seseorang yang suaranya sangat dikenali oleh Maira.

"Ridho? Bukan Ridho?" tanya Maira yang dibalas gelak tawa oleh seseorang yang sebenarnya bernama Ridho tersebut, hanya saja sampai saat ini tak ada yang mengerti akan maksud dari perkataan maira tersebut.

"Aku akan menjemputmu kembali, setelah aku selesai menghitung jumlah kamar yang ada dirumah susun bewarna kuning itu." bisik Ridho dari seberang telepon yang membuat Maira merasa ketakutan dan langsung mematikan panggilan tersebut.

Ia langsung loncat dari sofa dan berjalan mundur sampai mengenai kursi makan , matanya tak bisa berhenti menatap telepon tersebut .

"Siapa yang nelepon tadi?" tanya Angga yang langsung berbicara tajam begitu membuka pintu kamarnya.

"Bukan Ridho." jawab Maira yang langsung mendongak kearah Angga.

"Dasar gila!" pekik Angga yang merasa agak aneh mendengarkan jawaban Maira.

"Angga! Jangan ajak bicara pembunuh itu!!!" teriak Ibu dari dalam kamarnya yang membuat Angga langsung menurut saja dan kembali masuk ke kamarnya.

Sedangkan Maira masih terpaku diposisinya , ia tak berani mendekati telepon tersebut atau sekedar duduk disofa .