"Bagus sekali," katanya sambil menganggukkan kepala.
"Apanya yang bagus?" tanya Han Cong Yang sedikit kebingungan.
"Aku suka dengan prinsip Perguruan Makam Kuno,"
"Kenapa demikian?"
"Karena aku juga mempunyai prinsip yang sama," tegas Li Yong. Setelah berhenti, dia kembali melanjutkan perkataannya, "Suatu saat nanti, aku ingin pergi ke sana,"
"Datanglah ke Hutan Barat, di sana kau akan menemukan Perguruan Makam Kuno," jawab Han Cong Yang.
"Baik. Aku mengerti,"
Selesai berkata demikian, tiba-tiba pemuda itu bangkit dari posisi duduknya. Tanpa bicara apa-apa, dia segera membalikkan tubuh dan berniat pergi dari sana.
"Kau mau pergi ke mana?"
"Ke mana pun aku pergi, hal itu tidak ada hubungannya denganmu,"
"Baiklah. Sampai berjumpa kembali," ucap Han Cong Yang sambil menganggukkan kepalanya.
Li Yong tidak menjawab. Dia segera melangkahkan kakinya keluar warung arak. Sekarang, tujuan pemuda itu hanya satu, yaitu dia ingin mencari tempat untuk beristirahat.
Pertarungannya melawan Enam Ahli Senjata tadi telah membuang tenaganya cukup banyak. Sehingga dirinya merasa sedikit lelah.
Sementara Li Yong telah pergi cukup jauh, di dalam warung arak tadi, Han Cong Yang masih terlihat duduk di sana. Matanya tidak berpaling dari arah yang telah dilalui oleh Li Yong. Pemuda itu terus menatap ke arah hilangnya sang penolong.
Entah apa yang sedang dia pikirkan. Kecuali dia sendiri, tiada seorang pun lagi yang mampu mengetahuinya.
###
Tanpa terasa hari telah berganti kembali. Sekarang masih pagi hari. Mentari baru saja memunculkan dirinya, menyapa ke bumi dengan sinar keemasan yang memberikan semangat bagi semua manusia yang hidup di alam mayapada.
Burung-burung masih berkicau nyaring di dahan-dahan pohon. Kabut yang suci setetes demi setetes jatuh ke tanah.
Li Yong baru saja bangun dari tidurnya. Semalam, dia tidur di sebuah kuil terbengkalai yang terdapat di pinggir hutan. Walaupun kuil itu hampir bobrok, tapi setidaknya masih bisa melindungi dirinya dari terpaan angin malam yang dingin.
Li Yong bangkit berdiri. Dia berniat mencari sungai untuk membersihkan tubuhnya dari debu-debu yang kotor. Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya pemuda itu menemukan sungai yang dimaksudkan.
Dia segera menanggalkan bajunya, lalu segera menceburkan diri ke dalam sungai.
Byurr!!!
Air sungai memercik ke segela arah. Pemuda itu kemudian menenggelamkan tubuhnya. Lewat beberapa kejap berikutnya, dia telah naik kembali ke permukaan.
Sekarang tubuhnya terasa jauh lebih segar. Li Yong telah siap menjalankan hari-harinya kembali.
Kejadian hilangnya kuburan Kakek Li Beng beberapa hari lalu masih belum mendapatkan jawaban. Oleh sebab itulah saat ini dirinya memutuskan untuk mencari jawaban itu.
Li Yong mulai berjalan. Langkahnya masih tetap tenang namun pasti.
Pertama-tama, dia harus mencari sebuah kedai untuk mengisi perutnya lebih dulu. Di sisi lain, dia pun ingin mencari informasi tentang kediaman Hartawan To.
Lewat setengah jam kemudian, setelah dia memasuki pemukiman kembali, akhirnya dirinya menemukan juga kedai yang sudah buka. Li Yong segara masuk ke dalam, kebetulan suasana di sana masih sepi. Sehingga begitu memesan makanan, tidak berapa lama kemudian, pesanan itu sudah datang.
Dia langsung menyantapnya dengan lahap. Begitu selesai makan, Li Yong segera membayar. Tidak lupa juga dia bertanya kepada pemilik warung tentang di manakah kediaman Hartawan To.
"Tuan hanya perlu berjalan sejauh setengah li dari sini. Di ujung jalan nanti, ada sebuah rumah yang paling besar. Itulah kediaman Hartawan To," katanya memberitahu.
"Baiklah, Paman. Terimakasih,"
"Sama-sama, Tuan Muda,"
Li Yong lalu membalikkan tubuh. Tempat kediaman Hartawan To sudah diketahui, sekarang, dia akan menuju ke sana.
Wush!!!
Pemuda itu langsung menggunakan ilmu meringankan tubuhnya ketika dia berada di tempat yang sepi. Tujuan dia melakukan hal itu hanya satu, yaitu agar perjalanannya menjadi singkat dan lebih cepat.
###
Tengah hari. Tengah hari telah tiba. Matahari menyorotkan panasnya ke muka bumi. Sekarang, matahari itu tepat berada di atas kepala. Semilir angin musim kemarau berhembus, mengibarkan dedaunan dan mengurangi rasa panas yang diberikan olehnya.
Li Yong sedang berjalan dengan perlahan. Di depannya, dalam jarak sekitar sepuluh tombak, ada sebuah rumah yang berukuran besar dan mewah. Tanpa perlu bertanya lagi, dia sudah tahu bahwa bangunan itu adalah rumah milik Hartawan To.
Dia terus berjalan. Kepalanya terus tertunduk. Seolah-olah dirinya takut orang lain akan melihat wajahnya. Seakan-akan dia sengaja melakukannya agar tidak ada orang yang memandang bola mata kelabunya.
Lewat beberapa saat kemudian, akhirnya Li Yong telah tiba di tempat tujuannya. Dia sempat berhenti sebentar dan memandangi bangunan yang megah itu. Selain karena ingin memastikan, alasan dia melakukan hal itu adalah untuk mengumpulkan kembali tenaganya yang telah terbuang.
Setelah merasa tenaganya kembali pulih, Li Yong kembali berjalan ke depan. Dua orang penjaga pintu gerbang tiba-tiba menyuruh dirinya berhenti.
"Siapa kau?" tanya salah satu dari mereka.
Li Yong mengangkat kepalanya. Sebelum menjawab, dia sempat memperhatikan dua penjaga itu. Ternyata mereka mirip seperti penjaga yang terdapat di Istana Kerajaan. Selain mengenakan pakaian khusus, keduanya juga tampak memegang sebatang tombak dan sebuah tameng yang terbuat dari baja murni.
Dalam hatinya, pemuda itu merasa kagem kepada Hartawan To. Sebab dari sini saja, dia bisa menilai seberapa kaya orang itu.
"Namaku Li Yong," jawabnya dingin.
"Apa tujuanmu datang kemari?"
"Aku ingin bertemu dengan Hartawan To,"
Kedua penjaga saling pandang. Mereka juga memandangi Li Yong dari atas sampai bawah, bahkan kembali lagi ke semual. Dari bawah ke atas.
"Apakah kau mempunyai kartu undangan khusus?" tanyanya lebih lanjut.
"Tidak," jawab Li Yong sambil menggelengkan kepala.
"Hemm, kalau kau tidak punya kartu undangan khusus, lebih baik segera pergi dari sini. Majikan kami bukan orang sembarangan yang bisa ditemui oleh siapa pun dan kapan pun. Hanya orang-orang khusus saja yang bisa bertemu dengannya," ujar penjaga itu sambil sedikit membentak.
"Tapi aku ingin bertemu dengannya," jawab Li Yong teguh kepada pendiriannya.
"Apakah kau tuli?" tanya penjaga yang satu lagi. Sepertinya dia sangat mudah marah. Buktinya saja, barusan dia bertanya dengan nada tinggi.
"Tidak," jawab Li Yong masih berusaha menahan sabar.
"Kalau tidak tuli, kenapa belum juga pergi dari sini?"
"Bukankah sudah aku katakan, bahwa aku ingin bertemu dengan Hartawan To?"
"Dan bukankah aku juga sudah mengatakan, bahwa tidak setiap orang bisa bertemu dengannya?"
Situasi mulai memanas. Kedua belah pihak tidak ada yang mau kalah. Masing-masing dari mereka tetap berpegang teguh kepada pendiriannya.
Tiba-tiba, tanpa memberikan aba-aba sebelumnya, mendadak penjaga yang satu lagi mengirimkan serangan dengan menggunakan tombaknya. Tombak itu dia ayunkan dan tepat mengarah ke wajah.
Wutt!!!
Angin tajam berhembus ke arah pemuda bernama Li Yong. Serangan penjaga itu terlihat sederhana. Namun sebenarnya, serangan tersebut sudah cukup untuk memberikan luka yang serius.
Melihat serangan tersebut, Li Yong tidak merasa takut. Dia malah mengangkat satu tangannya dan langsung menangkap tombak yang melaju lumayan cepat tersebut.
Crapp!!!