"Aku akan menikahinya!"
Seketika semua orang tercengang. Apalagi Mili yang tangannya masih digenggam erat oleh Kai.
"Jika ayah mengklaimku tidak akan bisa hidup biasa diluar sana, ayah salah. Berkat Mili aku tahu apa arti kehidupan. Apa arti berjuang dan bertahan hidup. Jika ayah mengira aku kesini untuk meminta uang, ayah salah. Aku hanya mengambil beberapa pakaianku saja. Dan aku akan buktikan kepada ayah. Aku bisa hidup bahagia diluar sana"
Kai menatap Mili dan mengajaknya pergi. "Ayo kita pergi dari sini Mili"
Kai pun pergi dengan menggendong tas ransel berisi pakaiannya. Ia benar-benar pergi tanpa membawa apapun. Bahkan kartu kredit yang ibunya tawarkan, Kai tidak menerimanya.
Mili masih bingung dengan apa yang baru saja di katakan Kai. "Apa benar yang baru saja ia katakan? Dia akan menikahiku? Ah tidak aku yakin, ia hanya ingin membuat alasan kepada ayahnya" pikir Mili yang kemudian menyalakan motornya dan kembali membonceng Kai.
…
Nino cemberut, menatap Masha yang memakan makanannya dengan lahap. Seperti biasa, setelah pulang bekerja mereka akan pergi untuk makan bersama. Selayaknya pasangan kekasih pada umumnya. Namun kali ini Nino merasa kesal. Ia merasa tidak nyaman.
"Kenapa murung? Ayo cepat makan! Sebenarnya apa yang kamu pikirkan?" tanya Marsha sambil memegangi pipi Nino.
"Apa kamu sudah bertemu Kai dan putus dengannya?"
"Tidak. Aku belum bertemu Kai. Kamu tahu sendiri kan? Semenjak dia pergi, tidak ada lagi kabar darinya"
"Aku takut Marsha!"
"Apa yang kamu takutkan? Bukankah kita sudah jadian?"
"Aku takut jika tiba-tiba Kai datang, kamu akan kembali padanya!"
"Itu tidak akan mungkin" jawab Marsha yakin.
"Plak…plak…plak…"
Tiba-tiba saja Kai bertepuk tangan seraya memberi mereka selamat.
Seketika mereka berdua tercengang saat melihat Kai datang.
"Kai?" ujar mereka bersamaan.
"Ternyata seperti ini kelakuan kalian di belakangku? Marsha yang bahkan sekarang masih berstatus kekasihku, dan kau Nino, sepupuku sendiri. Kalian tega mengkhianatiku!"
"Kau salah Kai. Marsha sudah tidak mencintaimu lagi, dan dia lebih memilihku" ungkap Nino membela diri.
Kai melirik ke arah Marsha. Tersimpan beribu pertanyaan di benaknya. Namun Kai hanya memberikan satu pertanyaan.
"Apa benar yang dikatakan Nino?" tanya Kai serius.
Marsha menghela nafasnya. Sebenarnya ia sangat mencintai Kai, akan tetapi ia akan berpikir berulang kali jika kenyataannya Kai sekarang tidak memiliki apa-apa.
Marsha berusaha untuk menganggukkan kepalanya. "Benar. Kami sudah jadian"
Seketika Kai pun merasa lemas. Ia berharap dalam situasi seperti ini, Kai akan bergantung kepada Marsha, karena selama ini tidak sedikit uang yang ia keluarkan untuk Marsha. Akan tetapi pada kenyataannya, Marsha malah meninggalkannya.
Mili yang melihat peristiwa itu menjadi semakin terbaru. Ia paham bagaimana perasaan Kai saat ini. Penghinaan dari ayahnya pasti membuatnya begitu terluka. Dan sekarang kekasihnya meninggalkannya saat Kai sedang terpuruk. Tak ingin Kai berlarut dalam kesedihannya, Mili pun mendatangi Kai dan mengajaknya untuk pergi.
"Pak Kai, ayo kita pergi. Masih banyak orderan yang harus aku antarkan!"
Mili menarik tangan Kai, dan menggenggamnya erat. Sama seperti saat Kai menggenggam tangannya dan mencoba menenangkan hatinya. Kini Mili lah yang tiba-tiba ingin menenangkan hati Kai.
"Maafkan aku pak. Seharusnya kita tidak berhenti disini!"
"Tidak apa-apa. Bukankah kau memang mendapatkan pesanan dari restoran ini? Aku yang salah. Bagaimana aku bisa menjaga diriku sendiri, bahkan menjaga kekasihku saja aku tidak becus"
"Sudahlah pak. Lupakan dia, untuk apa memiliki gadis sepertinya? Kau berhak mendapatkan yang lebih baik dari dia"
"Tentu saja. Gadis itu adalah kau!"
Mili tercengang. Matanya melotot menatap Kai. Lagi-lagi ucapan Kai membuatnya melambung tinggi.
"Sudahlah pak, jangan merayuku. Rayuanmu tidak akan mempan!"
Namun tiba-tiba saja Kai meraih tangan Mili. Dan meletakkannya di dadanya. Mili merasakan detak jantung Kai yang berdegup kencang.
"Kau merasakannya bukan? Jantungku selalu begini jika dekat denganmu!"
Mili segera menarik tangannya dari genggaman Kai. Ia mulai salah tingkah. Bahkan ia juga mengalami apa yang dialami Kai. Jantungnya pun berdetak kencang. Apa tandanya mereka mulai saling mencintai?
…
Keesokan harinya Mili menjalani aktivitas seperti biasanya. Ia berganti pakaian dan berangkat bekerja. Akan tetapi hal yang menyebalkan terjadi. Ban motornya bocor.
"Ahhh…kenapa kau harus bocor dalam situasi seperti ini?" Mili melirik jam di tangannya dan mendapati waktu sudah sangat siang.
"Ahh…aku bisa terlambat" gerutu Mili kesal.
"Ada apa?" tanya Ken yang keluar saat mendengar suara Mili begitu keras.
"Ban motorku bocor. Aku akan berangkat naik angkot saja. Pak Kai, kau bisa kan membantuku membawa motor ini ke tukang tambal ban?"
"Hah, baru kali ini ada yang berani menyuruhku melakukan hal ini, tapi jika Mili yang meminta, kenapa aku tidak ingin menolaknya?" Pikir Kai.
"Pak Kai, kenapa kau diam? Apa bapak keberatan?"
"Tidak. Aku akan melakukannya. Kau pergilah"
Mili pun tersenyum lebar. Ia begitu lega saat Kai mau membantunya memperbaiki motornya. Ia segera berlari ke jalan raya untuk menunggu angkot.
"Hah sepertinya pak Heru akan mengomeliku lagi karena terlambat" gerutu Mili.
Mili semakin bingung saat melihat angkot yang melewatinya sudah terisi penuh. Ia tidak mungkin mau naik taksi. Bayangkan saja berapa tarif taksi? Uang itu bisa untuk membeli kebutuhan pokok berhari-hari. Mili mulai gelisah, beberapa kali ia melihat jam di tangannya.
"Tuhan…bagaimana ini?" gumam Mili sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Tiba-tiba sebuah mobil mewah tampak menepi menghampirinya. Mili merasa penasaran. Kaca mobil itu pun terbuka, tampak seseorang yang tidak asing bagi Mili berada di dalamnya.
"Pak Nino?"
"Ayo masuklah!" pinta Nino.
"Apa tidak apa-apa?" tanya Mili.
"Tidak ada waktu lagi. Kau bisa terlambat"
Tak ada pilihan lain, Mili terpaksa masuk ke dalam mobil Nino. Mereka pun berangkat bekerja bersama.
Sesampainya di Mall, seperti biasa sebelum Mall di buka, mereka semua bersiap di depan-depan counter untuk memberi salam dan hormat kepada Nino selaku wakil direktur. Semenjak Kai pergi, entah kenapa kakek Kai belum menyerahkan kedudukan direktur kepada siapapun, ia masih belum percaya kepada orang lain selain Kai. Untuk itu, kedudukan direktur dibiarkan kosong.
"Hah, akhirnya aku merasa lega. Biasanya aku hanya berjalan di belakang Kai dan dianggap sebagai anteknya. Kali ini akulah yang berjalan di depan dan semua orang menundukkan kepalanya untukku. Meskipun semua belum beralih kepadaku, paling tidak aku sudah berhasil menyingkirkan Kai dari sini" gumam Nino dalam hatinya menyeringai senyumnya.
Ketika Nino memasuki Mall, semua karyawan terkejut saat melihat Mili berjalan di membuntuti Nino. Seketika mereka semua berasumsi bahwa keduanya memiliki hubungan khusus. Dan rumor itu pun cepat tersebar begitu saja.