Wijin langsung melepaskan pelukan dari wanita itu begitu Ayana melihatnya.
"Maafkan aku karena datang terlambat. Aku turut berduka atas kematian Kakek Dony," ucapnya.
Wijin menganggukan kepalanya.
"Intanfa," panggil Vira langsung memeluk wanita itu dengan begitu erat dan wanita itu pun mengusap punggung mertuanya dengan lembut.
Rasanya Ayana iri melihat wanita itu dia begitu disayangi oleh ibu mertuanya tapi, ia malah tak diharapkannya.
Sesaat air mata Ayana menetes akan tetapi, ia hapus lagi dan mencoba berbalik badan tak ingin ibu mertuanya marah padanya.
Vira mengatakan banyak hal pada Intanfa keduanya bagai teman dekat. Ayana hanya bisa sabar saja berharap ibu mertuanya akan menganggapnya.
Acara perjamuan itu pun selesai pada malam harinya. Ayana benar-benar lelah sekali seharian ia di dapur bahkan membantu Maid yang lain melayani tamu undangan yang terus saja berdatangan.
Ayana sudah selesai membersihkan semuanya dan ia ingin beristirahat sekarang. Saat sedang berjalan ke kamarnya langkahnya terhenti begitu melihat pintu kamarnya terbuka.
Wanita itu pun berjalan cepat dan terkejut dengan apa yang ia lihat di kamarnya.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Ayana dengan suara keras saat memergoki suaminya dan wanita itu sedang bermesraan di kamarnya.
Wanita itu beranjak dari pangkuan Wijin.
"Seharusnya aku yang bertanya siapa kamu?" balik tanyanya.
"Aku istri ayahnya kamu siapa?"
"Istri? Wijin kamu sudah menikah?" wanita itu menatap Wijin yang terlihat bingung.
"Iya, aku sudah menikah," akui Wijin.
"Apa?" tanyanya terkejut.
"Yah, Wijin memang sudah menikah tapi, menikah karena Kakek. Sekarang Kakek Dony sudah tidak ada jadi Wijin akan menceraikannya," ungkap Vira tiba-tiba sudah ada dibelakang Ayana.
Ayana menoleh terkejut dengan ucapan ibu mertuanya.
"Aku salah apa? Kenapa suamiku harus menceraikanku?" tanya Ayana berkaca-kaca.
"Karena sampai kapanpun aku tak akan pernah menerimamu sebagai menantuku wanita kampung," timpalnya ketus.
"Tapi, Kakek memintaku untuk selalu menjadi istri Wijin sampai kapanpun?"
"Itu berlaku saat ada Kakek. Sekarang Kakek sudah tidak ada jadi peraturan itu tidak berlaku lagi."
Ayana sudah berkaca-kaca sedangkan wanita itu tersenyum jahat dan memegang pundak suaminya.
"Aku sudah lelah kamu jangan membuat keributan lagi. Lebih baik kamu saja yang pindah kamar!" seru Vira sinis.
"Ini kamarku Bu," ungkap Ayana mempertahankan miliknya.
"Ya, sudah kamu pakai kamar tamu saja," ucap Vira menujuk pada wanita itu.
Wanita bernama Intanfa itu pun cemberut dan pergi dari kamar Wijin akan tetapi, sebelum ia pergi wanita itu sempat menggodanya.
Wijin tak menanggapi Intanfa karena Ayana terus saja melihat ke arahnya. Setelah wanita itu pergi Ayana pun langsung tidur di tempat tidurnya tanpa menoleh ke arah suaminya.
Wijin terlihat serba salah dan bingung harus bagaimana? Ia pun berinisiatif untuk duduk di samping istrinya.
"Kamu marah?" tanyanya.
Ayana terdiam tak menjawab apa-apa. Bagaimana tidak marah bila melihat suaminya sendiri bermesraan dengan wanita lain. Walau bagaimanapun ia masih normal dan mempunyai hati.
"Aku minta maaf karena tadi. Terkadang aku lupa kalau aku sudah mempunyai istri," Belanya.
Dalam hati Ayana menggerutu. "Apa lupa? Bagaimana mungkin lupa? Toh aku melihat kamu menikmatinya Kak."
Rasanya Ayana ingin menangis sejadi-jadinya tapi, ia harus sabar dan kuat demi janjinya pada kakek. Tapi, sekuat apa pun ia tetap menangis juga merasakan sakit hati yang teramat sangat.
Seperti tanpa dosa Wijin memeluknya dari belakang. Laki-laki itu pun mulai menciumi pundaknya sampai mau tidak mau Ayana pun harus melakukan kewajibannya untuk melayani suaminya pada malam itu.
Setelah bertempur semalaman baik Ayana dan Wijin benar-benar terlelap karena lelah sampai pagi menjelang suara ketukan pintu pun membangunkan keduanya.
Ayana dan Wijin pun terbangun seketika keduanya bersama-sama meloncat dari tempat tidurnya dan berjalan cepat untuk masuk kamar mandi segera karena keduanya benar-benar polos setelah pertempuran malam kemarin.
Wijin menyelesaikan mandinya terlebih dahulu dan bergegas keluar sedangkan Ayana masih di kamar mandi.
"Kamu selalu membuatku luluh dengan caramu. Jika kamu berbuat salah bagaimana aku bisa marah jika kamu seperti ini," gumannya sendiri.
Saat sedang berdua saja suaminya selalu bersikap romantis tapi, berbeda begitu dihadapan ibunya sikapnya berubah 360 derajat.
Ayana pun segera menyelesaikan mandinya karena ia mendengar suara wanita itu di dalam kamarnya.
Begitu ia keluar wanita itu terlihat sedang menggoda suamimya. Ayana pun berdehem membuat Wijin pun menoleh ke belakang.
"Ya sudah aku tunggu di bawah, aku sudah memasak makanan kesukaanmu," ucap wanita itu berlalu meninggalkan Wijin dan Ayana.
Lagi-lagi wanita itu memegang pundak suaminya masih berusaha menggoda suaminya. Wijin pun duduk di tempat tidur sedangkan Ayana yang masih memakai kimono handuk pun segera masuk ke ruang ganti.
Begitu Ayana keluar dari ruang ganti suaminya Wijin masih duduk di tempat tidur.
"Kak, kamu masih di sini?" tanya Ayana terkejut.
Wijin pun tersenyum. "Aku menunggumu," jawabnya.
Keduanya pun keluar dari kamarnya secara bersamaan dan menuruni anak tangga secara perlahan dari ruang makan terlihat wanita itu dan ibu mertuanya memperhatikan keduanya dengan tatapan tak suka.
Wijin pun menarik kursi untuk mempersilahkan istrinya duduk dan laki-laki itu duduk di sebelahnya.
"Untuk sementara Intanfa akan tinggal di sini!" seru Vira tiba-tiba.
Ayana hanya diam tak mengatakan apa-apa. Ia sendiri tak bisa melarang ibu mertuanya untuk tak mengizinkan wanita itu tinggal di sini.
"Sepertinya kita harus kenalan agar kamu tak salah paham padaku," ungkap wanita itu sambil tersenyum.
Ayana pun membalas senyumannya.
"Aku Intanfa mantan kekasih Wijin. Jujur aku baru tau kalau Wijin sudah menikah jika aku tau dari awal aku tak akan ke sini," ucapnya lagi.
"Setelah tau Kakak mau apa? Mau merusak rumah tangga kami?" tanya Ayana kasar.
"He, wanita kampung kamu tak bisa bersikap tidak sopan pada tamuku. Minta maaf padanya," bentak Vira tersulut emosi.
Ayana hanya tersenyum. "Kenapa aku harus minta maaf aku tak salah!" serunya santai sembari menyantap makanannya.
Vira terlihat emosi sekali hampir saja melempar Ayana dengan gelas akan tetapi, Wijin pun angkat bicara sebelum Ibunya melakukan sesuatu.
"Sudah-sudah aku ingin sarapan dengan tenang!" seru Wijin memakan sarapannya.
Intanfa terlihat tak senang dengan ucapan Wijin yang seakan-akan membela istrinya. Vira masih saja kesal akan tetapi, wajahnya seketika berubah saat Intanfa membisikan sesuatu ke telinga Vira yang membuatku sumeringah.
Ayana masih memperhatikan mereka berdua. Entah apa yang mereka rencanakan untuknya karena ia yakin dua wanita ini akan berbuat sesuatu padanya. Tapi, ia mencoba untuk berpikir positif untuk tetap tenang walau sebenarnya ia penasaran.
Bersambung