Mempersingkat waktu, satu tahun berlalu sejak kedatanganku disini. Sejak kala itu, bayi burung itu juga sudah tumbuh dewasa. Dia sudah punya bulu putih bersih seperti salju. Dan sudah bisa terbang secara mandiri.
Tentu saja, akulah yang terus merawatnya dari bayi. Dengan penuh perhatian dan kasih sayang, membuat aku merasa seperti orang tua baginya dan dia juga merasakan hal yang sama. Untuk spesiesnya aku duga dia adalah snow owl. Parasnya sudah membuktikan bahwa dia berasal dari keluarga burung hantu, ditambah bulu putih dan lebatnya membuat aku menyebutnya snow owl.
Setelah bisa terbang, dia selalu mengikutiku kemana pun aku pergi keluar. Seringkali dia hinggap di atas bahuku ketika aku pergi ke luar ruangan. Aku tidak keberatan, malahan aku merasa senang karena aku punya teman sejak pertama kali datang kesini.
Walaupun ia adalah burung. Tapi entah mengapa aku merasa lebih senang dengan teman non manusia daripada manusia itu sendiri. Aku belum pernah berteman dengan manusia jadi aku bisa dibilang tidak tahu rasanya. Tapi burung ini selalu setia mengikuti aku dan mendampingi aku. Dari bangun tidur hingga sebelum bangun lagi. Aku merasa nyaman dengannya. Terasa dekat seperti keluarga.
Ngomong-ngomong dia sudah kuberikan nama. Pada waktu itu, sejak pertama kali dia bisa terbang dan mengikuti aku. Aku memutuskan nama panggilannya.
"Hei, bagaimana kalau kamu kuberikan nama panggilan."
"Kuu~k".
Aku tidak tahu dia memahami atau tidak, tetapi dia selalu merespon seperti itu ketika aku berbicara.
"Sebentar, bagaimana kalau Shera?"
"Kuu~k".
"Bagaimana kau suka? Oke, mulai sekarang namamu adalah Shera, senang berkenalan denganmu".
"Kuu~k".
Begitulah ceritanya. Sejak saat itu ketika aku memberikan makan dan menunjukkan berbagai hal. Aku memulai dengan memanggil namanya, sehingga sampai sekarang dia sudah terbiasa ketika dipanggil dengan kata 'Shera'.
Seperti melatih burung, Shera mulai memahami arti setiap kata-kataku. Misal aku akan menunjukkan makanan dengan jari lalu ke arah mulut untuk memakannya. Diawali dengan panggilan Shera, aku menyuruhnya untuk memakannya. Kemudian ketika akan mengambil sesuatu dari ketinggian atau kejauhan, aku menunjukkannya dengan jari lalu ke arah cakarnya dengan maksud agar dia mengambilnya dengan cakarnya.
Awalnya dia tidak paham sama sekali. Tetapi semakin lama berlalu waktu yang aku habiskan dengannya. Dia semakin terbiasa. Walaupun itu adalah hal-hal sederhana, dia akan merespon dengan 'kuu~k' seperti biasa.
Aku merasa senang. Sepertinya semakin lama kami bersama, aku merasa bahwa kami saling memahami satu sama lain. Aku senang merasakan kehangatan lagi seperti keluarga.
......
...
...
"Yah, indahnya. Sekarang akan mulai musim panas lagi ya. Aku akan menghentikan salju kalau begitu."
"Kuu~k".
Saat ini kami berada di bagian tertinggi pulau ini. Tahun ini akan segera memasuki musim panasnya. Akhir-akhir ini memang matahari lebih sering muncul. Sehingga pulau jadi lebih terang dari biasanya.
Aku tidak mengeluh, karena walaupun musim panas, disini tetap dingin. Masih kompatibel dalam suhu nyamanku. Matahari tampak terlihat dengan sudut tertentu ke selatan. Sepertinya memang ini dekat atau sudah di area kutub Utara. Karena selama musim dingin, matahari cuma tampak dalam waktu singkat saja. Dan selama musim panas. Malam lah yang akan terasa sangat singkat.
Dan karena aku tidak ingin menimbulkan kecurigaan terhadap negara terdekat. Aku selalu mengikuti cuaca. Sejak aku bisa mengendalikan aura dingin. Aku mengeluarkannya sesuai kondisi musim pulau. Saat musim dingin aku akan mengeluarkan sepenuhnya aura dingin sehingga terlihat seperti salju abadi. Dan ketika secara alami matahari muncul atau saat musim panas datang aku akan mengikuti suhu lingkungan saja. Menyesuaikan dengannya, tetapi tetap di bawah 10⁰ Celcius. Shera juga tidak keberatan. Dia sebagai Snow Owl tampaknya tidak terpengaruh oleh aura dingin aku, berapapun rendahnya. Tetapi ketika suhu sangat rendah sekitar di bawah -20⁰ Celcius dia akan selalu di kamar. Tidak mau mengikuti aku lagi, pergi ke luar kastil es. Tampaknya itulah suhu standar baginya.
Tidak, sebenarnya dia sangat memaksakan diri untuk selalu berada di dekatku.
....
Kembali ke saat ini. Musim panas sudah mulai. Matahari sudah terbit beberapa hari sebelumnya. Saat ini matahari sudah berada di jalur pandangan kami.
Dari atap kastil yang berada di tanah paling tinggi, kami duduk bersantai menikmati pemandangan pulau dan sekitarnya. Terlihat matahari sudah meninggi di selatan sekitar dua meter dari permukaan laut. Kami perhatikan bahwa es juga mulai mencair sedikit demi sedikit. Shera tampaknya nyaman dengan cahaya matahari ini. Dia terlihat nyaman sambil sesekali memejamkan matanya. Aku juga tidak merasakan kepanasan. Padahal biasanya ketika aku masih di kota. Aku selalu kepanasan ketika sedikit saja matahari menimpa kulitku. Tetapi tampaknya kali ini tidak.
Sejak matahari muncul dan menerpa aku di pulau ini. Aku tetap merasa baik-baik saja. Tidak kepanasan. Hanya saja silau cahayanya sangat menggangu mata pada awalnya. Membuatku harus menyipitkan mataku beberapa kali. Setelah terbiasa, pemandangan laut yang dihiasi matahari pagi atau mungkin siang, di selatan membuat laut berkilau orange indah. Sudah tidak ada es lagi di permukaan. Sekarang ombak air sudah bisa mencapai pantai. Tapi tetap saja, aku yakin bagi manusia biasa rasanya pasti masih sangat dingin.
"Hei Shera. Di seberang lautan itu, jauh ke selatan ada daratan luas, kau tahu?"
"Kuuk~?".
Mungkin sudah saling memahami ,aku merasa dia memiringkan kepalanya, bingung terhadap pernyataan aku.
"Yah, kau tahu, di daratan itu banyak manusia sepertiku tinggal di sana, itulah manusia."
"Kuuk~".
Kali ini nadanya rendah, seolah dia mulai memahaminya.
"Ada juga berbagai binatang dan burung-burung disana. Lihat seperti burung disana."
Sambil menunjukkan burung putih yang kebetulan lewat di atas laut jauh.
"Kuu-k".
Sekarang nadanya sedikit tinggi seperti bertambah minatnya.
"Hem, apakah kau ingin kesana?"
"Kuuk~".
Sekarang adalah nada ceria yang biasa ketika dia ingin makan.
"Ehh, tapi di sana panas, jauh, dan mungkin banyak orang jahat yang suka meledakkan orang lain."
Yah, itu masih misteri, siapa dalang di balik ledakan itu.
Kali ini aku menunjukkan kesan negatif terhadap sikap antusias Shera. Yah, aku hanya tidak ingin kesana lagi, tempat aku mengalami kenangan pahit. Kesanku terhadap manusia menjadi sedikit negatif setelah bencana itu.
"Kuu~k."
Kali ini dia terlihat kecewa, menyadari aku tidak ingin pergi ke sana.
....
Orang dekat aku, yang paling dekat, ayah dan ibuku meninggal akibat kejadian itu. Oleh karena kejadian itu, sampai sekarang aku tidak ingin kembali bagaimanapun juga. Lagipula aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi ketika datang ke kehidupan sosial manusia. Sejak kecil aku tidak punya teman dari luar. Hanya tiga orang yang berada di rumah yang selalu aku temui dan hanya para penonton yang bisa kulihat melalui sisi lain komputer.
Tetapi entah kenapa aku merasa, dalam lubuk hati terdalam aku, ada sedikit keinginan untuk kembali kesana. Aku sudah merasakan ini sebelumnya dan sudah lama juga. Tetapi karena sekarang sudah ada Shera yang menemani aku disini aku sudah tidak memikirkan hal ini lagi.
Tetapi ketika Shera, yang ingin melakukan perjalanan jauh kesana. Membuatku merasakan perasaan ini lagi.
"Huuh."
Aku secara refleks menghela nafas berat akibat campur aduk perasaan ini.
"Kuuk?"
Shera yang di sampingku bingung kenapa aku mengeluarkan nafas berat.
"Tidak apa-apa, aku hanya banyak pikiran."
"Kuu~k."
Nadanya rendah seolah dia khawatir atau lega.
"Mungkin ada baiknya melakukan sedikit perjalanan."
"Baiklah kalau begitu bagaimana kalau musim dingin berikutnya. Aku hanya tidak suka suhu panas, tetapi kalau Shera ingin jalan-jalan kesana. Kita bisa pergi saat musim dingin berikutnya, oke?"
"Kuuk~."
Kali ini nada ceria lagi. Sepertinya senang dengan hal ini.
"Apakah kita perlu persiapan ya? Yah, kurasa hanya sedikit makanan."
Aku sudah memutuskan ini, aku akan pergi jalan-jalan keliling dunia. Tidak kembali ke masa lalu atau aku berasal, tetapi berkeliling ke berbagai penjuru dunia sebisanya. Untuk saat ini aku hanya akan pergi ke berbagai tempat saat musim dingin saja. Hanya tempat yang memiliki musim dingin.
Kebetulan juga karena mungkin bakat aku. Aku sudah bisa menguasai bahasa internasional, bahasa Inggris. Karena dari pelajaran umum yang aku dapatkan, di bidang literasi, Bahasa Inggris menjadi bahasa kedua yang harus aku kuasai. Ayahlah yang berperan mengajarkan bahasa ini. Teknologi komputer juga kebanyakan berbahasa Inggris. Jadi aku sudah terbiasa dengan bahasa ini.
Terlebih lagi ayah aku berasal dari negara Singapura dan ibuku dari Jepang. Sehingga aku bisa memahami dua bahasa. Jadi masalah percakapan bukan lagi masalah besar. Walaupun nantinya aku tidak bisa berbicara dengan bahasa di negara aku berpijak. Jika ada yang bisa berbahasa Inggris aku bisa mempelajarinya sedikit demi sedikit.
Kurasa aku jadi tidak sabar untuk berpergian lagi bersama Shera ke berbagai penjuru dunia, atau negara tempat musim dingin saja. Aku masih tidak mau ke tempat panas.
.......
...
...
"Shera tangkap dia!"
Satu tahun berlalu dan di musim dingin berikutnya, sebelum memulai keberangkatan kami.
Kami perlu mengisi sedikit persediaan kami. Yang kami butuhkan hanyalah makanan. Air akan tersedia melimpah di laut atau udara. Hanya dengan mengkondensasi uap air atau memisahkan air dari garamnya dengan manipulasi air atau es aku. Membuat kami benar-benar tidak perlu lagi membawa persediaan air.
Setelah itu, masalah transportasi, akulah yang mengurusnya. Aku akan membuat kapal es sederhana. Asalkan bisa mengambang dan membawa kita ke daratan tujuan. Hanya dengan memanipulasi sedikit. Aku mampu membawa kapal tanpa tenaga penggerak.
Sisanya adalah makanan dan pakaian. Uang tidak diperlukan sampai kita benar-benar sampai ke dunia manusia.
Masalah pakaian itu hanya masalahku. Shera memang tidak membutuhkan pakaian. Hanya aku yang kurasa perlu mengganti pakaian compang-camping ini. Ini adalah pakaian hampir tiga tahun lalu tanpa ganti. Jadi, karena aku tidak ingin tampil kotor di kota manusia. Aku akan membuat pakaian dari es, yang pernah aku rancang sebelumnya.
Sebelumnya aku sudah bisa membuat benang-benang es dan memintalnya menjadi beberapa kain. Untuk pertama kali mencoba, itu sangat buruk. Masih belum rapi, ada lubang dan masih kasar.
Kemudian setelah beberapa latihan dan percobaan, aku akhirnya bisa membuat kain es tipis sempurna. Hampir seperti kain sungguhan. Warnanya perak cerah, benar-benar seperti es. Tetapi tidak seperti es biasa. Es ciptaan aku tidak rapuh. Setipis-tipisnya es ini, tidak akan pernah putus atau meleleh selama dekat denganku. Jadi aku bisa merancang sebuah pakaian sederhana yang terbuat dari es. Untuk pertama kalinya di dunia ini, bisa dibilang akulah penemunya.
Akhirnya untuk masalah pakaian, aku bisa membuatnya sendiri. Sehingga masalah beres. Pakaian ini berkilau perak kebiruan cerah. Ini sangat mencolok pada dasarnya, seperti seorang artis yang akan tampil di panggung. Tapi mau bagaimana lagi, bahan dasarnya juga es. Tetapi untuk penyesuaian pada musim dingin ini. Aku membuat pakaian ini cukup tebal. Seperti gabungan gaun dan jaket. Semua berwarna biru bening keperakan.
Rambut putihku juga diikat dengan pita es biru agar tidak tercerai akibat angin laut. Sehingga bisa dibilang tampilan ini akan tampak seperti idol lagi, tampilan cantik, manis, dan anggun untuk gadis berusia 11 tahun.
Jika aku percaya diri. Aku akan menyebut diriku ini malaikat putih dari utara atau putri salju masa ini. Tapi ini untuk diriku sendiri. Mengagumi diriku sendiri juga tidak ada salahnya.
Selama perjalanan, kami akan berjalan cepat dan santai. Sekitar 70 km/jam. Mengarah ke selatan, tenggara, atau, barat daya. Aku tidak tahu karena tidak ada kompas. Hanya mengikuti tempat matahari berada.
Selama perjalanan akulah yang akan mengumpulkan persediaan makanan.
Ikan beku.
Ya, ikan beku aku tangkap utuh dengan manipulasi dingin. Sehingga mudah saja. Kadang-kadang jika ada yang muncul di permukaan Shera akan menangkapnya dengan cakarnya.
Kami menangkap ikan hanya saat kita sampai di tengah lautan, karena di sekitar pantai banyak yang masih tertutup es. Sehingga beginilah kami menyiapkan persediaan makanan. Aku juga harus menangkap sebanyak-banyaknya. Berharap agar saat sudah sampai di daratan, kami akan bisa menjual ini dan menjadikannya sebagai uang manusia.
Entah berapa lama kami mengarungi lautan, hari sudah gelap. Kami memang tidak tahu arah dan waktu. Jadi hanya mengikuti angin dan firasat. Dan malam adalah hal buruk, matahari sudah tidak ada, dan aku tidak bisa membaca rasi bintang.
Saat tertidur, mungkin aku tidak akan menyadari bahwa kapal ini berjalan dengan sendirinya, ke tempat yang mungkin salah. Tetapi tidak masalah sepertinya, karena saat matahari terbit kita bisa menentukan arahnya lagi. Lagipula kami tidak terburu-buru
...
"Kuuk~".
"Apa? Ahh, daratan ya. Bagus Shera, kalau begitu aku akan menyiapkan panggungnya."
...
Keesokan harinya, setelah beberapa jam kami mengarungi lautan lagi. Shera memberiku kabar gembira.
Shera, sebagai burung hantu, memiliki pandangan yang tajam. Beberapa puluh kilometer, sudah terlihat sedikit titik cahaya dan bayangan hitam. Menandakan bahwa itu adalah sebuah pulau atau daratan.
Tetapi sebelum kita mendarat, kita akan dicurigai jika kita berjalan biasa dari arah laut ke daratan. Apalagi kapal kami terbuat dari es. Bayangkan saja, seorang gadis kecil dengan kapal es mini dan biasa tanpa layar menuju daratan. Pasti akan merepotkan. Oleh karena itu, aku akan menyiapkan panggung terlebih dahulu.
Panggungnya yaitu membuat hujan salju terlebih dahulu. Saat ini musim dingin, tetapi daerah ini tidak sedang turun salju. Maka aku akan membuatnya. Tetapi agar terlihat alami, aku akan membuatnya perlahan. Pertama memastikan awan sudah berkumpul di langit. Setelah itu hujan salju ringan. Hingga nantinya saat malam tiba, barulah hujan salju ringan menjadi badai salju. Saat itulah kami mendarat. Setelah mendarat, kami akan bersembunyi di sekitar pulau sampai pagi lagi. Kemudian, redakan badai saljunya dan normalkan lagi suhunya. Lalu kami pergi ke kota. Itu saja, sangat mudah.
"Ayo Shera."
"Kuuk~"
...