Saat kami tiba di daratan, pagi telah datang. Begitu juga, badai salju telah aku hentikan, memberikan cuaca cerah dingin.
Kami berjalan menuju pemukiman dengan Shera sebagai pemandunya. Shera yang terbang di langit melihat ada banyak bangunan tak jauh dari sini. Oleh karena itu, kami berjalan menuju kesana.
Sesampainya kami di suatu tempat, yang anggap saja adalah sebuah desa nelayan. Terlihat jelas ada banyak perahu yang terparkir menghadap laut. Bangunan sederhana, tetapi kokoh terlihat, menandakan bahwa mereka bukan orang kaya ataupun orang miskin. Ada beberapa memang yang terlihat besar dan menonjol, yang mungkin sebagai penghuni kaya atau pejabat sipil.
Sesampainya di desa ini, kami melihat aktivitas penduduk ini. Kebanyakan dari mereka menyekop salju di depan pintu dan membersihkan yang ada di depan bingkai jendela. Ada beberapa juga diantaranya. Sepertinya mereka sedang membersihkan salju yang menutupi jalan. Salju memang ada di sana-sini. Menumpuk sangat tebal. Wajar jika para warga melakukan kerja bakti membersihkan salju.
Karena aku penyebabnya aku menghiraukannya. Beberapa ada yang memperhatikan kami, tetapi tak lama kemudian mereka melanjutkan aktivitasnya kembali. Sepertinya tempat ini sudah sering dikunjungi oleh orang luar. Ada kemungkinan juga bahwa tempat ini juga sebagai tempat wisata. Tak heran jika tatapan mereka seperti melihat suatu hal yang biasa terjadi.
Tidak semua negara memiliki bahasa Inggris sebagai bahasa ibu mereka. Jadi kemungkinan besar tidak semua orang disini bisa mengerti bahasa Inggris. Jadi aku ingin pergi ke suatu tempat pelayanan umum.
Setelah berjalan beberapa saat, aku menemukannya. Sebuah restoran umum yang sepertinya menyajikan beberapa hidangan laut. Terlihat jelas di posternya tentang beberapa sajian seafood dalam piring. Tulisan yang tertera tidak dalam bahasa Inggris, tetapi aku tetap memilih ini. Karena ada beberapa bagian dari tulisannya yang menggunakan bahasa Inggris.
Yang lebih penting, karena mereka menyajikan hidangan laut, aku ingin tahu juga apakah mereka mau membeli ikan. Ini juga tujuan utamaku untuk bisa mendapatkan uang.
Oleh karena itu, aku segera masuk ke dalam. Berbeda dari bayanganku. Tempat ini sepi. Hanya satu, dua, tiga pelanggan. Tetapi ini bagus, aku tidak suka keramaian. Aku mencari tempat pelayanan, seperti resepsionis restoran.
"Permisi? Permisi?"
Aku mencoba berbicara dengan Bahasa Inggris.
"Ah iya, tunggu sebentar.... Ada apa nona muda?"
Sudah kuduga, sepertinya tidak masalah dengan Bahasa Inggris. Mereka membalas dengan baik.
"Apakah disini tempat yang bisa membeli ikan aku?"
"I-ikan? Ah, kamu mau memesan beberapa hidangan ikan?"
Orang seperti resepsionis sepertinya bingung dengan kalimatku.
"Tidak, maksudnya aku punya ikan laut dan ingin menjualnya kalau bisa. Karena itu aku berharap pemilik toko mau membelinya."
"Begitu ya, ikan laut. Yah, tidak apa-apa mungkin, karena bukan aku yang memutuskan. Aku bukan pemilik restoran ini."
"Kalau begitu, kemana aku harus pergi?
"Silakan pergi ke belakang, di sana ada rumah besar. Silakan pergi ke rumah itu. Nanti ada paman tua menyedihkan yang menyambutmu."
Aku agak skeptis dengan kalimat terakhirnya. Tetapi kesampingkan itu, aku sudah senang jika ada yang mau membeli ikan tangkapanku.
....
"Permisi."
Aku mengetuk pintu dan mengucapkan sepatah salam.
"Hmm, siapa? Mengganggu tidur siangku?"
Tidur siang? Padahal masih pagi.
Terdengar langkah kaki mendekati pintu.
Ketika pintu terbuka, terlihat seorang paman, yang usianya paruh baya. Dia mengenakan pakaian panjang tapi kusut. Matanya masih separuh, dengan tangan kiri masih mengucek mata kirinya. Tubuhnya timpang, seperti akan jatuh. Tetapi dia menyandarkan dirinya di dinding. Terakhir, dia bau. Bau alkohol, sepertinya dia juga habis mabuk.
Aku jadi agak mengerti kalimat terakhir resepsionis sebelumnya.
"Permisi, kata dari restoran di depan, katanya aku bisa menjual beberapa ikan hasil tangkapan di sini. Jadi jika boleh, bisakah aku menjual ikan di sini?"
Tanpa basa-basi aku langsung ke intinya saja.
"Ikan? Tangkapan? Ah, apakah itu ikan awetan. Maaf kami tidak membutuhkannya. Masih banyak persediaan di sini."
"Bukan awetan, ini hasil tangkapan baru-baru ini."
"Hei, nona masih kecil pandai berbohong, tidak baik loh, untuk masa depan kamu."
Masih tidak semangat, dia malah menuduhku sebagai pembohong.
"Aku tidak berbohong! Lihat ini kalau tidak dipercaya."
"Es? Hmm ada sesuatu di dalamnya. Apakah itu ikan? Apakah masih segar? Tunggu sebentar, bagaimana kamu bisa menangkap ikan di musim ini, hah? Apalagi tadi malam sangat bersalju."
Mata yang loyo tiba-tiba matanya jadi serius. Aku jadi tertekan oleh pertanyaannya.
"Eh? I-itu, aku memancingnya ketika sedang berkunjung ke rumah kakekku. Sebelum badai salju aku pergi bersamanya. Tetapi karena keasyikan, aku jadi lupa waktu. Sehingga terjebak dalam badai. Jadi aku memutuskan tinggal di rumahnya, tidak bisa pulang dan ikannya yang berada di luar membeku."
"Begitukah?"
"Begitulah."
"Memang benar ini ikan segar dan masih hidup jika airnya tidak membeku. Baiklah, nona tunggu sebentar, aku akan melakukan perhitungannya."
....
"Ini dia nona, ini uangmu."
"Terima kasih, paman."
"Sama-sama. Tapi yah, tidak kusangka kau yang masih kecil ini berkeliaran di laut saat musim dingin ini. Apakah orang tuamu tidak mencarimu?"
"Ah, tidak orang tua aku.... sudah meninggal."
"Ah, begitukah? Maaf nona. Jadi sekarang kau tinggal di rumah kakemu?
"Tidak, tidak apa-apa. Iya, aku sekarang tinggal di rumah kakekku saat ini. Tetapi kapan-kapan aku akan kembali ke rumah orang tuaku di kota. Karena itu aku menginginkan uang. Jadi kalau boleh apakah paman akan selalu bersedia membeli ikanku? Kapan-kapan aku akan sering kesini lagi menjual ikan."
"Yah tidak apa-apa, datang saja. Asalkan itu ikan segar, kami akan membelinya dengan harga tinggi. Kami juga akan diuntungkan olehmu nona."
"Hmmm?"
"Ah, maksud aku, selama musim dingin ini kan banyak warga yang tidak mau pergi melaut jadi ya, pendapatan ikan disini semakin berkurang. Persediaan ikan segar jadi semakin menipis. Oleh karena itu, jika kau datang menjualnya saat ini, maka kau akan mendapatkan harga tinggi. Begitulah."
"Begitu, ya. Terima kasih paman. Aku akan datang lagi."
.....
Apa yang aku lakukan sejak pertama kali masuk daratan manusia adalah menjadi nelayan. Seorang gadis 11 tahun di musim dingin menjadi nelayan, mengais ikan di lautan. Hanya demi mengumpulkan uang sampai bisa kami gunakan untuk berpergian ke berbagai tempat. Yah, untungnya semua hanyalah pemasukan, tidak ada pengeluaran sama sekali.
Kecuali hanya satu, yaitu untuk pakaian aku. Memakai pakaian es akan selalu mencolok jadi aku ganti. Membeli yang baru dari uang hasil penjualan ikan. Sisanya tidak ada lagi.
Masalah makanan dan minuman kita bisa mengurusnya sendiri tanpa bantuan luar. Setiap hari, setiap pagi, aku selalu berkunjung ke kediaman paman penimbun ikan. Mengantarkan ikan tangkapan dan kemudian dibayar mahal.
Aku hanya menjualnya dalam batas normal, tidak ingin berlebihan dalam menangkap ikan, atau mereka akan curiga padaku.
Hanya, bagaimana seorang gadis kecil selalu mendapatkan ikan sebanyak ini?
Mungkin itu yang ingin mereka katakan. Oleh karena itu, aku dan Shera akan membatasi pemburuan ikan dan akan memakan ikan yang berlebih bersama.
Aku hanya ingin mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, membuat kartu kredit agar kami tidak repot mengurus uangnya. Walaupun kartu kredit juga memakan biaya admin. Tetapi itu saja, itu hanyalah hal kecil bagi kami.
....
Dan begitulah akhir musim dingin pertama kami di daratan pertama.
Tak kusangka, musim dingin pertama kami akan menjadi nelayan.
Yah, asalkan bersama Shera dan Shera bersenang-senang, kami bisa mengumpulkan uang, maka tidak masalah lagi.
....
Begitu cepat kisahnya, akhirnya musim dingin berlalu. Sangat membosankan jika diceritakan, karena semua peristiwa hanyalah kisahku menjadi nelayan. Menangkap ikan, menjual ikan, dan dibayar karena ikan juga.
"Musim dingin sudah berakhir, bagaimana kalau kita besok kembali."
"Kuuk."
Sambil menggelengkan kepalanya.
"Apa kau suka disini? Bukannya kami sudah memutuskan untuk pergi hanya selama musim dingin?"
"Kuu~k"
Pada akhirnya aku mengalah, susah jika menolak permintaannya.
"Yah, oke oke. Kebetulan aku sudah tidak terpengaruh oleh suhu panas lingkungan lagi. Tapi selama musim semi saja ya, aku tidak tahu akan bagaimana aku jadinya jika memasuki musim panas. Soalnya aku benci panas."
"Kuuk."
Shera juga memberikan suara persetujuan.
....
"Di musim semi nanti sepertinya kita perlu menyewa kapal. Para nelayan pasti akan kembali melaut. Aku tidak ingin ketahuan cara kita mengumpulkan ikan."
"Kuu~k."
.....
"Paman, apakah bisa aku menyewa kapal untuk melaut, untuk menangkap ikan?"
"Eh, bukankah kamu sudah punya kapal sendiri? Apakah rusak?"
"Tidak, tidak. Aku tidak punya kapal selama ini."
"Ehh. Terus bagaimana kamu menangkap ikan selama musim dingin?"
"Kami memancingnya. Air sangat dingin pada waktu itu. Jadi aku hanya memancing sepanjang malam."
"Hemm. Kamu memancing sepanjang malam? Kamu masih kecil, jadi jangan bergadang terlalu serin! Tapi hebat juga kau bisa tahan semalaman untuk bangun. Padahal udara malam juga sangat dingin."
"Tidak apa-apa. Aku memakai pakaian tebal pada saat itu dan menyiapkan api unggun juga. Jadi tidak apa-apa, aku sudah terbiasa untuk malam terjaga dan siangnya istirahat."
"Hum. Kau cukup pekerja keras sebagai anak kecil. Oleh karena itu, istirahatlah siang ini, ini untuk bayaranmu kali ini. Dan ini..."
"Ini....?"
"Itu ada tanda tempat kapalku. Kau bisa menggunakannya."
"Tapi bukankah ini kapalmu. Ah, aku hanya perlu membayar, kan?"
Sambil cekatan aku mengambil kartu kredit.
"Tidak. Tidak perlu. Ambil saja. Tidak perlu membayar sewa."
"Ta-tapi....."
"Sebagai gantinya, bisakah kamu hanya menjual ikan tangkapannya kepada aku. Jika kamu menjualnya kepada orang lain aku akan menghentikan sewa. Itu saja. Sepakat?"
"Benarkah, hanya itu saja? Kalau begitu sepakat. Apakah baik-baik saja?"
"Jangan khawatirkan. Ah, iya. Jika selama pengembalian ada yang rusak, maka itu saja yang akan kamu lakukan dengan uang itu, oke?"
"Oke..."
Paman itu melihat gadis itu pergi dengan senyum hangatnya.
"Anak kecil harusnya sekolah, bukannya bekerja. Kasihan sekali, masih kecil sudah ditinggal oleh orang tuanya."
....
"Apakah ini, perahunya?"
"Kuu~k."
"Hem. Sepertinya begitu. Tapi perahu ini menggunakan mesin. Aku tidak tahu caranya. Yah sudahlah. Tinggal gunakan manipulasi air dan menjauh dari nelayan lainnya. Maka tidak akan ketahuan. Iya kan Shera?"
"Kuu~k."
Shera yang selalu bertengger di bahuku sudah memberikan persetujuan senang. Suasana hati adalah yang paling utama.
"Ingat selama musim panas, kita akan kembali."
"Kuu~k."
Aku dan Shera sudah saling terhubung hatinya. Aku bisa memahami suara dan suasananya. Shera pun bisa memahami aku. Karena selama ini kita selalu bersama. Maka mungkin kita sudah membuat jembatan ikatan.
Yah, faktanya kita sangat dekat. Dan pastinya tidak akan terpisahkan.
Sambil memikirkan itu, aku terus mengelus leher putih Shera yang bergetar karena dengkurannya.
.....