Chereads / A SONG IN THE PLAGUE / Chapter 3 - Self Protection

Chapter 3 - Self Protection

pada saat itu tidak diduga sebuah belati kecil muncul entah dari mana menancap ke tali yang sedang diulurkan.

"gggrrrrtt"

suara belati yang seketika memutuskan tali.

"ahhhAHHHHHHH...tidaak!!!"

dihadapan penyair. disaat itu juga dia menyaksikan langsung satu nyawa yang berusaha dia raih untuk ditolong lenyap begitu saja.

dan tentunya setelah tali tersebut terputus...

prajurit itu perlahan jatuh ke bawah tepat di hadapan kawanan mayat berjalan yang menunggunya sambil mencakar dan menggerogoti pohon.

hal itu seperti 'mangsa datang dengan sendirinya tanpa harus berusaha'.

"pisau yang bisa memotong tali bermaterial sihir?! atau mungkin pisau dengan lafalan anti-sihir? jika itu sihir biasa seharusnya tidak bisa memotong sihir penciptaan"

pikirnya didalam hati. dan disaat yang bersamaan. tiba-tiba dia teringat kembali akan peristiwa 3 tahun yang lalu...

terakhir kali yang diingat olehnya, disebuah mansion yang dipenuhi dengan mayat dan darah manusia...

dikala itu huka kecil yang kelelahan setelah melatih sihirnya di perpustakaan terbangun ditengah-tengah kebakaran besar yang terjadi disana...

dan dihadapannya terdapat sepasang pria dan wanita yang mengatakan sesuatu sembari menggandeng lengannya...

"cepat berlindunglah bersama dengan kakakmu dan yang lainnya! ingatlah ini anakku, apapun jalan yang kau tempuh akan selalu ada kejutan dari sebuah kegagalan yang menantimu, sesulit apapun situasinya kalian harus tetap berjuang, ayah dan ibu menyayangi kalian"

kata-kata terakhir yang dia ingat dari kedua orang tuanya.

"tidak! aku tidak ingin mati!"

jerit prajurit itu dengan suara yang histeris sambil berusaha memanjati pohon tempat dimana si penyair itu menapaki kakinya.

"ini! sial tina dan eriena masih disana!"

penyair menyadari ada seseorang yang sedang bergerak dari arah belati tersebut datang dan menuju ke tempat tuan putri bersinggah.

"situasinya jadi rumit begini, jika aku menyelamatkan prajurit ini maka aku akan kehabisan waktu dan kehilangan mereka berdua, para mayat itu dapat menetralkan semua jenis sihir bahkan sampai ketingkat sihir semesta, belum lagi dengan jumlah mereka yang sebanyak ini itu akan sangat mustahil"

"Aaaah! mereka semakin mendekat!"

tampaknya si prajurit masih berusaha bertahan untuk melindungi dirinya. dengan perasaan panik dan putus asa dia menghunuskan pedangnya dan mengayunkan pedang itu sembari ketakutan..

"menjauh! menjauh kalian dasar makhluk terkutuk! tuan huka cepat lakukan sesua-"

"kita sudah berada diujung hutan, maafkan aku paman aku tidak memiliki cara untuk membawamu kembali dengan selamat, eriena dan tuan putri sedang berada dalam bahaya, akan kubantu dirimu agar tidak menjadi seperti itu (mereka)"

sang penyair sudah menyiapkan sebuah rapalan sihir berbentuk anak panah yang ia tahan disampingnya.

penyair : "kalau tidak salah para prajurit yang lain memanggilmu tioretta, bukan?"

tioretta : "tuan apa yang anda katakan?"

ucap prajurit dengan ekspresi putus asa.

"aku akan menjadi saksi perjuanganmu sampai akhir hayat, tioretta maafkan diriku yang tidak mampu untuk menyelamatkanmu-"

"tu-tunggu dulu!"

penyair : "akan kupikul dosa atas kegagalan ini"

penyair mengangkat tangan kanannya keatas, dengan posisi berdiri dia mulai mengaktifkan sihir rapalan.

"wahai kuasa kebajikan hapuskanlah kegelapan dan dosa para makhluk tak bersalah 'Triple Javelin'!"

dengan cepat semua anak panah itu mengenai kepala tioretta dan seketika ia langsung tewas. sisa tubuhnya hanya dimakan oleh gerombolan mayat berjalan dan tidak menjadi salah satu dari mereka.

"maaf karena aku tidak bisa berbela sungkawa atas kematianmu, sekarang aku harus mengejar sosok misterius itu, menurut sinyal dan radar gambar yang ditampilkan melalui sensorik pada otakku serta suara gema dari makhluk dan pohon disekitar sini, orang itu menggunakan jubah misterius dengan lambang satu mata tersayat dibagian belakang, dan jubah tersebut dapat mengganggu sihir 'search on area' milikku"

bergegas penyair itu berlari melewati cabang pohon dengan semua mana yang masih tersisa, dia menggunakan sebagian kapasitas untuk meringankan dan mendorong tubuhnya. tentu saja kecepatan itu juga membuat suara yang amat bising sehingga sebagian dari kawanan mayat ikut mengejarnya.

"menggunakan semua mantra percepatan dan peringan tubuh, ini sangat menyakitkan untuk ukuran tubuh anak kecil, bahkan dengan mantra 'perkuat tubuh' ototku masih tetap terasa berat dan agak nyeri"

ketika penyair itu hampir sampai ke lokasi perkemahan mereka-

"tina...eriena cepat pergi dari sana!"

ia melihat seseorang dengan jubah misterius berusaha melemparkan pisau kearah putri tina namun lemparan itu meleset dan malah mengenai bagian luar perut eriena.

membuat 'sosok misterius' tersebut mundur beberapa langkah...

penyair dengan gesit menghampiri mereka berdua, kemudian ia melihat bekas goresan yang ada di perut bagian kanan eriena.

"ngghuuekkhhh...aaakkgghuh...huh...hah...hah"

eriena memuntahkan darah yang cukup banyak.

"kurasa pisau itu sudah dioleskan dengan racun, eriena apa kau punya ramuan penghilang rasa sakit? sewaktu kita sedang bersantai tadi aku melihatnya didalam tas kecilmu"

ucap penyair sambil memberikan mantra penyembuh tanpa menggunakan rapalan.

"tina oleskan obat itu keperutnya, saat ini mana ku hanya tersisa kurang dari setengah mungkin sekitar 20% tapi aku masih bisa menggunakan kemampuanku untuk menghalaunya"

ketika mereka sedang mengobati luka eriena 'sosok misterius' itu mengambil posisi kuda-kuda bersiap. meskipun gerakannya sama sekali tidak bersuara namun karena kedua pihak berada dijarak yang tidak terlalu jauh, dengan indera yang dimiliki penyair dia langsung menyadarinya, kembali mengarahkan pandangannya kearah 'sosok misterius' tersebut dan memberikan sinyal kepada kedua wanita yang ada didekatnya untuk waspada.

tina : "apa yang-"

penyair : "berdirilah dibelakangku tina"

"jangan abaikan aku dasar orang-orang sesat! "

"crrrttiing"

sosok misterius bergerak sambil mengayunkan pedangnya ia berpindah tempat dengan sangat cepat untungnya serangan yang tidak terduga itu bisa ditangkis oleh eriena dan membuat jubah pria itu terangkat. terlihat sesosok pria gagah dengan topeng aneh yang menutupi bagian mata sampai ke hidungnya.

"eriena bawalah putri bersamamu-"

"saya menolak! maaf atas kelancangan saya tapi tuan huka, saya meminta satu hal lagi pada anda, tolong lindungi tuan saya dan bawa ia pergi menuju ke ibukota. dengan kekuatan dan kemampuan anda saya yakin putri tina akan lebih terlindungi, tentunya pihak keluarga kerajaan akan membayar untuk pengawalan anda"

"apa kau yakin bisa menanganinya? maaf menyinggung tapi peringkatmu sebagai petualang hanya sebatas B, sementara pria itu-"

"tidak masalah tuan huka, saya tidaklah sebodoh itu untuk membuang nyawa melawan orang yang lebih kuat,sebelum menjadi seorang petualang dan pelayan pribadi saya selalu dilatih dengan khusus untuk menekuni kemampuan turun temurun milik keluarga valonter. leluhur kami mileyna valonter adalah salah satu dari bawahan ketiga pahlawan legendaris yang menguasai sihir tingkat semesta dan menyalurkan kekuatannya melalui benda sihir ini"

eriena mengeluarkan suatu benda dari saku celananya...

terlihat dia sedang memegang sebuah liontin dengan permata merah cantik yang dilapisi emas disetiap sisinya...

ukiran permata itu seperti corak bunga yang dikelilingi akar berduri...

tina : "sebuah liontin? ukiran permata yang menawan, tunggu dulu eriena bukankah itu pusaka keluargamu!?"

eriena : "benar sekali, ini adalah pusaka sekaligus kartu andalan milik keluarga saya dari waktu ke waktu, liontin ini menyimpan berbagai kemampuan seperti penambah kecepatan,fokus yang tak terbatas dan sihir utamanya yaitu sihir menghentikan waktu untuk sesaat namun ada bayaran yang harus direnggut saat menggunakannya"

penyair : "hooo...benda yang sangat menarik".

"apa yang kau maksud pada malam saat kau menceritakan kisah tentang nenek moyang valonter- maksudmu bayaran untuk kekuatan spesial itu yaitu dengan mengorbankan salah satu bagian dari anggota tubuhmu?!, eriena kumohon jangan lakukan hal itu!"

putri tina berusaha menghampiri eriena yang kemudian dihentikan oleh penyair. dan si penyair menarik paksa tangannya untuk dibawa lari menuju ke ibukota.

penyair : "eriena kuserahkan sisanya padamu, tidak lama lagi gerombolan mayat itu akan menuju kesini, kau harus cepat mengalahkan pria itu dan kembali ke sisi tuanmu"

Tina : "berjanjilah kau akan kembali dengan selamat! itu adalah perintah!"

"hey huka tidak bisakah kau cukup menarik lenganku saja, jangan membawaku seperti seorang budak"

ucap tuan putri yang tangannya telah diikat menggunakan tali sihir bersama dengan tangan milik si penyair.

"tuan huka tolong lindungilah majikan saya dan segera bawa dia ke pos penjaga yang ada di istana, baik diluar maupun didalam istana ada banyak bangsawan yang mengincar nyawa putri demi memperebutkan takhta. tuan huka saya sangat ingin mengatakan apa yang terjadi sesaat sebelum saya tergeletak ditanah namun yasudahlah sepertinya sudah terlambat, aku sangat yakin pria yang ada didepanku ini bukanlah manusia normal"

ucap eriena dalam hatinya.

"sekarang hanya tinggal kita berdua, bersiaplah pria dari sekte aneh!"

eriena mengeluarkan suara yang tegas nan lantang sambil menghunuskan pedangnya kearah pria tersebut sebagai ajakan duel.

"sungguh drama yang konyol disaat kau akan mati dihadapanku nona yang tersesat, jika aku berhasil mengalahkanmu akan kurebut liontin itu dan membawanya kehadapan para pemimpin kebebasan"

....

...

"xxx"

dimalam terang dibawah cahaya rembulan dengan suasana yang sunyi dan angin yang membawa serpihan dedaunan...

dua orang yang mahir dalam menggunakan pedang dengan kuda-kuda bersiap akan mulai menyerang satu sama lain...

kemenangan mereka menentukan rute yang akan terjadi dimasa mendatang...