"Benar, anak saya kecelakaan. Sekarang dirawat di Singapura. Bagian yang parah adalah kepala, makanya kami begitu khawatir," jawab Pak Andi dengan tenang.
Wajahnya terlihat sedih dan tanpa gairah. Belum lagi rasa lelah yang menghinggapi tubuh, baru saja tadi pagi ia sampai di Indonesia. Malah mendapat hadiah masalah dari sekretarisnya sendiri.
"Saya turut berduka cita, maaf tak bisa menjenguk ke Singapura. Akhir-akhir ini saya sedang banyak urusan." Pak Handoko merasa tak enak karena tak bisa menjenguk Revan.
"Tak apa-apa, saya mengerti, kok." ujar Pak Andi singkat.
"Jadi, bagaimana tadi soal penggelapan? Bapak tahu persis pelakunya dan sejak kapan?" tanya Pak Handoko yang kembali ke topik tujuan utama kedatangan Pak Andi.
"Pagi ini saya baru kembali dari Singapura. Tiba-tiba, saya mendengar si Deni itu sedang bicara dengan seorang wanita. Mereka mengincar dua perusahaan. Entah perusahaan mana yang sedang diincar hanya saja katanya selanjutnya adalah milik saya," tutur Pak Andi menjelaskan kejadian yang tadi pagi baru dialaminya.
"Tunggu, jadi orang itu sedang berusaha mengusai perusahaan lain dengan membuat berkas di perusahaan Bapak?" tanya Pak Handoko memastikan.
"Sepertinya begitu," jawab Pak Andi singkat.
"Praktik adu domba. Ini biasa terjadi, biasanya pelakunya orang terdekat. Seperti musuh dalam selimut," ujar Pak Handoko yang berasumsi atas apa yang diceritakan calon kliennya itu.
"Jadi, apa yang mesti saya lakukan pertama kali?" tanya Pak Andi meminta pendapat.
"Pastikan siapa yang bekerja sama dengan asisten anda. Setelah itu, kabari pemilik perusahaannya. Kemungkinan ia akan melakukan hal yang sama pada Bapak," tutur Pak Handoko menjelaskan.
Pak Andi mengangguk-ngangguk sambil menyimak apa yang dibicarakan Pak Handoko. Setelah sedikit mengobrol ringan Pak Andi memberi tanda terima kasih.
"Kalau begitu, saya pergi dulu, Pak," pamit Pak Andi sambil menyalami tangan Pak Handoko.
"Iya, sama-sama, Pak." Pak Handoko tersenyum mengembang.
Pak Andi pun pergi segera ke kantor untuk memastikan siapa saja dalang dari semua itu. Rasa lelah begitu merajai dirinya sampai-sampai ia tertidur dalam mobil yang dikendarai supirnya.
Sesampainya di kantor, Pak Andi masih tertidur lelap.
"Pak, kita sudah sampai di kantor," ucap Pak Edi bermaksud membangunkan majikannya.
Saking lelapnya tidur Pak Andi tak merespon sama sekali. Pak Edi malah merasa kasihan dan tak tega membaangunkan. Bingung harus melakukan apa, ia kemudian membuka pintu mobil.
Memesan kupat tahu yag kebetulan sedang mangkal di seberang jalan. Perutnya sudah keroncongan karena dari pagi belum diisi apapun. Hanya air mineral yang sedari tadi membasahi kerongkongannya.
"Bang, ketupat satu!" ucap Pak Edi setengah berteriak.
Tak ayal, itu membuat Pak Andi terbangun. Ia mengucek matanya dan melihat sekitar. Baru menyadari kalau dirinya berada di parkiran kantor.
"Sudah sampai di kantor rupanya, kamu tak bangunkan saya, Di," ujar Pak Andi yang baru bangun tidur.
"Sudah, Pak, tapi tidurnya pulas sekali sampai tak terdengar sepertinya suara saya." Pak Edi menjawab dengan sopan.
"Mungkin karena saya terlalu lelah belakangan ini. Oh, iya, Ed. Kamu sering lihat orang lain masuk ke kantor saya, selain karyawan?" tanya Pak Andi.
Siapa tahu saja supirnya itu sering mendapati wanita yang bersama Deni tdi pagi. Dia kan, sering nongkrong di pos satpam ketika majikannya sedang bekerja.
"Kayaknya, enggak ada, Pak. Cuma semenjak Pak Revan kecelakaan saya sering lihat Anita ke sini," jawab Pak Edi dengan yakin.
"Anita? Siapa dia?" tanya Pak Andi yang tak ingat siapa Anita.
"Dia itu asisten Bu Fira di kantornya. Juga pacar Pak Deni di sini," jawab Pak Edi lagi.
"Pacar? Kamu yakin benar?" tanya Pak Andi memastikan.
Jika benar apa yang dikatakan Pak Edi, kemungkinan besar memang mereka pelakunya. Anak muda serakah yang ingin memiliki banyak harta dengan cara mudah.
"Yakin, Pak. Orang saya sama si Parman sering nanya, katanya, sih mau ngajak makan siang bareng. Nah, tadi pagi dia ke sini. Saya juga tanya mau apa, katanya mau minta berkas disuruh Bu Fira." Pak Edi menjelaskan dengan detil dan tanpa curiga sedikitpun.
Padahal ia tahu jika bos-nya sudah seperti itu dan terlihat pusing berarti ada masalah di kantor. Maka dari itu Pak Edi menjelaskan dengan sedetil mungkin apa yang ia ketahui.
Pak Andi mengangguk-ngangguk. Ia sudah menduga pasti Deni adalah dalang di dalam kasus ini. Tepat dugaan Pak Handoko kalau pelakunya adalah anak muda dengan sistem adu domba. Sebentar lagi pasti Pak Ferdi menduganya dengan tuduhan yang tidak-tidak.
Setelah dirasa keterangan dari Pak Edi jelas dan bisa membantunya, Pak Andi pun keluar dari mobil dan memasuki gedung kantornya.
Tujuannya kali ini adalah mengecek CCTV untuk memastikan dan menjadi bukti kuat jika nanti ada masalah dengan Pak Ferdi.
Pak Andi bergegas hendak memasuki ruangannya. Di dekat resepsionis ia melihat seorang gadis sedang berpamitan pada Deni. Bisa dipastikan jika itu adalah Anita. Pak Andi merasa mengenalnya dan pernah bertemu satu dua kali.
Sejak Revan dan Fira memiliki hubungan khusus semua berkas dan keperluan kantor tak pernah diserahkan pada sekretaris. Mereka akan bertemu langsung sambil mengobrol dan makan siang bersama.
"Ya sudah, kamu hati-hati di jalan, ya. Makasih banyak berkasnya sampai dianterin ke sini," ujar Deni pada Anita yang sudah hendak pergi.
Wajah Anita nampak kaget melihat kedatagan Pak Andi yang memergokinya sedang bersama Deni. Namun, Deni mencoba memanipulasi keadaan dengan mengatas namakan berkas kerja.
"Siang, Pak. Anita ini sekretaris pak Ferdi sampai repot-repot ke sisni nganterin berkas kerja." Deni beramah tamah pada Pak Andi agar tak dicurigai.
"Wah, terima kasih banyak sudah mau direpotkan," ujar Pak Andi berpura-pura respect pada Anita dan Deni.
Sebenarnya dalam hati ia sudah merasa muak dan ingin segera menjebloskan Deni ke dalam penjara. Anita nampak merasa lega. Ia pikir pak Andi masih beelum mengetahui semuaya.
"Saya kembali ke kantor dulu, pak. Saya tadi hanya mengantarkan berkas disuruh Bu Fira, maklum Pak Revan kan, sakit jadi saya yang disuruh kemari," pamit Anita pada Pak Andi.
Pak Andi mengangguk, kemudian gadis itu segera pergi. Pak Andi dan Deni berjalan beriringan menuju ruang kerja mereka. Kebetulan memang ruang kerja mereka satu lantai di lantai tiga.
Saat di depan lift tiba-tiba seorang cleaning service menambra Deni karena ia berjalan mundur dan sedang mengepel lantai. Semua berkas yang dipegang Deni berhamburan karena dirinya jatuh.
"Heh, kamu kalau kerja yang benar, dong!" teriak Deni tanpa malu di depan Pak Andi.
Melihat kelengahan Deni yang sibuk memarahi cleaning service, Pak Andi mengambil satu berkas yang tertulis nama dan tanda tangannya di sana.
Bisa dipastikan tanda tangan tersebut adalah hasil copy paste.