"Aku tahu kamu pasti belum sarapan," jawab Revan santai.
Fira tersipu malu dibuatnya.
Krukk ....
Tiba-tiba terdengar suara perut Fira yang keroncongan.
"Tuh, kan, cacingnya pada protes," ucap Revan sambil tersenyum jahil.
Wajah Fira bersemu merah karena menahan malu. Mereka memasuki sebuah kafe dan duduk di meja paling pojok. Meja paling nyaman untuk mengobrol dan sesekali bisa melihat ke luar, karena dindingnya terbuat dari kaca tebal.
Seorang pramusaji menghampiri meja mereka, untuk menawarkan menu makanan dan mencatat pesanan.
Pramusaji tersebut tersenyum ramah dan menyodorkan daftar menu di kafe tersebut. Ada beberapa makanan cepat saji yang menjadi andalan kafe tersebut.
Fira memesan beberapa menu kesukaannya, mulai dari makanan berat, minuman dan dessert.
"Samain aja, ya, Mbak," ucap Revan setelah Fira menyebutkan pesanannya.
Kesukaan dan selera mereka memang hampir semua sama. Itulah yang membuat nyaman dan memutuskan untuk menjalani hubungan serius. Meskipun mereka baru memasuki bulan ke-empat kenal.
"Iya, Kak," ucap Pramusaji tersebut, kemudian pergi untuk menyiapkan pesanan.
Sekitar lima belas menit menunggu, pesanan diantar oleh dua orang pramusaji.
"Silakan dinikmati," ucap salah seorang Pramusaji yang mengantarkan makanan.
"Terima kasih, ya, Mbak," ujar Fira setelah makanan terhidang.
Kemudian, mereka menikmati makanan setelah pramusaji tersebut pergi. Fira makan dengan lahap, sepertinya ia sangat menikmati makanannya. Apalagi perutnya memang sedang keroncongan.
Revan pun menikmati makanannya, rasanya bertambah enak dua kali lipat karena sambil menatap pujaan hati.
"Kalau makan sama kamu, selalu terasa lebih enak makanannya. Duh, jadi takut gendut nanti setelah nikah," ucap Revan bermaksud bercanda.
"Ya, enggak apa-apa, ciri pasangan bahagia 'kan, menggendut bersama." Fira tertawa setelah mengatakannya. Lesung pipinya menghiasi wajah cantiknya.
Selesai makan, mereka melanjutkan keliling mall untuk berbelanja barang bawaan ke panti. Memasuki area swalayan yang luas dan tertata. Revan mendorong troli untuk makanan, sedangkan Fira asik memilih barang yang hendak dibeli.
"Ini kayaknya butuh," gumam Fira setiap kali memasukan sesuatu ke dalam keranjang.
Tanpa terasa troli yang didorong telah sesak dengan barang bawaan mulai dari makanan, alat mandi dan lainnya yang sekiranya dibutuhkan penghuni panti.
"Ya sudah, yuk," ajak Revan setelah menatap jam tangan yang melingkar gagah di tangannya.
"Ayo, lagian sudah penuh juga ini," ucap Fira.
Mereka pun menuju kasir untuk membayar semuanya. Setelah selesai Revan membayar semuanya, mereka kembali ke parkiran untuk pergi ke panti. Revan menaiki mobilnya, sementara Fira berjalan ke mobilnya yang hanya berjarak tiga mobil dari sana.
Perjalanan dari mall ke panti asuhan cukup jauh, perlu sekitar satu jam perjalanan dengan kecepatan sedang.
"Jauh banget, di mana sih?" gumam Fira yang berada di belakang kemudi mobilnya.
Setelah memasuki kawasan perkampungan barulah Rival berhenti, saat memasuki halaman sebuah rumah yang nampak luas. Fira mengikuti, memarkirkan mobil di belakang mobil calon suaminya.
"Jauh, juga, ya," ucap Fira saat turun dari mobil.
"Iya, capek ya? Nanti mobilmu tinggal di sini aja. Besok biar diambil Mang Dadang," tanya dan ujar Revan.
"Aku 'kan, kerja," gumam Fira lirih.
"Ada aku yang antar jemput," ucap Revan.
"Beneran?!" tanya Fira sedikit teriak, matanya berbinar, kelihatan senang sekali dengan tawaran Revan.
"Ups." Fira menutup mulutnya sendiri, malu dengan tingkahnya tadi. Wajahnya sedikit merona karena malu. Membuatnya semakin kelihatan cantik alami.
Revan terkekeh melihat tingkah Fira, padahal di kantor ia terkenal tegas dan galak. Sehingga tak ada yang berani macam-macam padanya, meskipun ia perempuan.
"Sudah enggak apa-apa. Ayo masuk." Revan memegang tangan Fira, memasuki sebuah ruangan, seperti lobi atau ruang tamu.
"Kak Revan!" ucap seorang gadis setengah berteriak. Namanya Mela, ia adalah anak pengelola panti itu. Wajahnya ayu dibalut kerudung pendek yang menutupi dadanya.
"Ayo, masuk, Kak. Ini siapa?" tanya Mela dengan senyum mengembang, sangat ramah.
"Kenalin ini, Kak Fira, dia calon istri Kakak," jawab Revan yang juga ramah.
Mela sempat tertegun sejenak, ada kecewa menelusup hatinya. Ia baru berusia dua puluh tahun sekarang, tapi di kampung usia itu sudah matang untuk menikah. Rupanya, ada rasa yang disimpan gadis itu untuk Revan, tanpa sepengetahuan siapapun selain dirinya dan Tuhannya.
"Oh, begitu. Yuk, masuk Kak Revan, Kak Fira, anak-anak sudah menunggu," ucap Mela masih dengan mempertahankan senyumnya dan berusaha ramah.
Mereka keluar dari bangunan lobi itu lewat pintu belakang. Kemudian, memasuki taman sebelum bangunan ke-dua yang terlihat lebih besar dan terdiri dari beberapa ruangan bersekat dinding.
Berjalan sebentar dan memasuki sebuah ruangan besar, sudah ada anak-anak berkumpul di dalamnya. Mereka disambut hangat oleh Bu Astuti, pengelola panti itu.
"Nah, Kak Revan dan Kak Fira sudah datang. Yuk, kita mulia acara!" ujar Bu Astuti dengan bersemangat.
Rangkaian acara dimulai, mulai dari berdoa bersama, bermain bersama anak-anak, sampai akhirnya membagi bingkisan pada mereka. Wajah-wajah polos para anak itu nampak bahagia sekali menerima bingkisan dari Revan dan Fira.
Fira sangat senang, baru kali ini ia ikut turun langsung acara seperti ini. Biasanya jika hendak menyumbang atau berdonasi keluarganya lebih mengandalkan online dan transfer. Rasa bahagia yang luar biasa menelusup ke dalam hati Fira.
Waktu menunjukan pukul dua siang ketika mereka beres acara. Revan dan Fira pamit pulang pada Bu Astuti dan Mela.
"Kita pamit dulu, ya, Bu, Mel," pamit Revan pada keduanya.
"Iya, Nak. Hati-hati ya." Bu Tuti mengusap-usap pundak Revan layaknya anak sendiri.
Mela nampak tersenyum canggung.
"Oh, iya, Bu. Titip mobil Fira di sini biar besok diambil sama Mang Dadang," kata Revan kemudian menggandeng Fira untuk pergi dari panti itu.
Mereka memasuki mobil Revan dan melaju menuju kediaman Fira. Revan mengendarai mobil dengan kecepatan sedang.
Fira nampak kelelahan dengan perjalanan dan kegiatan di panti tadi. Ia tertidur di mobil, manis sekali kelihatannya di mata Revan.
Setelah satu jam perjalanan, mereka sampai di depan sebuah rumah mewah.
"Fir, bangun, sudah sampai." Revan menepuk-nepuk pundak Fira pelan.
Fira mengerjap, kemudian bangun. Mereka keluar dari mobil, Revan hendak mengantarkan Fira sampai ke dalam.
"Eh, ini yang namanya Revan?!" tanya Oma Nani setengah berteriak ketika mereka memasuki ruang tengah.
"Iya, Oma," jawab Revan disertai senyuman.
"Tampan sekali, memang benar-benar hebat pilihan cucu Oma!" Oma Nani nampak begitu senang.
Setelah berbincang sebentar, Revan pamit pulang.
"Nanti malam orang tua saya, mengajak Fira serta keluarga untuk makan malam," ucap Revan sebelum pergi.
"Iya, Nak. Kami pasti datang!" jawab Oma.
Revan mengangguk dan melenggang pergi. Bu Alin hanya diam melihat sikap Oma Nani selaku mertuanya.
"Aku istirahat dulu, ya, Oma, Ma. Lelah rasanya," ucap Fira, kemudian melenggang pergi memasuki kamarnya yang berada di lantai dua.