Aroma harum pembersih lantai membuatku terbangun. Ah ini yang terjadi bila ibu di rumah, dia akan bangun paling pagi dari semua orang di rumah dan menyapu serta mengepel lantai. Tangan dan kakinya pasti sudah kaku karena tiga minggu tidak ngepel. Harum buah apel sintesis itu kesayangan ibu. Setiap pewangi lantai aroma apel tercium aku pasti akan teringat rumah dan ibu. Satu lagi kebiasaan ibu adalah, memutar musik yang sama setiap pagi. Bisa dibayangkan, aku dan Farina tumbuh dalam situasi ini: bangun pagi mencium aroma apel dari pewangi lantai dan mendengar musik Cherry Pink and apple Blosom dan setelah mandi kami akan diwajibkan minum susu, makan telur rebus.
Lagu itu sekarang sedang berkumandang, saat aku keluar dari kamar dengan mengucek mata. Ibu sedang berolahraga – katanya, dengan menari box di bidang kosong antara ruang tengah dan ruang makan.
Yah… ini yang membuat dia tetap bugar dan berseri-seri. Hatinya selalu riang.
Ibu memutar tangannya di atas kepala mengikuti nada tinggi pada akhir lagu. Farina, sepertiku, berjalan sempoyongan melihat ibu dan menjatuhkan tubuhnya di sofa.
"Bu… aku kangen aroma lantai dan mendengar lagu ini." Kata Farina.
Ibu menghampiri handphone dan memutar ulang lagu tersebut yang suaranya diteruskan melalui speaker.
" Hmmm kalau begitu kita olahraga sedikit." Katanya. Aku melihat jam dinding, masih pukul 05.05.
"Bu…"
"Ohhhh."
Ibu tidak menggubris kami dia terus menari sampai tubuhnya berkeringat membuat t-shirt yang dikenakannya basah.
Farina merekam video saat ibu menari dengan gerak tubuh yang luwes, leher tegak dan dagu diangkat. Tiba-tiba aku teringat ayah. Mereka berdua menggemari tarian dan sering menari bersama di dalam pesta-pesta. Apakah ibu sudah melupakan ayah keteka sekarang dia jatuh cinta kepada Jan Van Dijk? Wajah Kenny dan Eric terbayang membuatku mengeluh karena aku telah jatuh cinta pada mereka yang tidak membalas cintaku dengan setimpal. Apakah perasaan Nuggie dan Hardy juga seperti ini.
Aku terkejut ketika tangan ibu menarikku membuatku berdiri dan dia memelukku seperti pasangan yang berdansa.
"Menarilah untuk membuat suasana hatimu riang. Ibu tahu kamu sedang menyimpan beban yang membuatmu murung."
Satu tangan ibu menepuk pipiku dengan pelan.
"Apakah ibu bisa membantu?"
Aku tidak ingin merusak suasana pagi yang membawa kegembiraan bagi ibu,
"Not big deal. Cuma urusan dengan Kenny dan ada sedikit masalah di kantor, besok Senin saja kami melaporkan pada ibu." Kataku.
"Kenapa dengan Kenny?"
Musik masih mengalun, keriangannya sedikit menaikkan mood sehingga aku membahas masalah Kenny dengan lebih santai daripada yang kukira.
"Aku pergoki ada perempuan lain, tetapi dia bilang masih cinta dan ingin menikahiku."
Ibu berhenti menari. Kedua tangannya menangkup kepalaku.
"Kamu sudah pastikan mereka bukan sekedar teman atau hubungan kerja?"
Aku mengangguk tanpa menjelaskan secara detil apa yang telah kualami, aku tidak ingin ibu dan Farina melihat Kenny dengan cara berbeda jika mereka tahu apa yang dilakukannya.
"Dia mengaku bersalah, katanya khilaf."
"Jangan sia-siakan dirimu." Kata Farina yang masih berbaring di sofa sambil memejamkan mata.
"Kurasa Laura bisa memutuskan sendiri, mungkin kamu perlu sedikit waktu. Jika kamu meragukannya, tinggalkan saja, tetapi jika kamu sudah yakin bisa membuatnya menjadi pasangan hidup yang setia dan menghormatimu, lanjutkan hubungan kalian." Kata ibu.
Farina terdengar mendengus keras.
"Itu kuncinya, dia tidak menghormati Oray…belum nikah saja sudah dua kali punya selingkuhan." Kata Farina dengan gemas.
Dari dalam kamar terdengar suara Ryan berteriak mencari ibunya. Farina bergegas masuk ke kamar sedangkan ibu langsung memelukku lebih erat. Dua perempuan ini adalah ibu dan adik, mereka menunjukkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, bahkan sampai anak menjadi dewasa seperti aku.
"Aku juga memikirkan mama, dia sangat berharap kami menikah, aku tidak tahu cara mengatakannya… dia terlalu baik dan terlalu tua untuk disakiti hatinya," kataku.
Ibu memelukku beberapa lama sementara musik kesayangannya sudah lama berhenti, yang tertinggal hanya aroma pewangi lantai berbaur dengan telur goreng yang sedang dimasak oleh pembantu di dapur.
"Ibu istirahat, masuk kerja hari Senin saja. aku ngantor setengah hari ada yang harus kutandatangani, sekalian ketemu sama Hendra untuk membahas persiapan peluncuran bukunya." Kataku.
"Okay. Minta Nuggie datang hari ini."
"Oh… ya ampun aku lupa bilang. Faustine hari ini magang di kantor kita. Beberapa hari lalu Tante Detta dan dia datang ke kantor."
Ibu terlihat senang dan mengatakan akan mengundang adiknya untuk makan malam di rumah.
Rencanaku untuk bekerja setengah hari tidak bisa terwujud. Banyak yang harus dikerjakan seharian ini. Aku akan mengatur tim penata buku dan ilustrasi yang akan dikerjakan oleh Nicholas dan Faustine. Nicholas lebih terampil dalam membuat ilustrasi sedangkan Faustine menguasai tata letak buku. Kerja sama mereka berdua harus menghasilkan karya yang menjadi keunggulan kami.
Kupanggil mereka berdua dan kutangtang untuk merancang ilustrasi dan tata letak buku 101 nasi goreng.
"Buku ini harus menampilkan gairah, keceriaan dan membuat orang ingin memasak." Kataku.
"Gunakan daya kreativitas kalian"
"Wakunya berapa jam?" tanya Nicholas. Wajahnya sudah segar karena dia baru beristirahat sehari penuh setelah menyelesaikan proyek buku Hendra dalam waktu 28 jam.
"Kali ini bukan jam, kalian punya waktu dua minggu."
Nic menghela nafas lega.
Nuggie melaporkan tentang Otty yang bekerja di Pt.Printama, pesaing kami tetapi sejauh ini tidak merugikan kami.
"Bagaimana hubunganmu dengan Melli, apakah kamu benar mencintainya?"
Mata Nuggie menatap dalam dan lembut, aku merasakan dia ingin menyampaikan isi hati lewat tatapan mata tersebut.
"Nug."
"Kamu tahu kemana sebenarnya hatiku. Aku sedang berusaha menerima kenyataan."
"Kamu harus adil kepadanya, jangan memanfaatkan kebaikan dan cintanya saja. Jangan main-main dengan cinta." Kataku.
"Oray… aku akan bertanggungjawab terhadap Melli, aku sudah mengatakan kami sedang dalam pengenalan dan penyesuaian. Sekali kami memutuskan untuk meningkatkan status hubungan, aku tidak akan menderai hatinya."
"Aku akan dukung kamu dan berdoa untuk pertumbuhan cinta kalian."
Kugenggam tangan Nuggie dan memberikan sentuhan hangat.
"Bagaimana denganmu? Yakin mau kembali pada Kenny atau memikirkan pinangan dr. Hardy?"
"Fuhhhh… dr. Hardy harus kamu coret, aku sama sekali tidak tertarik kepadanya."
"kalau Kenny bagaimana?"
Itu adalah pertanyaan yang belum dapat kujawab.
"Aku sedang memikirkannya. Btw, ibu minta kamu ke rumah nanti. Baik jika kamu ajak Melli."
"Aku akan datang. Melli lain kali saja. Biar dia konsentrasi pada pekerjaan dulu."
"Okay." Aku menghargai keputusannya.
Pertemuan dengan Hendra berlangsung menjelang tutup kantor. Kami berpengalaman dalam penyelenggaraan peluncuran buku, masing-masing karyawan sudah memahami peran mereka sehingga rapat kali ini hanya memastikan kesiapan masing-masing orang. Dua pendatang baru adalah Nic dan Faustine.
Hendra, seperti biasa datang dengan penampilan yang memikat. Gaya rambut mid-fade membuat dia terlihat bersih dan menampilkan tengkuk serta leher yang kokoh. Senyum dan cara Hendra berbicara menyedot perhatian seluruh karyawan.
"Look at you!" kataku berbisik kepadanya.
"Kenapa denganku?" senyumnya percaya diri.
"Kamu membuat anak buahku terpesona."
"Jadi ini salahku?"
"Tidak. Ini nasib baik bagimu. Bukumu akan jadi best seller. Aku jamin dan aku ingin mengeruk keuntungan dari situ."
"You are smart."
Jessy, Like, Melli berbisik-bisik membicarakan penampilan Hendra sementara Faustine menunduk malu.
Alangkah menyebalkan bila mempunyai kekasih semenarik Hendra, sebab semua perempuan akan memperhatikannya.
Sambil mendengar paparan anggota tim, aku mengintip ponsel. Tidak ada pesan dari Kenny, dari Adiana dan Eric. Aku merasa terabaikan.
Malam harinya aku mengajak Faustine ikut ke rumah. Dia juga bisa menginap. Farina sudah kembali ke rumahnya sore tadi.
Di meja ada ibu, aku, Nuggie dan Faustine. Dengan tutur kata yang teratur dan halus ibu meminta Faustine agar bekerja dengan sungguh-sungguh.
"Tanya kakakmu, meski pun kalian keponakan saya, di kantor tidak diistimewakan." Kata ibu.
Faustine mengangguk dan mengatakan bahwa dia mengerti.
"Kenapa kamu melihat ponsel terus?" tanya ibu kepadaku.
"Nothing."
"Eh… tidak perlu menunggu WA dari Eric, dia sedang sibuk, mereka, maksudku Eric dan Els sedang bertugas di kamp pengungsian di Italia."
"Okay."
Eric dan Els… mengapa aku gelisah dan kecewa. Bukankah sudah jelas bahwa mereka bersama-sama? Aku memikirkan mereka berdua. Apakah cocok melihat Eric berjalan bersama Els?
***