Chereads / Moonlight in Your Arms / Chapter 74 - Otty Menghilang

Chapter 74 - Otty Menghilang

Aku merasa bersyukur setelah mengetahui Nuggie berkencan dengan Melli, setidaknya sepupuku itu tidak akan menggangguku lagi dengan pernyataan cintanya. Hanya dalam tiga minggu kutinggalkan, sekarang hubungan mereka melangkah jauh, sementara hubunganku dengan Kenny mengalami kemunduran.

Nenek menelpon dan mengabarkan bahwa ada satu bungkusanku tertinggal di kamar.

"Nen, itu hadiah untuk nenek tetapi aku lupa memberikannya. Maafkan aku nen." Kataku.

"Aku sudah terlalu tua untuk menerima barang-barang, malah nenek ingin berikan beberapa barang untukmu. Kapan datang lagi?"

Kukira nenek memang kesepian kalau setiap hari sendirian, hanya bersama Mimi, seorang pembantu yang juga sudah berumur.

"Kuusahakan akhir bulan aku datang lagi. Nen, itu isinya vitamin dan sebotol body lotion, supaya kulit nenek awet cantik." Kataku.

Dia terdengar gembira baik mengenai hadiah maupun tentang janjiku untuk datang lagi

Menyesal rasanya ketika menyadari bahwa nenekku tinggal kesepian, menjadi tua dan ditinggalkan, ketika anak-anaknya menikah dan meninggalkan rumah, lalu suaminya meninggal. Tetapi dia tidak pernah mengeluh. Nenek Yulia terhibur bila kami meneleponnya paling kurang seminggu sekali.

Sudah dua hari tidak ada telepon dari Kenny dan juga dari Eric. Aku pun sibuk dalam pekerjaan yang menumpuk, beberapa buku naik cetak pekan ini dan beberapa buku lain sedang dalam tahap editing. Dua hari berturut-turut aku pulang dalam keadaan lelah dan langsung tidur setelah makan malam dan mandi. Ada dorongan kuat untuk menelpon mereka tetapi ada kejadian darurat yang membuyarkan semua rencanaku termasuk rencana ke rumah nenek.

Nuggie mendatangi ruang kerjaku siang itu.

"Ray, Otty menghilang." Katanya dengan wajah panik. Dia berdiri di depanku dan bertumpu dengan kedua tangannya di atas meja.

"Lalu?"

"Dia menghapus semua ilustrasi yang sudah dibuatnya. Tanpa bekas."

Buku yang dikerjakan ada dua dan akan naik cetak hari ini dan besok. Tanpa ilustrasi mustahil kami mencetaknya.

"Maksudmu benar-benar menghilang?"

Aku mengambil ponsel dan menelepon nomor Otty. Operator yang menjawab menyatakan bahwa nomor tersebut tidak terpakai.

"Aku sudah suruh Robby ke rumahnya, ibu kost bilang dia sudah pindah tiga hari yang lalu dan tidak meninggalkan alamat barunya."

Nuggie duduk menghempaskan tubuhnya ke sofa, sedangkan aku menyandarkan tubuh ke kursi. Meminta seseorang untuk membuat ilustrasi baru mungkin perlu waktu beberapa hari sedangkan buku Hendra akan diluncurkan pekan depan. Dia sudah membuat undangan dan memesan tempat lengkap dengan susunan acaranya.

"Buku tentang pasar modal bisa ditunda sebentar, prioritaskan buku Hendra. Apakah bisa mendapat illustrator secepatnya."

"Seperti kataku, ada illustrator freelancer yang sedang kupanggil. Mungkin satu jam lagi dia tiba."

"Good, ajak dia ke tempatku, biar aku ikut bicara," kataku.

"Aku mengandalkanmu, karena biasanya kamu mudah membujuk orang." Nuggie berdiri dan akan meninggalkan ruang. Aku tersenyum mendengar pujiannya di tengah suasana kacau.

"Nug, tapi tidak ada kerusakan yang lain? Apa sudah kamu periksa semua? Juga apakah kamu secara pribadi tidak mengalami gangguan?" aku mulai merasa cemas.

Aku akan minta Jessy memeriksa semua file buku yang sedang dalam proses, surat kontrak dan yang lain, meskipun tampaknya dia tidak punya akses ke sana."

"Okay."

Nuggie berjalan keluar dengan langkah cepat.

Lima belas menit kemudian Nuggie menelepon dan mengabarkan ada lima buku yang sedang dikerjakan rancangan ilustrasinya, dua di antaranya sudah dikirim ke tempat Otty dan arsipnya hilang.

"Oh… anak ini benar-benar…"

"Jangan khawatir, Jessy menyimpan semua naskah. Dia mahir memakai computer, semua tahap editing bisa dilacak kembali di desktop induk. Dia juga menyimpannya secara online."

"Terima kasih untuk kerapian pekerjaan tersebut."

Kepalaku terasa berdenyut-denyut.

Nicholas namanya, baru lulus kuliah dan dia mahir menggunakan aplikasi ilustrasi. Dia duduk di sebelah Nuggie dan tepat di depanku.

"Berapa lama kira-kira kamu perlukan untuk membuat ilustrasi sampul buku dan kira-kira 20 gambar di dalamnya. Kami ingin ala karikatur, sindiran dan lelucon interaksi medsos Hendra." Aku menunjuk naskah buku yang kami maksudkan.

Nicholas membuka halaman demi halaman dan membaca sekilas paragraph yang diblok kuning untuk dibuatkan ilustrasinya.

"Saya bisa selesaikan dalam waktu singkat." Tutur katanya sopan dan dia berbicara serius.

"Berapa lama?"

"Seminggu bisa saya rampungkan." Katanya dengan percaya diri.

"Oh kita tidak punya kemewahan waktu, sehari bisa?"

Mata Niholas membelalak. Warna matanya indah, bagian putihnya terlihat putih, korneanya yang hitam terlihat berkilau. Kuharap dia merawat kesehatan matanya yang menjadi modal untuk pekerjaannya.

"Saya perlu membaca minimal dua kali bukunya, memahami konsepnya dan melihat teks yang akan dibuat gambarnya… itu saja mungkin dua hari." Nicholas menjelaskan.

"Kuberi waktu 28 jam. Tidak lebih."

"Tapi…" dia menggelengkan kepala dengan ragu.

" Honornya tiga kali lipat dari yang sudah dijanjikan Pak Nuggie."

Mata Nuggie dan Nicholas membulat lebar, empat pasang mata itu menatapku.

"Tidak perlu saya ulang kan?"

Nicholas memandang Nuggie.

"Sanggup? Tawaran yang murah hati."

"ehhh… saat ini rumah saya sedang direnovasi, kalau siang berisik tidak bisa bekerja."

"Kalau begitu kamu bisa bekerja di sini, menginap dan kami sediakan makan tiga kali sehari." Kataku.

"30 jam" dia masih menawar.

"28."

Matanya terus menatapku. Pertanda bagus, sebab aku menatapnya balik dan memberikan dorongan rasa percaya diri untuknya. Nafasnya terdengar berat, aku bahkan mendengar Nuggie menelan ludah.

"Kapan mulainya?" Dia menyerah!

"Terima kasih Nic. Sekarang juga boleh kamu mulai. Pak Nuggie akan menugaskan staf untuk menyiapkan tempatmu dan perlengkapan kerja."

"Ayo ikut saya," kata Nuggie sambil berdiri dari tempat duduknya.

Denyut di kepalaku masih kencang. Nicholas masih sangat muda, dia belum banyak pengalaman sehingga mungkin juga belum mengetahui batas kemampuan maupun kegigihan dan daya tahan tubuhnya sendiri. Aku mesti berjaga-jaga kemungkinan dia selesai dalam 30 jam, kemungkinan ada perubahan dan revisi. Paling tidak ada 48 jam untuk menyelesaikannya.

Belum ada plan C, bila ini adalah rencana B. Kuharap kami tidak memerlukan rencana yang lain.

Nuggie datang lagi dan aku sudah cemas bila dia membawa kabar buruk yang lain.

Di tangannya dia membawa segelas minuman.

"Juice apel dan buah terong belanda." Dia meletakkan gelas tersebut di atas meja kerjaku yang langsung kusambar.

"Tiga kali lipat, kamu tahu berapa itu? Sebab aku sudah memberikan tawaran yang baik untuknya."

"Berapa?"

"Sepuluh juta. Dia akan menerima 30 juta untuk pekerjaan 28 jam. Aku harus mengutuk tanganku yang tidak berbakat untuk membuat ilustrasi." Kata Nuggi sambil membuka kedua telapak tangannya.

"Nanti kamu lihat bahwa 28 itu dia akan bekerja nyaris tanpa istirahat. Bilang Yani untuk memberi makan yang baik dan sehat."

Tiga puluh juta sungguh jumlah yang lumayan untuk Nicholas. Anak bawang.

Biaya buku ini menjadi lebih mahal dari rencana semula dan keuntungannya mungkin tipis. Tetapi aku ingat kepercayaan yang diberikan oleh Hendra ketika memilih penerbitan kami. Lagipula ada nada sinis dalam bicaranya ketika itu yang membuat aku harus menunjukkan bahwa perusahaan kecil kami ini bekerja secara professional dan layak dibandingkan dengan penerbit besar.

Aku tidak ingin melihat senyum sinis Hendra.

Kenny menelepon pada saat yang tidak tepat.

"Laura, sedang apa? Apa kamu tidak merindukanku?"

"Ken aku sedang sibuk. Nanti malam aku yang menelpon. I miss you." Kataku sambil menggerakkan tangan dan mengangguk meski dia tidak melihatku.

Rindu? aku menjadi ragu sebab perasaan itu datang dan pergi.

Nuggi menyipitkan matanya.

"Baiklah, nanti aku tunggu… mmuahhh…" kata Kenny lalu menutup teleponnya.

"Oray… kamu masih bertahan dengannya? Btw pengirim email itu Hardy. Maaf lupa mengatakannya."

"Aku sudah tahu dan sudah bertemu dengannya."

"In that case? You should move on…"

"Sebenarnya aku ingin mencari tempat untuk menyimpan hatiku dan mengambilnya lagi ketika aku siap. Aku benar-benar ingin kosong sekarang." Aku mulai mengeluh.

"Kosong bagaimana?" terdengar suara perempuan dari arah pintu.

"Tante Detta?" aku berseru gembira.

"Mama?" kata Nuggie.

"Hallo kak Ray…" kata seorang gadis remaja di belakang ibunya Nuggie.

"Faustine?" aku dan Nuggie berseru bersama-sama.

Mereka berdua masuk, kami saling berpelukkan dengan erat.

"Sudah berapa tahun kita tidak bertemu dan kamu semakin cantik," kataku kepada adik Nuggie. Aku menelepon Yani untuk membawakan minuman.

"Mama tidak memberi kabar dulu, naik apa tadi?"

Detta duduk dan bibirnya terus tersenyum. Mereka berdua ke kota untuk mengantar Faustine mendaftar beasiswa.

"Ya ampun, kamu sudah lulus SMA ya?"

Faustine mengangguk. Dia terlihat lebih tinggi di usianya, wjahnya eksotis.

"Daftar ke mana?"

Dia mengatakan sedang mengajukan biasiswa untuk melanjutkan Pendidikan seni rupa.

"Selama ini dia belajar ilustrasi memakai komputer ." kata Detta.

Aku dan Nuggi saling berpandangan.

Faustine seakan dikirim Tuhan untuk kami.