Chereads / Moonlight in Your Arms / Chapter 72 - Ketty mengancam

Chapter 72 - Ketty mengancam

Matahari mulai tenggelam. Beratap langit yang berubah-ubah warna dari biru kemerahan, juga sinar matahari yang berkilau keemasan juga semburat jingga di barat daya telah mengaduk perasaan, pikiran dan keberadaanku. Suara burung-burung yang mencari sarangnya dan deburan ombak membawa ketenangan. Aku duduk di atas pasir yang basah yang mengirimkan energi bumi, terasa hangat bagai uap yang mendorong kekuatan-kekuatan negative untuk naik dan keluar melalui ubun-ubun. Kehidupan, cinta, persaudaraan dan permusuhan berlalu Lalang di depanku. Jauh di timur terlihat bintang jatuh pada langit yang pucat. Langit yang memelukku, memberikan hiburan bagi jiwaku yang merana.

Masih terdengar suara burung, angin dan ombak, namun alam seperti kanak-kanak yang mengantuk, membisu dan sebentar lagi terlelap. Kulihat nenek menatap matahari wajahnya terlihat damai, Farina menatap matahari yang sama dengan bibir tersenyum sedangkan Ryan mencipratkan genangan air di atas batu karang datar. Pergantian waktu dari siang ke malam, membawa semua mahluk hidup bersiap untuk beristirahat dan menunggu matahari terbit esok pagi, membuka hari yang baru.

Aku memandang langit luas di depanku, melihat bintang-bintang yang mulai bersinar di kejauhan sambil mengingat kata-kata Kenny "akan kupetikkan bintang-bintang itu untuk menghiasi langit langit kamar kita." Janji Kenny yang selalu kuingat dan kunantikan untuk dipenuhinya.

Semua kenangan indah bersama Kenny muncul di dalam kenangan. Aku berdiri di batas air dan membiarkan ombak datang membenamkan kedua kakiku. Kenny dan kebaikan-kebaikannya yang kuterima selama ini. Rasanya aku tidak ingin mengenang sisi buruknya.

Setelah puas menikmati senja dan berendam di air laut, kami pulang dengan puas meskipun sedikit kelelahan. Tiba di rumah kami semua mandi dengan air panas, makan lalu minum susu panas.

Nenek terlihat sudah lelah dan segera masuk ke kamar tidur.

"Nanti aku menyusul." seruku.

"Jangan tidur terlalu malam." Katanya.

Ronny menidurkan Ryan sementara aku dan Farina mengobrol di ruang tengah. Kuceritakan tentang sikapku kepada Kenny.

"Kamu masih mencintainya meskipun sudah disakiti? Jangan terlalu lemah sebagai perempuan, bagaimana jika kelak kalian menikah tetapi kelakukan suamimu tidak berubah?"

Sebenarnya itu pula yang mengganggu pikiranku mengingat Kenny sudah melakukannya dua kali – yang aku tahu. Sulit membayangkan dua sisi Kenny yang bertolak belakang. Aku mengenalnya sebagai pria yang santun, mengaggumkan dan disegani oleh keluarganya maupun orang-orang di sekitarnya, namun demikian bukti-bukti yang ada sekarang menunjukkan sisi lain Kenny yang menyeramkan.

"Kamu beli tiket baru untuk pulang dan tidak mendapat jawaban dari Kenny?"

Aku terbayang kembali perempuan yang keluar dari kamar di rumah di atas bukit, dadaku terasa tertikam, nyeri, sampai aku tidak mampu menahan air mata kecewa.

"Apa katanya?" Farina pasti melihat wajahku yang berubah sedih serta menahan tangis.

Mulutku kututup rapat-rapar agar tidak membocorkan rahasia kami. Cukup aku, Adriana dan Richard yang mengetahuinya.

"Dia tetap ingin menikah denganku."

"Omong kosong, maksudku apa katanya tentang foto-foto itu?" Farina mendekatkan kepalanya untk mendengar lebih jelas.

"Hmmm dia tidak menjawab tentang foto itu malah balik bertanya

Dari mana aku mendapatkannya."

"Oray apa kamu berani meninggalkannya? Sudah banyak aku dengar cerita seperti ini, pria yang terlihat baik-baik ternyata seks maniak, meniduri murid-muridnya atau gadis-gadis muda yang kagum dan perjaya kepadanya. No love at all!"

Aku bergidik mendengar kata-kata Farina yang vulgar dan kasar. Tetapi dia mengatakan kebenaran. Aku menunjuk malu karena tidak berani jujur kepada diri sendiri, bahwa Kenny bersalah.

"Kamu layak mendapatkan yang lain. Pak dokter Hardy oke juga sepertinya dia memujamu."

"Aku tidak klik dengan Hardy." Kutatap Farina dengan lirikan tajam.

Tetapi aku tidak mengatakan niatku untuk menyakiti Kenny. Farina pasti tidak akan mempercayaiku, sebab selama ini aku dianggap lemah dan selalu tidak sampai hati untuk menyakiti orang lain, apalagi menyakiti kekasih.

"Ha… sebaiknya kita pikirkan tentang ibu dulu," aku membelokkan percakapan.

Mata Farina membelalak dan mulutnya terbuka lebar.

"Ya… ceritakan tentang Jan dan anak laki-laki yang katamu tampan."

"Jan baik kepada ibu, namun dia egosi dalam karirnya sehingga istrinya merana menanti perhatiannya lalu menjadi sinting."

"Hah…."

Kuceritakan ulang kisah Gwen yang kudengar dari Clemence lalu berlanjut pada usul Eric untuk memisahkan ibu dan Jan karena Eric ingin menyatukan kembali kedua orang tuanya.

"Dia sangat mengasihi ibunya. Gwen tinggal seorang diri."

"Wah bagaimana nanti ibu? Bagaimana dia akan memisahkannya. Lucu, biasanya orang tua yang tidak setuju pada pilihan anaknya sekarang ini terbalik." Farna mengomel.

Pada saat itu ponselku mendapat panggilan, tetapi nomornya tidak kukenal. Aku mengabaikannya, tetapi penelponnya mengulang panggilannya. Farina memberi isyarat agar aku menerima telepon tersebut.

"Apakah ini Laura? " Suara seorang perempuan bertanya dari seberang telepon. Aku membenarkannya dan dia memperkenalkan disi sebagai seseorang bernama Ketty.

Darahku mengalir lebih cepat ketika mendengar perempuan itu menyebut namanya. Perempuan itu, yang berlipstik merah dan rambut bercar coklat muda. Aku tidak akan melupakan wajahnya.

"Apakah kita saling kenal?" aku berpura-pura.

"Kita pernah bertemu di Pulau Bunga, di rumah Pak Kenny yang baru, di atas bukit."

Tentu aku ingat.

Perempuan ini jelas akan memberi masalah kepadaku dengan meneloponku secara langsung. Aku harus mempersiapkan diri untuk mendengar yang terburuk.

"Kamu…" kataku pelan, mengulur waktu.

"Ya, ini aku"

"Ada apa meneleponku?"

"Aku mengingatkanmu , Pak Kenny adalah laki-lakiku, kami saling mencintai jadi tolong

jangan ganggu dia lagi." Suara perempuan itu terdengar melengking memberi denging di telinga.

Aku menjadi jengkel dan tertantang.

"Mengganggu?"

"Iya… jangan datang lagi ke Pulau Bunga atau jangan menemuinya. Dia milikku."

"Apakah kamu tidak salah? Kamu yang menyelinap dalam hubungan kami." Jawabku. Farina memberi isyarat padaku untuk menghidupkan speaker agar dia bisa ikut mendengar percakapan kami.

"Hahaha… he orang kota, Kamu lucu! Aku sudah lebih dulu bersama Pak Ken, kamu yang datang mengganggu sehingga Pak Ken menerimamu menginap. Perempuan tidak tahu adat, tidak tahu malu! Cis!!"

"…"

Perempuan itu masih mengeluarkan sumpah serapahnya kepadaku yang disebutnya jalang, merebut pacar orang.

"Pak Ken mencintaiku dan mengejar aku." Tulisnya.

"Maaf saya tida ada urusan denganmu."

Aku akan mematikan telepom tetapi Ketty mengirim foto-foto dirinya saat bersama Kenny ,yang membuatku duduk lterkulai.

"Foto ini akan menyebar jika kamu berani mendekati Pak Kenny."

Itu foto-foto intinm mereka di dalam kamar tidur."

"Kamu mengancamku atau mengancam Kenny ?"

" Pak Ken milikku. Jangan berani mendekatinya atau dia akan hancur karirnya."

Aku segera memblokir nomor Ketty dan melempar ponselku ke kursi.

Farina mengambil ponselku dan membukanya. Dia melihat foto-foto itu dan matanya membelalak.

"Sebaiknya kamu tinggalkan Kenny."

Aku mengembuskan nafas sambil menggelengkan kepala.

"Tidakkah kamu lihat, perempuan itu menjebaknya." Kataku.

Farina duduk di sebelahku lalu memelukku erat-erat.

"Oray, kamu pasti sangat mencintainya…"

Aku mengangguk dan membalas pelukkannya. Dalam hati kutambahkan, sekarang aku tidak lemah lagi. Aku ingin Kenny sadar bahwa memilihku adalah tindakannya yang paling tepat.

Aku mengambil ponsel dari tangan Farina lalu menghapus semua foto-foto mesum Kenny dengan Ketty karena tidak ingin gambar tersebut menyebar.

Pada saat itu aku melihat pesan dari Eric yang belum kubuka.

"Laura, aku melihat kamu wajahmu kelelahan, kurang tidur dan kurang makan. Jagalah kesehatanmu. Di dunia ini banyak anak yang tidak bisa makan karena tidak ada makanan yang bisa dijangkau. Kamu punya makanan dan kesehatan yang baik. Makanlah yang cukup dan teratur."

Kutunjukkan foto Eric dan pesan terakhirnya kepada Farina.

"Ini bakal kakak kita. Eric."

"Ah… apa bapaknya juga setampan ini?" tanya Farina.

"Ya tidak beda jauh."

"Pantas ibu jatuh cinta kepadanya."

Farina memintaku membalas pesan Eric dan mengirim salam untuknya.

"Ibu banyak bercerita tentang kita sehingga Eric sudah merasa akrab sebelum berjumpa denganmu."

Kuceritakan tentang sikapnya yang menjengkelkan pada saat baru bertemu.

"Ternyata dia baik dan penuh perhatian. Dua kali aku dirawat olehnya." Mataku menatap kosong membayangkan saat-saat bersama Eric.

"Menurutmu apakah Ibu dan ayahnya bisa jadi?"

"Mereka saling menyukai, namun aku tidak tahu kelanjutannya."

Aku meminta Farina ikut menjemput ibu saat beliau pulang hari Kamis.

"Menginap di rumah, pasti banyak ceritanya. Sekalian ambil buku-buku rajut."

Aku teringat topi dan selenjadang rajutan Eric.

Mengapa Eric selalu terkenang?

Aku mencoba menepis perasaanku kepadanya. Tidak pantas untuk tertarik pada Eric karena dia akan menjadi anak tiri ibuku.

Namun sosoknya dengan rambut acak-acakan, hidung tinggi serta senyumnya yang lebar dan memperlihatkan gighi seri sebelah kanan yang kedudukannya tidak sempurna. Tiba-tiba aku merasa bersalah sebab menyukainya. Di rumahnya malam itu, ketika dia menciumku, apa saja bisa terjadi apabila aku tidak menghentikannya dan menamparnya. Eric langsung meminta maaf.Sejak itu kami saling menjaga jarak dalam setiap pertemuan. Aku tidak suka ketika melihat Els bersama Eric.

***