Chereads / Moonlight in Your Arms / Chapter 68 - Bisikan di kepala

Chapter 68 - Bisikan di kepala

Tetapi angin dingin seperti berputar kembali. Di dalam pesawat aku tidak menangis seperti yang dulu melainkan merasakan tubuhku seperti berputar dan berputar mengocok isi kepala dengan pikiran yang melompat-lompat.

Aku mencintai Ken, aku ingin bersamanya sepanjang hidupku, tidak peduli sebanyak apa Ken berkhianat, aku masih mencintainya. Apakah normal bagi pria untuk bersetubuh dengan banyak perempuan lain tetapi memberikan cinta kepada satu orang perempuan? Tentu saja tidak, jawabku. Hei… harusnya aku tanyakan ini kepada laki-laki. Siapa yang bisa membantu menjawab? Eric, karena dia laki-laki dan dia dokter. Aku mengajak putus tetapi Kenny menampiknya dan tidak ada orang lain yang mengetahui bahwa kami putus. Saat turun dari pesawat aku melihat pesan-pesan WA dari Kenny yang isinya seolah-olah kami baik-baik saja.

"Honey, kalau kamu buka pesan ini berarti kamu sudah mendarat dengan selamat. Jangan pernah lupa bahwa aku mencintaimu, tidak ada orang lain yang mencintaimu sebesar aku."

Kenny benar. Selama ini tidak ada pria yang mengejarku dan terlihat tergila-gila kepadaku. Aku menyalakan camera handphone untuk melihat wajahku sendiri. Perempuan berumur 20-an akhir, wajah biasa saja, kepinteran biasa saja dan kekayaan juga biasa saja. Nathing special. Nuggie mengatakan cinta kepadaku karena dia berambisi menguasai perusahaan penerbitan milik keluarga. Jelas sekali sikapnya, dia juga punya beberapa perempuan tetapi mengatakan ingin menikahiku. Astaga! Mengapa aku baru menyadarinya. Lalu apa motivasi dr. Hardy?

Kubuka pesan Ken yang lain. "Laura, come back to me…aku ingin kamu menemaniku setiap hari, tolong bantulah aku. Aku juga tidak ingin seperti ini. I am crazy need you."

Mari kita bermain-main, aku akan membuatmu memujaku lebih gila lagi dan kamu benar-benar tidak bisa lepas dariku... aku ingin kamu merasakan sakitnya. sakit yang pernah kurasakan waktu itu dan sakit yang sekarang menderaku. Pikiran ini membuatku tersenyum kemudian membalas pesan Kenny.

"Hello Ken, aku mendarat dalam udara cerah dan berangin, rasanya aku bersemangat hidup dan akan menjalani kehidupan yang tidak membosankan.

Tidak terlalu lama Kenny sudah mengirim jawaban.

"Ajak aku bersamamu."

"Bener? Yakin mau?"

"Jangan biarkan aku menunggumu lebih lama."

"Oke. Asal tahu konsekuensinya."

Kumatikan handphone dan memasukkannya ke dalam tas. Koporku sudah muncul di conveyor, besar dan berat.

Aku tidak memberitahu Nuggie dan Pak Jo untuk menjemput, bahkan mereka tidak tahu aku pulang hari ini. Aku memanggil taksi sambil menyeret koper besar dan pulang.

Setelah mandi dan segar, aku berbaring di tempat tidur untuk istirahat. Di rumah seorang diri seperti ini sungguh mendukung kebutuhanku saat ini. Aku menelepon Nuggie dan mengatakan akan masuk kerja besok lusa. Aku tidak bilang bahwa aku sudah di rumah.

Keputusanku sudah bulat dan aku akan menyusun rencana untuk menjalankannya.

Kutatap bayangan tubuhku dan wajahku sendiri di depan cermin. Nyaris aku tidak mengenali sosok di depanku. Wajahnya pucat, matanya bulat lebar dan

Sorot mata yang licik, sedangkan bibirnya tersenyum tipis dengan sedikit terangkat ke kiri.

Siapakah kamu? Siapa? kamu siapa?siapa….siapa… kutanya berkali-kali tetapi jawabannya terlalu lemah untuk kudengar.

Terlihat air mata yang menitik dan menggelincir di pipi.

"Aku Laura yang baru…" kataku perlahan.

"Laura siapa?"

"Laura yang mencintai Kenny, Laura yang dikhianati Kenny berkali-kali…"

"Apakah menyakitkan?"

Bayanganku mengangguk.

"Tidak apa-apa, sebentar lagi rasa sakit itu akan hilang."

Aku tidak sadar ketika berjalan naik ke tempat tidur dan tertidur cukup lama hingga terjaga pada tengah malam.

Kubuka handphone dan melihat ada banyak pesan yang masuk tetapi aku memilih pesan dari Eric.

"Halo, bagaimana hari ini? Kuharap kamu baik-baik di sana."

"Broer… aku perlu bantuanmu." Aku membalas pesannya. Dia tidak segera menjawab.

Serangan itu datang lagi tetapi aku tidak ingin memikirkannya sebelum aku mendapat bantuan dari Eric.

Aku merasa haus tetapi tidak lapar. Aku ke dapur untuk minum dan membawa sebotol air ke dalam kamar.

"What's up?"

"Aku tidak tahu… ada bisikan-bisikan di kepalaku, aku tidak suka tetapi semakin sering datang."

"Laura? Dimana kamu?"

"Di rumah, di kamar. Help me Eric, kepalaku sakit, suara-suara itu semakin sering datang."

Eric memanggilku dengan video call.

"Hallo…"

"Astaga Laura, nyalakan lampu, walau sedikit. Kamu berada di ruang gelap gulita begini?"

Aku tidak tahu bagaimana menyalakan lampu, kakiku terasa lemas dan suara-suara itu semakin gencar, terasa ada di dalam kepalaku.

"Darling; Laura, bisa mendengarku?" Suara Eric terdengar jauh dan aku tidak bisa mengikuti kalimat-kalimat selanjutnya tetapi aku tahu ada suara Eric di balik suara bisikan lain.

Tiba-tiba aku mendengar suara musik dan teriakan Eric.

"Laura… apa bisa mendengar?"

"Eric."

"Syukurlah. Jangan tutup teleponnya. Dengarkan aku. Laura, aku akan menemanimu. Jangan berpikir yang lain tetapi dengarkan aku. Kamu akan baik-baik, apakah kamu percaya kepadaku?"

"Aku ingin bersamamu, sekarang." Kataku. Aku ingin ada seseorang yang kupercaya untuk duduk bersamaku.

"Aku bersamamu sekarang. Coba nyalakan lampu kamarmu, bisa?"

"I don't know…"

Eric memintaku memejamkan mata dan bernafas pelan-pelan, menghirup nafas lalu mengeluarkan nafas. Terdengar suara nafas Eric dan dia memintaku mengikutinya.

"Sekarang pelan-pelan kamu ingat di mana skaklar lampu kamarmu? Coba nyalakan lampunya."

Aku mengangguk dan berjalan dalam gelap untuk menyalakan lampu. Seketika ruangan menjadi terang.

"Lihat aku di layar telepon."

Kutemukan Eric di situ. Dia tersenyum.

"Laura… kamu akan baik-baik. Apakah bisa mengambil air putih? kamu perlu minum."

"Jangan tinggalkan aku." Kataku sambil berjalan ke dapur untuk mengambil minum, tetapi saat itu aku melihat gelas air berada di atas meja. Aku meminumnya.

"Jika kamu terbangun setelah mimpi buruk dan mendengar suara-suara, minumlah lalu nafas teratur dan pelan seperti tadi."

Aku memandag matanya yang berwarna coklat dan teduh.

"Mengerti Laura?"

Aku mengangguk.

"Bagaimana harimu? Tampaknya kamu lelah. Mau mendengar aku menyanyi?"

Suara-suara tadi sudah menghilang dan terjadi suasana yang hening. Aku memandang mata Eric, my big brother.

"Kapan pun kamu ingin bercerita, aku akan siap mendengar." Katanya.

"He cheating on me. I hate him…" aku bisa menangis setelah mengucapkannya. Aku tahu Eric mendengarnya dan aku ingin dia menghiburku, tetapi dia membiarkanku menangis.

"Laura, you'll be alright. Untung kamu tahu sebelum pernikahan berlangsung." Terdengar Eric mengeluarkan nafas berat.

"Aku harus bagaimana?"

"Istirahat, dengarkan musik, lakukan hobimu. Jangan membuat keputusan apa pun."

"Tetapi aku sudah membuat."

Aku teringat keputusanku siang tadi, pikiran yang cemerlang. Aku akan membuat Kenny semakin tergila-gila kepadaku. Aku akan mengubah penampilanku dan menggodanya. Aku pasti bisa menaklukkan Ken lalu membuatnya merana.

"No, you don't. Laura kamu dalam keadaan marah dan kesal juga bersedih jangan melakukan apa pun yang kelak dapat kamu sesali."

Aku tidak mengerti jalan pikiran Eric, dia berpihak pada Kenny sekarang. Rupanya sebagai sesama laki-laki, mungkin mereka bersekongkol.

"Aku lelah, mau tidur."

"Laura…" aku menutup teleponnya lalu merapikan bantal dan tidur tengkurap.

Telepon kembali berdering, Eric yang memanggil.

"Mau yang serem atau lucu?" tiba-tiba Eric bertanya setelah telephone terhubung.

"Lucu." Jawabku.

"Lucu ya… umm tadi pagi aku mengalami banyak hal konyol. Pertama setelah tiba di rumah sakit baru menyadari, pakaian dalamku terbalik, sepatuku tidak sepasang. Dan tadi seseorang melemparku dengan buku saat kami duduk dalam satu meja baca.

"Tutup mulutmu." Kata perempuan itu setengah berteriak.

"Kenapa dia lakukan itu kepadamu?" tanyaku.

"Karena… karena aku membaca dengan bersuara dan mengetukkan pena ke atas meja."

"Oh bagaimana kamu menjadi tidak focus? Seperti bukan dirimu?" aku berkomentar dan tersenyum kepadanya.

"Memikirkanmu, ibu bilang kamu pergi ke kampung halaman nenekmu, tempat kamu bertemu sepupu jauh"

"Eric… terima kasih."

"Untuk apa?"

"Aku menjadi tenang dan mengantuk."

"Tidurlah. I always here if you need me."

Pria ini tipikal orang yang percaya diri, tetapi aku sangat mengantuk, mataku terpejam beberapa detik dan melihat Eric di ponselku. Dia tersenyum sementara tangannya mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Sweet dream, sweet heart."

***