"Hmm pria dewasa," jawabku. Ada perasaan yang mengganjal. Dadaku terasa sakit dan aku tidak memahami apa yang kurasakan ini, antara marah, kecewa, sedih dan tersisih. Mungkin aku yang salah memahami sikap Eric. Kukira dia memberi perhatian kepadaku dan telah menggoyahkan perhatianku kepada Kenny. Aku berharap pada Eric apalagi sikap Clemence yang mencoba membuatku tertarik kepada Eric.
Aku kecewa melihat Eric bersama perempuan lain, mereka berdua di kamar dan Eric keluar dari kamar mandi setengah telanjang. Tidak perlu penjelasan lain aku sudah mengerti apa yang terjadi. Suasana di kamar menjadi canggung karena Clemence membisu. Kami duduk berjarak, aku di sofa sedangkan Clemence di atas karpet di dekat cermin. Dia memperhatikan wajahnya di cermin serta mengatur bulu matanya.
"Sebaiknya kita mandi sekarang atau setelah makan?"aku bertanya basa-basi karena tidak tahan dengan suasana yang senyap.
"Mandi mungkin bisa membuatmu lebih segar." Kata Clemence tanpa mengalihkan tatapannya ke cermin.
"Okay…" aku langsung berjalan cepat masuk ke kamar mandi. Kunyalakan pancuran dengan air panas dan mandi berlama-lama. Aku merasa bersedih tetapi tidak ada air mata yang keluar, sebab aku mengeraskan hatiku sendiri. Eric bukan siapa-siapa, dia pria dewasa dan dia punya hak untuk menjalin hubungan dengan siapa pun. Aku terlalu peka dengan membayangkan Eric menyukaiku. Tatapan matanya, pesan-pesan yang dikirimnya, topi rajutnya… apakah semua tidak ada artinya? Apakah dia memperlakukan perempuan lain seperti itu?
Eric tidak harus menjelaskan apa-apa kepadaku. Hahhhh bahkan aku selalu mengatakan akan menikah dan sudah bertunangan, mengapa aku menjadi konyol seperti ini.
Setelah mandi aku mencari baju ganti di koper. Semangatku hilang. Aku tidak lagi ingin memakai gaun malam atau pun berhias. Aku tidak perlu tampil menarik, tidak ada laki-laki yang kutarget untuk mengagumiku.
Aku memilih loose dress berbahan rayon dan sneakers yang kupakai tadi siang. Rambut yang masih setengah basah lantaran aku tidak mengeringkannya dengan sempurna, kubiarkan tergerai. Aku tidak memakai tata rias melainkan hanya mengoleskan cream pelembab kulit dan memakai lip balm – pemberian Eric. Oh… kenapa selalu terkait Eric?
"Kita makan di luar atau di hotel? Kalau di hotel tidak perlu topi, coat dan sarung tangan." Kataku.
"Jan barusan menelepon kita ditunggu di lantai dua." Jawab Clemence.
"Apakah masih ada waktu untuk kamu mandi ?"
"Nanti saja. Yuk kita turun." Clemence mengambil tas dan memasang sepatu. Aku mengikutinya keluar kamar. Di Lorong aku melihat pintu kamar Eric dan memikirkan apakah dia akan bergabung untuk makan malam dengan kami.
"Dia…um sudah tahu?" tanyaku. Clemence mengangguk.
"Tadi dia singgah ke kamar saat kamu mandi."
"Okay."
Clemence mencengkeram pundakku saat kami berada di dalam lift. Aku menoleh dan memberinya senyuman untuk membuat dia mengetahui bahwa aku baik-baik saja.
"Laura, aku yang mengajak ke Brussel, kukira semua akan baik, maaf ya."
Bisik Clemence.
""Hei, tidak ada yang salah, aku menikmati perjalanan kita ini," kataku sambil memegang tangannya.
Pada saat tiba di restaurant, kulihat Ibu, Jan, Eric dan temannya sudah duduk bersama. Eric berdiri ketika kami tiba. Aku dan Clemence duduk bersebelahan, di seberang kami adalah Eric dan teman wanitanya. Ibu di sebelah kiri Eric sedangkan Jan di sebelah kananku.
"Laura, Clemence, kenalkan ini Els, temanku." Kata Eric. Aku mengangguk kepada Eric dan tersenyum kepada Els. Dia bertubuh langsung, cenderung kurus dengan rambut super pendek.
"Hi…" sapaku singkat.
Jan meminta kami berdua memesan makanan, sementara mereka berempat sudah memesan.
"Kami memesan makanan untuk dinikmati bersama, tetapi mungkin kalian ada ingin yang lain," kata ibu sambil men yebut beberapa masakan yang telah mereka pesan.
"Kurasa aku cukup dengan itu." Kataku.
"Ya… cukup," kata Clemence juga. Kami tinggal memesan minuman. Aku memesan earlgrey sedangkan Clemence memilih martini.
Sambil menunggu makanan kami mengobrol tentang Belgia, makanannya, museum-museum dan patung-patung terkenal dan tentu saja bird an coklatnya. Sekali dua kali aku bentrok mata dengan Eric, selanjutnya aku sengaja menghindari kontak mata dengan Eric yang duduk di depanku. Aku tidak sanggup menatap matanya, sebab ada daya pikat yang membuatku ingin bertahan lama memandangnya, tetapi di saat ini aku sungguh-sungguh tidak ingin melihatnya. Aku ingin melupakan perasaan senang yang beberapa hari ini kualami setiap mengingat Eric.
Jan mengajakku bicara tentang tanaman dan anthurium yang kemarin kubeli.
"Aku baru sadar, ada tanaman maskulin yang disukai pria…" kataku kepada Jan.
"Kamu benar. Aku juga tidak menyadari selama ini, bahwa ada beberapa tanaman juga bunga yang disukai laki-laki, misalnya tentu saja aku tidak suka bunga daisy tetapi aku suka sun flower," kata Jan.
Jan menjadi teman bicara yang menyenangkan sehingga aku bisa teralihkan dari pikiran terhadap Eric.
Hidangan telah tersaji dan aku masih berbicara dengan Jan sedankan Eric berbicara dengan Clemence dan Els, sesekali ibu terlibat dalam percapakan mereka.
Aku mengambil salad, dan memakan buah tomat dan olive kesukaanku. Kulihat ada daging panggang, ayam goreng tepung, cumi-cumi panggang, ikan hering dan beberapa hidangan lain, tetapi aku kehilangan selera makan sehingga membiarkan piringku hanya terisi salad yang kunikmati pelan-pelan.
"Ceritakan apakah kamu sering menerima rangkaian bunga?" tanya Jan tiba-tiba. Aku hampir tersedak ketika mendengar pertanyaan tersebut karena teringat pada kiriman bunga dari dr. Hardy. Ibu mendengar pertanyaan Jan.
"Baru-baru ini Laura menerima kiriman lebih dari 200 tangkai mawar merah." Kata ibu.
"Hoho… pasti menyenangkan? Apakah kekasihmu yang mengirim?" tanya Jan.
"Bukan." Kataku sambil menggelengkan kepala.
"Seseorang yang memujanya. Setiap hari mengirim bunga di kantor atau di rumah." Kata ibu sambil mengedipkan mata.
"Hebat Laura, orang itu pasti memujamu. Kamarmu penuh bunga dong?"
"Aku membuangnya atau memberikannya kepada orang lain." Jawabku.
"Wah sayang sekali. Bagaimna 200 tangkai mawar dikirimkan?" tanya Els.
Aku tidak tahu harus menjawab bagaimana dan menyesali sikap ibu yang memulai membicarakan tentang kiriman bunga ini.
Pluk!
Tiba-tiba Eric meletakkan beberapa potong daging panggang ke dalam piringku.
"Hey… aku tidak ingin ini." Kataku dengan melihat piringku.
"Kamu harus makan supaya kuat." Kata Eric. Dia yang meletakkan daging ke piringku. Aku mengangkat wajah dan mata kami bertatapan.
"Eat!" tangannya mengulurkan garpu berisi sepotong daging, tepat di depan mulutku.
Aku menggelengkan kepala.
"Tidak baik menyisakan makanan di piringmu, kata Paus Fransiskus, berarti kamu mencuri makanan orang miskin." Eric bahkan menambah makanan lain, kali ini cumi-cumi.
"Eric, cukup, kamu yang harus memakannya," kataku sambil memandangnya. Mata itu… mata itu menatapku lurus … aku benci ini, mata itu menundukkanku. Aku tidak bisa membantahnya.
Aku menunduk dan mengembuskan nafas, lalu pelan-pelan memakan hidangan di piringku.
Sampai akhir makan malam aku tidak lagi memandang Eric. Aku benci suasana ini
Selesai makan malam Clemence dan aku langsung kembali ke kamar, , sementara Eric keluar bersama Els sedangkan Jan dan ibu menuju ke kedai kopi untuk bertemu dengan teman Jan.
"Kurasa Eric ingin menjadi kakak bagimu." Kata Clemence.
Aku mengangkat bahu. Jika percakapan seperti ini dilakukan beberapa hari yang lalu, mungkin reaksiku berbeda.
Baru saja aku masuk ke kamar dan Clemence sedang mandi, ketika teleponku berdering.
"Hai Richad, tumben?" kataku. Sudah lama dia tidak meneleponku.
"Laura, kamu di mana? Sibuk? Bisa bicara sebentar?"
Suara Richard terdengar terges-gesa.
"Silakan, aku mendengarkan."
"Laura… apakah hubunganmu dengan Kenny baik-baik?"
Pertanyaan Richard membuatku waspada, karena dia bertanya pasti ada alasannya. Apa yang terjadi dengan Kenny? Apakah hubungan kami baik-baik saja. Perasaanku tergugah, aku ingin berada di dalam pelukan Kenny.
"Kenapa dengan Kenny? Aku sudah lebih dari seminggu berada di Belanda, tetapi Ken mengetahuinya." Aku menjadi berdebar-debar.
"Laura… kamu harus berbuat sesuatu… aku cemas kejadian lama terulang." Kata Richard.
"apa maksudmu?"
Kejadian lama seperti apa? Apakah Kenny akan menikahi perempuan lain? Foto-foto itu… siapa dia.
Terdengar pintu kamar diketuk. Aku berjalan untuk membukanya.
"Apa yang terjadi dengannya?" aku bertanya sambil membuka pintu. Terlihat Eric di depan pintu. Aku membuka pintu lebih lebar.
"Cepatlah datang ke pulau.. aku sangat cemas." Kata Richard.
"Apakah ada perempuan lain?" aku memberanikan diri bertanya, sementara aku juga memberi isyarat kepada Eric untuk masuk. Dia masuk dan menutup pintu, lalu berjalan dan duduk di kursi. Aku melanjutkan percakapan dengan Richard dan duduk di karpet di depan nakas.
"Belum bisa dipastikan, tetapi … um."
"Richard… mungkin aku tahu… seseorang mengirim foto-foto…"
"Laura… apakah kamu juga melihatnya? Tapi aku tidak mempercayainya…"
Aku terkulai dan menelungkup. Rasanya dadaku seperti tertusuk pisau berkali-kali. Richard melihat foto-foto yang sama. Terdengar Richard berteriak memanggilku.
"Maaf, nanti aku telepon lagi." Kataku.
It is too much… too much… pikirku sambil mematikan telepon dan menelangkup di tempat tidur. Air mataku tidak keluar, tetapi hatiku terasa menangis… apakah Kenny tidak bisa bersabar? Apakah dia tidak setia dan tidak bisa dipercaya? Uh… siapa laki-laki yang bisa dipercaya. Telingaku mendenging dan kepala terasa berat, tetapi aku sadar ada Eric di sini dan pintu kamar mandi terbuka. Clemence menegur Eric, lalu sunyi.
Setahun yang lalu aku sudah tenang dan melupakan Kenny, tetapi ketika dia mengundangku ke Pulau Bunga kemudian melamarku, aku dengan cepat menerima dan memaafkan pengkhianatannya. Aku ingin kami memetik bintang-bintang lambang impian dan menempelkannya di langit-langit kamar… rumah putih di atas bukit. Mungkin semua itu adalah gambaran keinginanku…
Aku mencintai Kenny dan berharap untuk menjadi istrinya, menjadi ibu dari anak-anaknya, aku mencintai mama juga dan bersedia merawatnya… namun siapa perempuan itu? Apakah jika seorang pria pernah tidak setia maka dia akan selamanya tidak mampu menjaga kesetiaannya? Mengapa dulu dia menikahi Marin? Pertanyaan itu muncul kembali.
"Laura…Laura…" Clemence menarikku ke dalam pelukannya.
"Astaga, tubuhmu dingin…" seru Clemence. Aku menggigil.
"Aku bersamamu… sadarlah Laura!" Clemence menepuk pipiku. Kulihat bayangan Eric yang mendekat lalu mengangkat tubuhku dan membaringkanku di tempat tidur.
Selanjutnya menjadi gelap.