Tak lama, makanan datang. Mayang memesan Bistik. Sedangkan untuk Daud, nasi dan juga sate kambing.
"Kok pesannya beda, Bu?"
"Katanya terserah." Mayang dengan cueknya. Sengaja sate kambing, supaya lebih menambah stamina. Astaga, pikiran Mayang tidak henti-hentinya mengarah ke sana kalau bersama dengan Daud.
Namun, meski begitu Daud memakannya dengan lahap. Mayang yang memperhatikannya kenyang sendiri. Jelas Daud adalah pria yang suka makan. Tubuhnya yang besar membutuhkan tenaga yang besar juga.
Mayang tidak mengajak ngobrol Daud sampai pria itu selesai makan. Gila! Dua porsi. Apa karena ini terbawa emosi dengan telefon tadi?
Setelah membiarkan beberapa saat, nasi turun. Daud seperti melempar elpiji kepada Mayang.
"Saya putus dengan Riyanti, Bu."
Mayang mengangga. Tidak percaya.
Daud menghembuskan nafas berat .
Mayang tidak tahu mau bicara apa. Yang jelas ini sesuai dengan harapannya. Putus dengan wanita murahan itu. Yang menandakan bahwa posisi Daud sekarang single. Tanpa ada seorang pun yang memiliki.
"Kok bisa putus? Katanya mau memperjuangkannya?" Mayang tidak boleh terlihat gembira mendengar berita ini.
"Panjang ceritanya, Bu. Ini bukan soal perbedaan keyakinan sajaa. Intinya, kita sudah tidak mungkin meneruskan hubungan ini lagi. Kakak Riyanti yang perwira sudah mewanti-wanti saya. Kalau sampai saya masih mendekati Riyanti, maka mungkin saja dia akan mencelakai saya. Menembak saya dengan senjatanya. Meskipun, saya sama sekali tidak takut ancamannya. Mau berantem ayo. Mentang-mentang pangkatnya tinggi, seenaknya mengancam orang.
'Orang seperti Daud, jangan diintimidasi, karena dia bisa nekad.' Begitu Mayang membatin dalam hati. Perwira itu salah kalau mengancam Daud.
"Sampai detik ini saya masih mau memperjuangkan Riyanti. Apapun akan saya lakukan, bahkan bertaruh nyawa sekalipun. Tapi, kembali ke keadaan yang tidak bisa dipaksakan. Saya tidak mau Riyanti sampai tertekan batin kalau terus-terusan melihatku bersiteru dengan kakaknya yang perwira itu, apalagi saya sempat mendengar kalau ayah dari Riyanti memiliki riwayat penyakit jantung. Daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka saya lebih baik mengalah untuk sekarang, tapi saya tidak akan menyerah."
Mayang memperhatikan Daud dengan penuh kekaguman. Perkataannya tulus dan tegas. Tidak dibuat-buat. Sampai-sampai mau mengorbankan nyawa hanya demi wanita. Betapa beruntungnya Riyanti yang diperjuangkan mati-matian oleh Daud.
Meskipun Daud terlihat emosi, tapi dia tidak keburu nafsu. Pemikirannya yang matang mempertimbangan baik-buruknya. Sangat bijak dan dewasa sekali. Tuhan, tolong sisakan satu untukku, pria seperti Daud, atau buatlah keadaan mendukung supaya aku bisa berjodoh dengan Daud.
"Sabar. Semua permasalahan pasti ada jalan keluarnya."
Daud menatap lekat-lekat Mayang, membuatnya gelagapan.
"Beban saya terlalu berat, Bu. Ibu tolong bantu saya."
"Emangnya apa yang bisa saya bantu?"
Mayang sempat-sempatnya berpikir kalau Daud akan mengajaknya bersenggama. Efek dari sate kambing dua porsi. Pasti keperkasaan Daud sedang tangguh-tangguhnya sekarang. Tak sabar ingin melampiaskan untuk menghilangkan beban.
"Temani saya liburan ke Bali."
Mayang menghela nafas dengan bebasnya setelah merasakan dadanya sesak. Pikiran Mayang sudah kejauhan. Ranjang. Ranjang terus. Padahal dari gesture pria ini sama sekali tidak mengarah ke sana.
"Emangnya rencananya kapan?"
"Terserah Bu Mayang."
Mayang berpikir sejenak. Kebetulan seminggu lagi, dia sudah resign dari pekerjaannya di bank. Yang artinya dia akan memulai kehidupannya sebagai pengelola dari sebuah restoran besar.
Tepat ketika Mayang hendak menjawab, tiba-tiba muncul seorang pria dari arah samping.
"Woi! Ketemu sama cecunguk satu ini." Pria itu melemparkan tangannya yang langsung disambut oleh Daud. Tampak akbrab sekali mereka.
"Ngapain disini, Nyet." Daud memanggil pria itu dengan julukan Nyet, alias Monyet. Memang pertemanan pria itu santai. Suka mengejek di depan, hanya untuk keakraban. Beda sama cewek, Akrab di depan, tapi mengejek di belakang.
"Lagi nganterin mama belanja. Lama banget. Makanya aku milih ke sini. Eh, enggak tahunya ketemu kamu."
"Oh iya, perkenalkan ini Bu Mayang, teman kosku."
"Hah? Teman kos?" Pria itu mengernyit dahi. Alis yang tidak terlalu tebal itu tampak naik sebelah keheranan.
"Iya, beliau ini ngekos di sebelah kamarku." Daud memperjelas. Cara Daud memperkenalkan Mayang juga sopan sekali.
"Saya Ryan, teman dealer Daud."
"Mayang."
Tidak ada menjabat tangan, karena Mayang yang mengatupkan kedua tangannya. Daud saja tidak pernah menjabat tangannya, apalagi orang lain.
"Cantik banget ini, aku kira tante kamu." Ryan berbisik yang terdengar jelas oleh Mayang. Seketika, Mayang langsung berpikiran buruk dengan pria satu ini. Meskipun perawakannya hampir sama dengan Daud, malah terlihat lebih berotot Ryan, tapi Mayang tidak suka dengan sikapnya yang bar-bar. Duh, padahal Daud sudah berubah menjadi lelaki baik, hancur sudah kalau lama-lama dekat dengan Ryan.
"Bukanlah, ngaco kamu."
"Pasti janda kan?" kejar Ryan. Terlihat pria itu sedikit melirik nakal ke Mayang. Wajah Mayang langsung pura-pura tidak melihat. Benar bar-bar. Datang tiba-tiba merusak suasana.
"Jaga sikap, Nyet!" Daud berbisik agak meninggi. Ingin memberitahukan bahwa wanita yang ada di hadapannya ini bukan wanita sembarangan.
"Bu Mayang, teman saya boleh bergabung dengan kita kan?"
Belum sempat, Mayang menjawab. Ryan langsung mengambil posisi duduk tepat di samping Mayang. Seketika Mayang agak sedikit menggeser duduknya.
"Bu Mayang kerja di mana?" Ryan mulai bermanuver.
"Di Bank."
"Wah banyak duitnya dong."
"Duit orang."
"Oh, iya. Bu Mayang kok mau-maunya tinggal di samping cecunguk ini? Apa enggak takut di apa-apain?"
Mayang mendengus kasar. Baru kenal sudah sok mengatur. Pakai bilang enggak takut apa sama Daud. Justru Mayang lebih takut dekat dengannya. Tubuhnya besar berotot, lebih besar dari Daud. Seluruh kulitnya hitam, Juga wajahnya yang menggerikan.
Daud memang berandal, tapi Daud tidak pernah sampai bersentuhan fisik dengan Mayang. Malah terkesan pria itu sangat melindungi Mayang. Begitu ungkapan hati Mayang yang hanya tertahan.
"Nyet! Jaga sikapmu! Atau ku hajar kamu di sini!" Daud dengan suara meninggi. Memancing perhatian semua orang di food court itu.
Ryan langsung menjaga sikapnya. Agaknya, dia tahu Daud kalau marah mengerikan.
"Sori, Bro. Habis saya terlalu excited bertemu dengan mbak cantik ini. Mbak ini pasti umurnya beberapa tahun di atas kita kan?"
"Saya sudah tua, mau jalan empat puluh tujuh." Mayang ketus. Dia tidak tahu apa kalau wanita itu paling sensitive kalau ditanyaan berat badan dan umur, tapi pria ini secara terang-terangan menanyakan umur. Sekalian saja Mayang perjelas. Biar puas?"
"Hah? Masa sih Mbak? Saya kira tiga puluhan lho."
"Kalau kamu enggak berhenti ngomong. Kuhajar sekarang!" Daud sudah siap mengepalkan tangannya. Keadaan baik-baik saja sebelum temannya ini datang menghancurkan semuanya.
"Kamu kenapa sih Bro? Emangnya Mbak ini siapa kamu sampai kamu marah betul aku godain dia?" Ryan langsung melempar pertanyaan yang menohok. Entah kenapa, Mayang kali ini setuju dengan sikap Ryan. Mempertanyakan alasan kemarahan Daud karena Mayang digoda.
Daud hanya diam. Mayang menatap penuh harap. Dalam hatinya menginginkan Daud berkata bahwa Mayang adalah wanita spesialnya. Wanita yang akan menemaninya seumur hidup menggantikan Riyanti. Oh, Tuhan, jantung Mayang berdegup kencang.
"Dia, dia…."