Tidak ada sebuah malam yang sunyi, jika ada sebuah api besar yang menerangi malam dengan teriakan banyak orang seperti sebuah nyanyian yang diikuti dengan tarian di dekat api unggun seperti sebuah festival. Hanya saja ini bukan sebuah festival, melainkan sebuah desa yang sedang terbakar.
Orang - orang berlarian kesana kemari berusaha menyelamatkan dirinya, bukan sebuah kebakaran yang membuat mereka panik, tapi desa ini sedang diserang dengan maksud menjarah.
Beberapa orang bernasib malang, ada yang mungkin terinjak, ada yang terjebak dalam bangunan terbakar, atau terbunuh oleh orang - orang yang menyerang mereka.
Terlihat orang yang menyerang mereka bukan sebuah pasukan bandit ataupun komplotan pencuri kelas teri melainkan sekelompok pasukan prajurit dengan baju pelindung dan persenjataan lengkap dengan membawa lambang elang menandakan sebuah kesatuan pasukan dari suatu kerajaan tetangga yang kini menjarah mereka di waktu perang.
Orang yang masih selamat berbondong - bondong menyelamatkan diri masuk kedalam hutan, entah itu berlari dengan kedua kakinya ataupun kabur dengan berkuda, yang ada di pikiran mereka saat ini hanyalah satu hal … keluar dengan selamat dari kekacauan ini dengan cara apapun.
Tapi itu tidak berlaku bagi sepasang suami istri yang terlihat sedang membantu orangtua dan anak - anak masuk kedalam gerobak kuda untuk menyelamatkan mereka semua keluar dari desa.
Pasangan itu bernama Arlan dan Rias, mereka terlihat begitu kompak membantu penduduk desa, Arlan yang mampu menggunakan pedang membuatnya mampu mengulur waktu menahan prajurit yang menyerang mereka, serta Rias dengan cekatan membantu orang tua ataupun anak - anak yang kesulitan untuk naik ke dalam gerobak.
"Sayang, ini sudah gerobak kuda yang terakhir," ucap Rias memberitahu Arlan saat dia menggendong anak kecil masuk bersama kedalam gerobak kuda, dari matanya Rias terlihat berulang kali melirik sekitar, dia berusaha mencari penduduk lain yang mungkin masih tertinggal.
"Sudah tidak ada lagi. Ayo, kita harus pergi!" Lanjut Rias.
"Pergilah duluan! Kamu harus menjaga anak kita, aku masih akan menahan mereka!" Arlan membalas selagi dia sibuk mengayunkan pedang melawan prajurit yang berusaha mendekat ke arah gerobak kuda.
Terlihat seorang prajurit yang berlari berhasil melewati Arlan, prajurit tersebut berusaha mendekati gerobak. Arlan mengejar berusaha mencegahnya tapi itu hanya membuat dia semakin kecolongan tidak dapat menahan prajurit lain yang semakin bermunculan.
"Cepatlah! Sebelum terlambat." Arlan mengatakan kembali dengan nada yang serak seperti kehabisan nafas.
"Paman, cepat jalan!" Pinta Rias pada kusir.
Rias tahu kalau mereka hanya menjadi beban untuknya karena itu mereka melarikan diri meninggalkan Arlan bertarung sendirian.
"Tunggu, Ayah masih ada disana ibu!" Anak kecil yang digendongnya menunjuk ke arah Arlan saat dia melihat mereka meninggalkannya.
"Jangan lihat hal mengerikan itu! ibu sudah bilang padamu untuk tetap menutup mata," ucap Rias selagi mendekap anaknya begitu erat untuk membuatnya tidak melihat Ayahnya membunuh seseorang.
"Tapi Ayah masih-," Ucap anaknya terpotong.
Disaat Rias langsung mengatakan. "Percaya pada Ayahmu nak dia pasti akan menyusul kita!"
Rias menatap matanya yang begitu indah dan polos memperhatikannya. Rias mengelus kepalanya berusaha menenangkan.
Mata anak itu terlihat begitu spesial baginya karena dia memiliki kedua iris yang berbeda, dengan mata kanannya yang berwarna biru safir seperti ayahnya sedangkan mata kirinya berwarna merah bagai batu permata ruby seperti ibunya. Dengan rambut hitam dan kulit putih seperti kedua orang tuanya … hanya matanya yang membuat dia berbeda dari mereka.
Mereka masuk kedalam hutan, berusaha kabur dengan memanfaatkan kegelapan untuk menyembunyikan diri mereka yang sejauh ini tidak ada yang mengejar. Tapi di dalam kegelapan, sebuah suara bisa terdengar begitu mengerikan.
"Hiya ... Hiyaa!"
Suara yang muncul dari belakang mereka yang di ikuti dengan suara langkah kuda yang bergrombol, itu pasukan berkuda ringan yang menyusul mereka. Pasukan kuda itu semakin memperpendek jarak, dan itu bukan sebuah hal yang mustahil bagi mereka untuk mengejar apalagi mengetahui grobak kuda ini begitu lambat karena mengangkut banyak orang.
Terlihat pasukan berkuda itu membawa busur dan melepaskan anak panahnya saat mengetahui mereka sudah berada dalam jarak jangkauannya, dan terus secara terus menerus menghujani mereka dengan anak panah.
"Ini sama saja kita akan tetap mati!"
"Oh, tuhan!"
Teriakan histeris orang - orang yang berada di dalam gerobak kuda yang tampak tidak bisa diam saat anak panah pasukan itu menghujani mereka, tentu tidak mungkin anak panah itu tidak mengenai mereka karena tidak ada yang bisa melindungi mereka di gerobak terbuka itu.
Risa kembali mendekap anaknya begitu erat berusaha melindunginya dari anak panah yang menghujani mereka dan sebuah keajaiban mengetahui pasukan tersebut berhenti melepaskan anak panah kepada mereka.
"Ibu, lihat itu Ayah!" Ucap anak tersebut menunjuk ke arah pasukan berkuda di belakang mereka.
Penglihatan anak ini begitu tajam hingga dalam sekejap mata dia melihat dengan jelas seorang tengah berkuda dengan cepat, menyusul pasukan yang mengejar mereka dan mengalihkan perhatian agar mereka dapat kabur.
"Ibu benar, Ayah menyusul kita, itu lihat disana.…"
Anak itu hanya bisa terdiam saat ibunya mengelus lembut pipinya dengan sentuhan tangan yang terasa begitu dingin dan disaat itu juga dia melihat wajah ibunya yang begitu pucat memasang senyuman di wajahnya.
Rias berusaha membuat anaknya tidak khawatir, dia menahan sakit walaupun ada sebuah anak panah yang menancap di punggungnya.
"Ibu bertahanlah! Ayah akan menyelamatkan kita, kita akan selamat!" Ucap Anak itu kembali meyakinkan dengan senyumnya yang terlihat begitu kaku seperti dia tidak yakin dengan ucapannya sendiri.
Anak itu kembali mendadak diam saat mendengar suara teriakan yang familiar di telinganya, menggunakan pengelihatannya yang tajam dia kembali melihat ke belakang gerobak, dia melihat Ayahnya yang telah bersimbah darah dan terbunuh di atas kudanya akibat menahan pasukan tersebut dan itu langsung membuat dirinya bersedih, hingga dia langsung menangis mendekap ibunya.
"Hal baik pasti datang, jangan bersedih Alev. Bukankah ibu sudah bilang padamu untuk menutup matamu, aku tidak mau mata indahmu melihat hal mengerikan," ucap Rias yang terdengar begitu lirih padanya seraya dia kembali mengelus lembut pipi mungilnya.
Pasukan berkuda itu kembali menghujani mereka dengan anak panah. Rias yang mendengar suara lontaran anak panah yang mereka lepaskan, membuat dia langsung kembali memeluk erat anaknya. Namun kali ini anak panah yang menghujani mereka begitu deras, hingga mengenai semua orang termasuk kuda yang menarik gerobak, dan membuat gerobak itu terseret hingga terbalik di sisi jalan.
Suatu malam yang tidak pernah dia duga oleh anak itu, melihat kedua orang tuanya tewas di hadapannya secara bersamaan. Tragedi itu menjadi sebuah mimpi buruk yang tidak akan pernah dia lupakan.