Chereads / Aku Milikmu, Tuan Travis / Chapter 9 - Kekecewaan Tante Giana

Chapter 9 - Kekecewaan Tante Giana

"Amora, semakin kau diam terus seperti ini, itu sama saja artinya kau akan menyerahkan semua hal yang berkaitan dengan hidupmu padaku! Katakan jika aku salah!?" seru Travis yang membuat dada Amora bergemuruh.

Tatapan mata Travis tidak bisa lepas dari Amora meskipun dia kini sudah berjarak jauh dari wanita itu. Dia tidak mau melepaskan diri begitu saja, tetapi sikap dingin Amora ini membuatnya harus sadar kalau dia tidak bisa memaksa Amora lebih jauh dari apa yang dilakukannya sekarang.

Sementara itu Amora yang memegang dadanya, merasa ada sedikit getaran akibat ucapan Travis tadi. Ucapan pria itu benar-benar menggetarkan hatinya.

Apa maksud Travis mengatakan semua itu padanya?

Amora hanya bisa menerka tanpa bertanya lebih lanjut. Dia tidak berani.

Lebih tepatnya Amora merasa kalau dia tidak boleh melangkah jauh dari batasan yang telah dibangun olehnya. Dia dan Travis adalah dua orang asing yang entah mengapa bisa berakhir di tempat ini.

"Kau tidur saja, Amora. Aku tidak akan mengganggumu lagi," seru Travis dengan suara beratnya.

Amora lagi-lagi tidak menjawab. Dia lebih memilih diam lagi.

Hal ini sudah ditebak oleh Travis. Amora terlalu keras kepala untuk bisa ditaklukkan olehnya. Sangat sulit menerka ke mana sebenarnya arah pikiran wanita itu.

Meski Travis bersikap ramah ataupun bersikap sangat peduli pada Amora, tetapi itu tidak juga membuat hati wanita itu luluh.

"Kau …." Travis menarik napasnya dalam-dalam dan merebahkan dirinya kembali ke atas sofa. "Kau … kau benar-benar membuatku tidak pernah bisa tenang, Amora," gumamnya kemudian.

Travis kemudian memejamkan matanya. Dia sangat berharap agar hari segera berganti. Rasanya dia sudah tidak tahan lagi berada dalam satu ruangan yang sama dengan Amora, tetapi tidak memiliki kuasa untuk menyentuh atau sekedar dekat dengan wanita itu.

Dia begitu menginginkan Amora untuk masuk ke dalam pelukannya. Akan tetapi, dia tidak mau tergesa-gesa.

Amora terlihat rapuh jika harus disakiti dengan ketidakhati-hatian Travis. Sikap gegabahnya bisa saja membuat Amora malah menjauh darinya. Atau bahkan kemungkinan terburuknya adalah Amora akan hancur berkeping-keping.

"Cobalah kau rasakan menjadi aku sekali saja, Amora! Ini terlalu menyiksa …." Travis kemudian hanyut dalam pekatnya malam dalam matanya yang terpejam.

Pria ini bahkan sudah tidak menyadari kalau Amora sudah merubah posisinya. Amora kini duduk dan menghadap kea rah Travis.

Wanita ini meneteskan air mata.

Dia merasa bersalah pada pria yang sudah menolongnya tadi. Akan tetapi, dia tidak berani untuk berucap maaf.

Lidah Amora serasa kelu. Dia hanya bisa menyesali dirinya saja sekarang. Entah kenapa hatinya tergugah.

Tergugah pada sikap Travis yang masih tetap manis padanya. Pria itu bahkan terus terlihat menjaga kehormatan Amora sebagai seorang wanita.

"Maafkan aku, Tuan Travis …." Amora memejamkan matanya dan berbisik pada hatinya. Entah sampai kapan dia akan tergerak untuk lebih bisa mempercayakan dirinya pada Travis Darmoko.

*****

Giana menatap kecewa pada pemandangan yang dilihatnya pagi ini. Dia sama sekali tidak menyangka kalau ternyata rencananya untuk membuat Travis dan Amora menjadi dekat, gagal total!

Amora terlihat sedang tidur dengan begitu nyenyak di atas ranjang. Sementara Travis terlihat bersedekap dada dan terbaring di atas sofa.

"Bukan seperti ini yang aku harapkan!" keluhnya kesal.

Giana segera masuk. Dia berjalan perlahan agar tidak membangunkan salah satu di antara mereka. Setidaknya saat ini Giana ingin memastikan satu hal sebelum dia membangunkan mereka berdua dengan perlahan.

Langkah Giana terhenti kala Travis sudah menatapnya dengan begitu tajam. Giana hanya bisa tersenyum dan menampilkan barisan gigi putihnya yang rapi.

"Kau sudah selesai bermain-main, Tante Gi?" tanya Travis dengan tatapan tajamnya.

Giana sedikit tersedak. "Ka-kau … kau sudah bangun, Travis?"

Travis mendengus kesal. Pria ini kemudian bangkit dan beranjak dari sofa yang ditidurinya. "Sudah cukup sampai di sini, Tante Gi. Aku ada banyak pekerjaan!" serunya ketus.

Giana tidak sempat berucap apa pun untuk menghentikan Travis karena langkah kaki keponakannya itu lebih cepat dari apa yang dibayangkan. Giana bahkan hanya bisa dibuatnya menggelengkan kepala.

Wanita cantik yang hampir berusia empat puluh tahun itu kemudian memandang ke arah Amora. Dia berjalan mendekat kea rah ranjang yang ditiduri oleh wanita itu.

Senyum di bibir Giana terkembang. Dia sangat suka melihat wajah cantik Amora yang terlihat sangat polos tanpa polesan apa pun.

"Travis pasti akan menjadi pria yang sangat beruntung jika dia bisa memilikimu, Amora. Kau sangat cantik dan terlihat begitu baik," gumam Giana pelan.

Amora tersadar. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali sampai pandangannya mulai stabil. Dia bisa melihat kalau ada seseorang yang saat ini sedang duduk di tepi ranjang yang ditiduri olehnya.

Amora terperanjat. Dia langsung memposisikan dirinya untuk duduk dan menutup dadanya. Sebuah gerakan yang bisa dianggap sebagai sebuah bentuk pertahanan diri.

"Ta-tante Giana …." Amora berucap dengan gugup.

Giana tersenyum dan bertanya lembut, "Kenapa kau gugup sekali, Sayang? Apa aku sebegitu menakutkannya?"

Amora menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak! Kau sama seklai tidak menakutkan, Tante Giana. Aku hanya terkejut karena kau tiba-tiba saja sudah duduk di sini," sahutnya.

"Apa ada yang salah kalau aku duduk di sini, Amora? Apa kau berharap Trvais yang duduk di sini?" goda Giana.

Amora menggigit bibir bawahnya dan menggeleng kemudian. "Bukan begitu, Tante. Aku hanya ter … terkejut," balasnya.

Giana terkekeh. Dia sama sekali tidak menyangka kalau ternyata Amora sepolos ini. Bahkan untuk berbohong saja, sepertinya Amora harus melakukan usaha yang sangat keras agar tidak ketahuan.

Apalagi saat ini.

Meskipun tidak mengaku kalau dia mengharapkan Travis ada di sisinya, tetapi Giana bisa membaca maksud hati Amora yang sebenarnya.

"BAgaimana tidurmu, Amora?" tanya Giana mencoba untuk mengalihkan perhatian. Dia sejujurnya merasa kasihan pada Amora yang sepertinya semakin salah tingkah. Biarlah Amora akan digoda olehnya lain kali saja.

"Lumayan nyenyak, Tante Giana. Buktinya kau bahkan sampai tidak tahu kalau kau sudah masuk ke kamar ini," sahut Amora.

"Aku tidak sabar ingin memastikan bagaimana kondisimu setelah semalaman bersama dengan Travis, Amora. Dia adalah pria dingin dan berhati es. Aku sangat takut kalau kau membeku karenanya." Meskipun terdengar tidak masuk akal, Giana tetap mengucapkan hal itu dengan penuh percaya diri.

Amora tertunduk.

Wanita ini tidak tahu harus menceritakan apa pada Giana. Dia tidak mungkin menceritakan bagaimana dia membentak Travis semalam. Amora juga tidak berani untuk mengatakan kalau Travis adalah seorang pria yang pantang menyerah hanya demi bisa berbicara dengannya.

"Kenapa kau diam saja dan tidak menjawa, Amora? Apa Travis melakukan hal buruk padamu?" tanya Giana kembali yang membuat Amora kebingungan untuk memilih kata agar bisa menjawab tanyanya.

*****