Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

MACHINE : The First Life

šŸ‡®šŸ‡©Diyo_Sukma
--
chs / week
--
NOT RATINGS
5.1k
Views
Synopsis
Tahun 3015, tahun di mana robot dan manusia hidup berdampingan, juga di mana gravitasi bisa dimanipulasi. Skyboard, flying car dan lain lain menjadi saksi akan kemajuan pesat dibidang Ilmu Pengetahuan. Tetapi tiba-tiba seorang pemuda bertanya "Mengapa Pulau yang kita huni juga ikut mengapung?"
VIEW MORE

Chapter 1 - Janji

11 Januari 3015.

"Cuaca hari ini cerah seperti biasa, dari pagi hingga sore tidak ada tanda akan hujan, namun di malam hari sepertinya hujan akan mulai turun." Suara dari televisi itu berhasil membangunkanku.

"Jam berapa ini?"

"Tepat pukul 7 lebih 30 menit kurang 5 detik." Suara robot yang khas itu menjawabku.

"Oh," Aku bangun dan merapihkan penampilan.

"Charlie, tolong buatkan sarapan seperti biasa." Aku pergi mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.

"Oke."

Air mulai membasahi tubuhku. Aku sempat berpikir untuk apa aku bangun pagi ketika libur, bukankah libur itu dipakai untuk bermalas-malasan?

"Charlie apa sarapan sudah siap?"

"Ya, tentu saja."

Charlie adalah robot pembantu di rumahku, dia sangat bisa diandalkan, kami membelinya setahun yang lalu, walaupun dia robot, aku menganggapnya sebagai keluarga, dia bisa mengerjakan apa saja seperti mencuci, mengepel, menyapu, membuatkanku sarapan dan mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Namun sayang dia tak bisa membantuku menyelesaikan tugas sekolah.

"Kakek, waktunya sarapan,"

"Kak Diana, Kak Allie bangun waktunya sarapan," Aku mengetuk setiap kamar di lantai atas. "Sarapan hari ini omelet lo, Charlie yang memasaknya."

Aku turun menuju kamarku. Tidak sampai 5 menit, setelah bajuku terganti mereka semua sudah duduk siap untuk menyantap sarapan.

"Kak Allie, rapihkan dulu rambutmu itu,"

"Kak Diana juga, apa kakak mau makan dengan baju seperti itu?" Sudah menjadi kebiasaanku untuk mengomentari apa yang terlihat dan mereka lakukan.

"Aduh, Rio perhatian banget deh sama kakak." Kak Allie mengusap kepalaku

"Tenang saja, kau juga suka kan baju kakak yang sedikit terbuka ini?" Kak Diana menggodaku. Aku hanya menunduk.

"Sudahlah jangan menggoda adikmu yang masih dalam masa puber ini , ayo kita mulai makan." ucapan kakek menyelamatkanku.

Kak Allie dan Kak Diana sebenarnya bukan kakak kandungku mereka adalah sepupu perempuanku, Kak Diana 23 tahun sedangkan Kak Allie 19 tahun dan aku baru 15 tahun. Aku sudah terbiasa tinggal bersama mereka bertiga sejak kecil, seharusnya tinggal berempat, namun nenek meninggal 1 tahun yang lalu dan itulah alasan kakek membeli Charlie.

Setelah makan, Kak Diana pergi ke kamar mandi sedangkan Kak Allie pergi ke ruang Televisi untuk sekedar malas-malasan sambil melihat kaca tipis yang bergambar warna warni itu. Ketika melihatnya aku teringat akan apa yang kakek katakan, di zaman kakek dulu, TV tidak setipis itu melainkan cukup tebal, ada yang tipis tapi tidak setipis sekarang. Aku yang waktu itu penasaran akhirnya pergi ke perpustakaan kota bersama temanku untuk mencari buku tentang Televisi, Kami menemukan banyak sekali buku, Aku hanya melihat gambarnya dan itu membuatku kagum, aku berpikir bagaimana mungkin seorang manusia bisa menciptakan mesin sehebat ini. Apakah aku juga bisa menciptakan sesuatu sehebat ini?

"Aku berangkat!" Kak Diana pergi keluar rumah untuk bekerja.

"Apakah Kak Diana tidak pernah libur?" tanyaku pada Kakek sambil membenahi piring membantu Charlie.

"Entahlah, sepertinya dia mencari pekerjaan tambahan." Kakek hanya tersenyum.

"Semoga Kak Diana tidak terlalu memaksakan diri."

Setelah membereskan piring dan melihat Kak Diana keluar, Aku menjadi teringat sesuatu.

Oh Sial! Bagaimana bisa Aku lupa, hari ini Aku ada janji dengan temanku!

Aku melihat jam masih menunjukan angka 8 lebih 32 menit.

Masih sempat!

"Kakek, Aku pergi dulu kemungkinan nanti sore baru pulang." Aku pamit kepada Kakek yang sedang duduk santai di halaman belakang rumah.

"Oh iya iya, hati hati jangan pulang terlalu malam." Kakek menyetujuinya

"Ok, bilang ke Kak Allie jika dia menanyakanku."

"Dia tidak ada di ruang TV, mungkin sedang mandi." jelasku.

"Sip!" Kakek mengangkat kedua ibu jarinya.

Aku berpikir ada untungnya juga bangun pagi. Syukurlah. Aku mengambil jam dan uang lalu segera berlari keluar rumah. Angin luar menyambutku dengan gembira.

"Ayo kita kesana."

"Disini keliatannya enak."

"George, tolong bawakan belanjaanku."

"Sepertinya mobil ini akan kujual."

"Percaya padaku, ini adalah yang terbaik."

"Ayah, ayo kita kesana."

"..,"

Di luar rumah terlihat ramai sekali, manusia dan robot berjalan, berbicara, dan berinteraksi. Aku pikir suasana pagi kemarin tidak seramai ini, apakah ini karena efek suasana libur?

Robot berlari dan berjalan ke sana ke mari mengikuti sang majikannya, robot itu bagaikan teman yang menemani ketika berbelanja atau bersenang senang bahkan ada beberapa restoran yang pelayannya adalah robot. Tapi, ada juga yang memperlakukan robot selayaknya budak. Aku merasa kasihan tapi apa yang bisa aku lakukan? Kadang kala ada juga orang yang memarahi robot, mencaci maki bahkan sampai merusaknya di depan umum, Aku jadi tidak tega, polisi setempat hanya memberikan hukuman ringan kepada pelakunya, yah mau bagaimana lagi, robotkan tidak punya perasaan, jadi tidak mungkin dapat membela.

Mobil-mobil berjalan mengapung dengan teratur mengikuti aturan dan jalan yang sudah dibuat, warna warni kota begitu cerah memanjakan mata. Aku ingat saat kakek bilang dulu mobil itu tidak bisa mengapung, dia menggunakan empat buah ban roda yang menggelinding, selain mobil kata kakek ada juga yang namanya motor dan sepeda tapi sekarang telah punah dan tergantikan oleh skyboard dan kendaraan lainnya yang bisa mengapung. Tapi entah mengapa kakek senang, katanya dengan begini udara menjadi lebih bersih.

Aku menghirup dan menghembuskan napas lalu melihat ke atas langit, di sana terlihat warna biru cerah dihiasi warna putih, tak lupa ditemani oleh balon udara yang berukuran lumayan besar. Aku melihatnya dengan seksama, ia bergerak secara lambat.

Balon yang terbang itu akan memberitahu hari, tanggal, dan cuaca secara lengkap juga jelas dalam monitornya, belum pernah aku mendengar ramalan cuacanya meleset. Ketika hujan, balon itu akan berhenti beroperasi. Ada juga kincir angin di setiap sudut bahkan ada juga di tengah, kincir angin itu berfungsi sebagai pembangkit listrik di kota, tepatnya sebagai tenaga cadangan. Banyak mesin lainnya seperti mesin tempat pembuangan sampah, dimana ia akan memungut sampah apapun itu dan memasukkan ke dalam tubuhnya melalui mulut, jika ada yang ketahuan melanggar akan diberikan peringatan oleh robot tersebut dan jika sudah diberi peringatan sebanyak 3 kali, robot itu akan langsung melaporkannya kepada polisi. Ada juga mesin penjual minuman, mesin penjual eskrim, mesin penjual tiket dan masih banyak lagi.

Aku terus berjalan menuju tempat yang sudah di sepakati, yaitu Pusat Kota, tepat di bawah jam besar yang berdentang saat makan siang dan tengah malam, jam itu dihiasi oleh sebuah microphone besar di pinggirnya, berfungsi sebagai tempat untuk memberi pengumuman atau hal penting lain, misalnya anak hilang ataupun kecelakaan. Jam itu sangatlah besar, dan suara yang dihasilkannya pun menggelegar, bahkan dari rumahku saja bisa terdengar suara jam berdentang ketika tepat tengah malam.

Aku melihatnya!

Di sana ada satu orang laki-laki dan satu orang perempuan. Apakah mereka menungguku?

Aku berlari sambil melambaikan tangan di tengah keramaian.

"Eli! Henry!"

Aku berhasil. Aku tepat waktu. Itulah yang ada dalam pikiranku ketika melihat mereka juga melambaikan tangan. Aku mendekatinya.

"Maaf! Sepertinya aku yang terakhir datang." Aku mencoba mengatur nafas.

"Tidak kok, aku juga baru sampai tadi," jawab gadis berkacamata berambut coklat.

"Apakah kalian berdua sudah berkompromi, untuk datang paling akhir? Sepertinya hanya aku yang benar benar disiplin di sini," ejek Henry.

"Sudahlah, yang penting aku datang,'kan? Oh ya sebagai permintaan maaf nanti Aku traktir kalian berdua 1 buah eskrim deh." Bujuk rayuku.

"Benarkah!? Aku sudah lama tak membeli eskrim, baiklah kau kumaafkan!"

Antusiasme Henry sangat tinggi jika berbicara tentang makanan, itulah dia. Aku ingat terakhir kali mengajaknya untuk makan bersama, dialah yang membawa makanan paling banyak, aku juga ingat ketika penjual mie di dekat rumahku sedang mengadakan sayembara, 'Barang siapa yang bisa menghabiskan mie porsi jumbo dalam setengah jam, maka ia tak perlu membayarnya'. Aku dan Henry ikut sayembara itu sementara Eli hanya menonton, ya aku tau perempuan terlalu sensitif jika dikaitkan dengan makanan apalagi menyangkut berat badan. Henry menghabiskan mie porsi jumbo itu hanya dengan waktu 15 menit, Aku kalah telak. Mieku tidak habis jadi aku harus membayar dan Henry lah yang memakan sisa mie milikku. Jika aku mengatakan akan mentraktir sepuasnya, habislah dompetku. Hari ini Henry memakai pakaian putih terbalut kemeja kotak kotak berwarna biru, seperti biasa, rambut hitamnya selalu tampak tak beraturan. Otot lengannya terlihat keras untuk anak seumurannya, Dia juga yang paling tinggi diantara kami bertiga, Aku memakluminya karena Henry adalah seorang atlet basket, sepak bola bahkan voli. Ia sangat ahli dibidang olahraga dan mungkin karena itulah mengapa nafsu makannya sangat besar.

"Benarkah? Akhir akhir ini aku banyak makan, apakah berat badanku akan bertambah ya? Apakah aku terlihat gemuk?"

Eli, gadis berkacamata dengan rambut coklat terurai sebahu dilengkapi bando hitam dikepalanya, ia sama seperti gadis lainnya sama sama sensitif terhadap penampilan, Aku dan Henry tak begitu mengerti perempuan. Seminggu yang lalu saja, padahal berat badan Eli hanya naik 1 kilogram, tapi di hari itu ia tak makan makanan manis sekalipun. Itu membuatku dan Henry menjadi khawatir tapi keesokan harinya ia malah mengajak kami untuk makan eskrim. Entahlah, aku benar-benar tak bisa mengerti perempuan walaupun aku tinggal bersama Kak Diana & Kak Allie. Hari ini Eli memakai baju biru muda lengkap dengan motif putih disetiap sisinya, tentu saja hari ini ia juga membawa tas selempang coklat berbentuk kepala beruang. Eli ini sangat hobi membaca, dialah orang yang selalu memberitahu informasi apapun itu jika aku dan Henry tidak mengetahuinya dan jika Eli tidak tahu juga, ia akan mengajak kita ke perpustakaan kota, padahal aku sudah menyarankan untuk mencarinya di internet, tapi katanya diperpustakaan itu lebih luas, lebih nyaman dan lebih puas. Aku dan Henry suka mengikutinya karena itu sangat menyenangkan.

"Ya aku janji! Tidak, Eli kau tetap cantik seperti biasa, walaupun beratmu bertambah aku yakin kau akan tetap cantik." Aku tersenyum menjawabnya.

"Apakah itu artinya berat badanku akan bertambah!?" Eli terlihat kesal.

"Eh..Aku tidak tahu."

Entah apa yang ada dipikiran perempuan, aku sama sekali tak mengerti.

"S-sudahlah, ayo kita berangkat." Aku mencoba mencairkan suasana.