Wicked
Siapa yang menjadikan ini tempat untuk melakukan pengasingan?
Orang Normal kalau ditanya pasti akan menjawab bahwa tidak ada yang ingin berada di rumah ini lama-lama. Betapa tidak! sudah tempatnya terpencil, berada di sekitar persawahan. Sungguh sangat berbahaya sekali dan mengerikan.
Tidak ada seorang pun yang bisa betah berlama-lama, termasuk orang-orang dari luar desa yang mengontrak rumah ini, Paling lama sebulan bertahan bahkan ada yang seminggu mereka hengkang dari rumah ini. Awalnya, Mereka tergiur dengan harga sewa yang murah dan rumahnya yang masih bagus, sampai mengabaikan sisi mistisnya dibaliknya.
Apa yang mereka alami kurang lebihnya sama dengan apa yang aku rasakan saat ini. Pernah ada kejadian keluarga yang memiliki seorang anak tiba-tiba anak itu menghilang dan ditemukan di bawah pohon di belakang rumah.
Gossip yang beredar luas bahwa rumah yang aku tempati ini sangatlah angker. Orang-orang sering melihat penampakan hantu di sekitar rumah ini. Aku yang semula menganggap hantu atau apapun itu sebagai hanyalah khayalan semu belaka, harus menelan pil pahit dengan gangguan yang gencar 'mereka' lakukan. Tapi jika sudah demikian, lantas kenapa rumah kosong itu dipilih untuk karantina? Apakah tidak ada tempat lain yang lebih layak?
Jika malam ini gangguan semakin parah, besok aku harus kabur dari tempat ini, apapun resikonya, batinku yakin.
Hanya Tama yang menjadi andalanku sekarang. Meskipun aku tahu dia orang yang penakut sama sepertiku. Namun setidaknya dengan adanya dia, hatiku menjadi sedikit lebih tegar.
Aku mulai menerka-nerka tentang kelakukan aneh Tama ketika pertama kali mengantarku di rumah setan ini. Dia mungkin melihat penampakan yang sama denganku. Siapa lagi kalau bukan hantu yang menyerupai Pak Rangga.
Hal yang masih misterius karena sepengetahuanku, beliau masih sehat walafiat sebelum aku berangkat ke kapal pesiar. Kabar tentangnya masih simpang siur ditelingaku padahal rumahnya bersebelahan dengan rumah kosong ini. Tak sekalipun aku melihat beliau keluar rumah, yang aneh rumah sebesar itu seperti tidak berpenghuni, temboknya kusam oleh debu dan rerumputan liar yang tumbuh disekitar rumahnya seolah menyimpan misteri. Setiap kali aku ingin menanyakan perihal itu kepada Tama, tapi momentnya selalu tidak tepat.
Mahluk di rumah ini juga tidak kalah menyeramkan dengan hantu Pak Rangga, Begitu asumsiku. Mungkin untuk saat ini masih berupa gangguan kecil tetapi bisa saja nanti ada kejutan yang lebih besar entah itu lusa, besok, atau mungkin sejam lagi... lima menit lagi.
Sepi. Detik demi detik berjalan begitu pelan, menyiksa semua saraf kesadaran di dalam otakku. Nasi bungkus itu terhempas begitu saja di lantai. Nafsu makanku sudah hilang. Dasar setan sialan! Aku tidak bisa berhenti merutuk dalam hati, Tidak habis pikir bisa-bisanya dia mengangguku padahal malam belum terlalu larut. Aku berkali-kali menghubungi Tama dan mengirimkan pesan yang begitu banyak.
"Tama, kamu di mana? Ayo cepat kesini!" begitu isi pesanku. Mungkin ponselnya dimatikan karena selama bekerja dia tidak diizinkan memegang ponsel. Aku terduduk diambang pintu kamarku. Tidak berani ke ruang tamu maupun ke kamarku sendiri. Aku mengigit bibir, kegelisahanku tak terbendung.
Srekk..sreek..
Suaranya seperti pohon yang dipanjat terus di goncang-goncang. Oh iya di sebelah ada pohon jambu yang cukup rimbun. Tapi ini terdengar lebih riuh. Ini jelas bukan terpaan angin. Apalagi sih ini? Kenapa gangguan tidak ada habisnya! Aku membatin. Karena jengkel, aku lempar sesuatu ke jendela itu, sekaligus aku terkejut, ternyata yang kulempar adalah ponsel. kecerobohan yang berakibat fatal. Langsung aku ambil ponsel itu, dan mendapati layarnya retak. (Syukurlah, untung bukan hatiku yang retak.. hehe).
Ketakutan menjalar ke seluruh tubuh berubah menjadi emosi yang tidak terbendung. Jiwa mudaku bergolak. Jika aku takut terus-terusan, setan itu akan dengan leluasa menganggu. Aku harus berani, Marah. Iya betul, aku harus marah. Dengan begitu setan itu akan pergi.
"Hei Setan! Mau kalian apa, hah! Aku disini cuma mau singgah sebentar, tidak bermaksud mengusikmu! Jika berani tunjukan wujudmu! Ayo cepat!" teriakku walau dengan mulut dan lutut yang bergetar.
"Mana! Jangan hanya suara-suara saja bisamu kayak pengecut saja!" tantangku dengan mata yang melihat ke segala arah, mengantisipasi hantu itu muncul dengan tiba-tiba. Entah dapat ide konyol darimana ini yang jelas akibatnya fatal, sangat-sangat fatal. sehingga masih membekas sampai detik ini.
BRUKKKKKKK
Suara pintu di banting, aku terkejut. Dengan langkah mengendap-gendap aku mengintip dari balik pintu. Tama! Pekiku gembira. Langsung aku keluar dari tempat persembunyianku dan menyambutnya, aku memeluknya dengan sangat erat.
"Ham, bukannya ini baru jam sebelas ya kok sudah datang, katanya jam dua belas?" tanyaku. Tidak ada respon. Badan adiku terasa dingin sekali. aku mengendurkan pelukan, kutatap wajah adikku yang pucat pasi itu dengan seksama. Di luar dugaan, dia balik menatapku dengan tatapan tajam. Aku sontak melepas tanganku dari punggungnya. Lalu dengan santainya dia masuk ke rumah dan berbaring di sofa seperti biasa. Tidak ada obrolan sama sekali. Meskipun Tama orangnya pendiam, dia tidak pernah sedingin ini.
Aku menutup pintu lalu berjalan ke kamar sembari menatap sosok Tama itu. Seperti biasa, aku tidak menutup pintu kamar dengan rapat supaya aku bisa melihat adikku itu. aku terbaring dengan sesekali melongok ke celah pintu.
Sekali
Dua kali
Dan yang ke tiga
Sosok itu hilang, kemana perginya Tama? Sebuah pertanyaan besar hinggap di kepalaku. Bahkan tidak ada suara dia menapakan kaki jika dia berpindah tempat.
Kling..kling
Ponselku berbunyi, pesan dari Tama? Aku mengernyitkan dahi. Dia kan tadi disini ngapain dia kirim pesan segala. Aku buka isi chatnya.
"Maaf Mas, kayaknya malam ini aku tidak menemani Mas dulu, mendadak supervisorku mintaku untuk stock opname barang-barang productku dan harus dikumpulkan besok pagi. Maaf banget ya Mas."
Mataku membelalak. Ini hal yang diluar nalar sama sekali. Pesan itu benar-benar dari Tama. Seketika lututku melemas. Jika Tama masih bekerja, lantas mahluk apa yang menyerupai Tama tadi? Kemana dia sekarang?
Ada tangan dingin yang meraba pundakku. Dari ekor mata, aku menerka ada mahluk lain di sebelahku yang mengikuti gayaku saat mengintip di celah pintu. Keriput yang melekat pada pada wajahnya dan botak di bagian depan sehingga terlihat jelas bentuk tengkoraknya. Rambut awut-awutan sampai belakang tapi aku tidak terlalu memperhatikannya. Dengan payudara yang menjuntai sampai lutut yang teman-teman tahu mahluk itu sebagai Wewe gombel.
Tubuhku tidak bisa digerakkan. Aku tidak rela jika hidupku berakhir ditangannya. Entah kenapa, seolah kepalaku digerakan untuk menoleh kearahnya. Ya Betul, dia tampak murka, mungkin karena aku menantangnya tadi. Tangan yang jarinya dipenuhi kuku panjang meraba keningku. Aku terus membaca ayat kursi dalam hati dengan kepasrahan total kepada Tuhan. Seketika sosok itu terpental begitupun tubuhku yang terpental hingga membentur dinding. Sangat keras sekali hingga membuatku pingsan.