Semalam suasana sangat dingin dan kini pagi hari di negri Korea terlihat sangat cerah. Semerbak harum bunga sakura, seindah warna cantiknya, menjadi hiasan tanah Seoul.
Mentari beranjak. Azka duduk di serambi Masjid.
Azka membuka layar ponselnya. Lalu menelpon nomer Adiba.
"Assalamu'alaikum, bagaimana Azka? ada kabar tentang Sabrina? Apa kamu berhasil."
"Wa'alaikumsalam belum di jawab salamnya mbak mengajukan pertanyaan seperti promosi iklan sabun. Ada mbak tapi dia menolak, dia bersama orang yang menabraknya."
"Apa? Siapa Azka? Apa pemuda yang di penjara itu?"
"Iya mbak. Sebagai syarat pembebasan, dia harus merawat Sabrina seumur hidup itu perjanjian yang di buat Sabrina. Dia membohongiku jika dia akan menikah dengan pria yang menabraknya. Awalnya aku menyerah. Kini aku berjuang agar Sabrina jujur tentang perasaannya."
"Tapi jadi menikah?" tanya Adiba.
"Ya enggaklah Mbak, walinya hanya mas Akmal, dia tidak mungkin menikah tanpa wali, dia hanya mengertakku, agar aku menjauh." Azka menjelaskan dengan pandangan penuh semangat dan harapan.
"Dasar Sabrina konyol, keadaanya bagaimana Azka?" tanya Adiba yang mencemaskan adik iparnya.
"Dia baik. Penerbangan cinta mulai Chek In semoga aku bisa terbang dan mendarat di hatinya, aku tidak mau kehilangan tiket untuk ke dua kalinya." Azka mengajak Adiba bercanda.
"Bahasamu tingkat mahluk bumi paling unik. Mbak minta tolong bujuk dia dapatkan dia. Lalu apa rencanamu?" tanya Adiba.
"Rencana paling Zoom Mbak, bantu doa dari dari tanah Indonesia. Au ..!" Azka tiba-tiba teriak.
"Azka! Kau kenapa?" tanya Adiba cemas.
"Hatiku nyeri terpana Mbak. Aku meledug mbak! Letusan dor dor dor Aku semakin majnun hahaha."
"Dasar. Mbak panik tahu, pasti mbak doakan walau dari jauh Allah pasti mengabulkan niat baik."
"Mbak ada masalah? Aku terlanjur janji, tapi niatku baik aku ingin mengajak dia ke janji suci pernikahan Sunnah Rosul. Aku sudah berjanji tidak akan masuk dalam kehidupannya. Apakah dosa jika aku melanggar janji?" tanya Azka.
"Melebur janji dengan memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang. Mbak lupa! Ah sekarang Ada ponsel yang canggih cari aja. Ingsya Allah, Allah mengampuni karena niatmu baik."
"Ya semoga, aku harus berjuang melewati terjangan kekakuan Sabrina. Aku harus meluluhkan hatinya, membuat dia percaya sangat sulit."
"Azka perlihatkan ketulusan bukan mengasiani. Azka apa kau benar-benar akan menerima keadaannya?" tanya Adiba.
"Mbak, walaupun kemanapun aku harus membopongnya aku rela, Mbak tenang aku menerimanya karena Allah. Tapi berat tidak ya?"
"Azka, Azka, ya udah si junior nangis. Terus berjuang walau harus di terjang badai ombak di lautan."
"Sunami mbak, Is death sebelum berperang aku mbak Ya sudah Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam, tunggu! Culik Sabrina, ajak dia jalan-jalan di jalan cinta yakinkan dia, ajak ke pulau Jeju."
"Jeju ...?" tanya Azka.
"Ya."
Telpon tertutup.
" Culik, Gokil! Tapi ini strategi mak nyus." Gumam Azka.
Azka memakai sepatu di depan Masjid, Seoul dan Jakarta selisih waktu dua jam cepat Korea.
Ia mendapat Chat dari Bi Ani.
[ Apa rencananya?]
Azka belum membalas ia meminta bantuan Om Robet, untuk menyewa taksi. Setelah mendapat pesan dari Om Robet. Ia baru membalas Bi Ani.
[Perubahan rencana Bik. Antar dia ke depan hotel nanti ku jemput, bawakan pakaian mungkin aku akan meminjam dia selama tujuh hari. Bibik percaya kepadaku, aku akan menjaganya dengan baik. aku juga punya banyak uang tidak usah khuwatir masalah itu. Tapi jangan sampai dia tahu kalau aku akan membawanya, bilang saja ada tempat indah untuk melukis, dan Penabrak itu jangan sampai tahu. Ini rencana cinta ].
balas Azka panjang lebar.
[Baiklah, aku yakin Neng Anaya akan bahagia walau awalnya dia merasa sedih.] jawab Bik Ani.
Azka menyamar dengan memakai kumis dan berkacamata. Azka memesan dua tiket penerbangan ke Jeju. Mobil tiba di depan Masjid Si'ul Al-markaz masjid satu-satunya di Seoul, Itaewon. Masjid tertua di Korea Selatan. Azka dari jam tiga sampai mata hari naik sekitar jam 7 berada di Masjid ia juga sudah selesai solat duha. Ia keluar dengan baju rajutan kain wol warna biru petang, memakai celana kain warna coklat gelap. Dari dulu memang cowok satu ini mempunyai pancaran karisma laki-laki. Ia masuk mobil.
"Kau mau kemana?" tanya Robet yang heran dengan pakaiannya, lalu menjalankan mobilnya.
"Aku mau ke pulau Jeju." Ucapan Azka membuat Robet kaget.
"Kau gila!"
"Ini cara ku, bantu saja kirim semua alamat tempat-tempat indah. yang ada di Jeju." Santai Azka sambil memainkan jari-jarinya.
"Ini bukan Indonesia, aku akan ikut. Jeju sangat jauh anak Mami!" jelas Robet membujuk Azka agar tidak gegabah.
"Eh Yah, tidak romantislah Om! Aku punya semua, ya milik Mami.
Baiklah! Tapi kau hanya sekedar ikut. Aku juga sudah memesan tiket, tapi hanya dua," lanjut Azka setuju Robet ikut dalam misi cintanya.
"Masalah tiket gampang," gumam Robet menghentikan mobil di depan Hotel.
Azka membuka pintu dan bagasi. Hotel Shilla memang terkenal mewah dan glamor.
Lalu bik Ani memasukkan ransel Anaya ke kursi belakang. Lalu masuk hotel tidak lama Anaya keluar dengan di dorong bik Ani. Anaya masuk mobil, Azka menyembunyikan wajah lalu melipat kursi roda dan memasukkan ke bagasi belakang. Azka masuk duduk di kursi depan. Mobil berjalan menuju bandara Ghimpo.
"Lho, kok Bik Ani tidak ikut?" tanya penasaran Anaya dengan wajah mulai panik.
"Maaf ini rencanaku," ungkap Azka melepas kumis palsunya, Anaya terkejut lalu marah.
"Apa maumu!" bentak Sabrina sangat keras, "Tolong kembali pak!" seru Sabrina memohon ke Robet yang tetap fokus menyetir.
"Kak Azka, dengan tingkahmu seperti ini membuat aku semakin marah!" Bentak serius Sabrina, dengan memukuli punggung kursi tempat Azka duduk dan matanya memerah air bening itu berlinang di pipinya.
"Kalau hiks hiks huft ... cinta tidak membuat orang yang di cintai menangis.hiks hiks." jelas Sabrina menangis tersedu-sedu.
"HuH. Aku akan mendengar keluhhanmu, bentakkanmu, semuanya, maafkan aku merah jambu," kata Azka menatap Sabrina penuh harap dan menyesal, Robet tidak tega melihat Sabrina menangis tersedu-sedu. Lalu mencoba mencari sesuatu.
'Tangisanmu sangat menyiksa ku, tapi harus bagaimana lagi. Aku lebih sakit Sabrina, air matamu melumpuhkan aku. Setelah ini aku akan membahagiakanmu selama bersamaku, Ya Allah aku hanya punya waktu tujuh hari buatlah Sabrina mengakui perasaannya,'
Sabrina tetap diam seribu bahasa, dengan mata yang memerah dan dada yang terasa sesak. Azka memberi roti dan minuman. Sabrina mendorong kasar tangan Azka hingga roti terbuang di bawah kaki Robet.
"Silahkan makan merah jambu." Azka memberi roti miliknya yang sudah ia buka, Sabrina tetap menolak.
"Sebenarnya kau mau ajak aku kemana, Plis antar aku pulang ke hotel, hiks aku mohon ..." kata sendu Sabrina yang tak henti menangis susah.
"Aku akan ganti rugi selama kau bersamaku, uang lukisan juga akan ku ganti. Semua." Azka tidak menjelaskan mereka akan pergi kemana.
"Sabrina kita akan ke Jeju" Jawaban dari Robet, raut wajah gadis cantik itu bingung dan ia merasa pusing, ia menyangga kepalanya dengan tanggannya. Dan lirih mengucap.
"Ya Allah." desah Sabrina.
"Kau ini!" bentak Azka ke Robet.
"Sabrina, izinkan aku bersamamu tujuh hari." Azka menoleh ke arah Sabrina duduk.
"Kau minta izin tapi membawaku tanpa izin. Apa kau tahu Jeju pegunungan. Bagaimana aku bisa menikmati, heh ...hiks ... hiks. Pasti rasanya tambah menyakitiku," ucap Sabrina yang sangat kesal sambil membuang nafas emosi.
"Apa benar! Aku tidak tahu, aku akan bertanggung jawab, kau gadis sewaan yang suci. Tenanglah, aku punya banyak cara untuk merawatmu, percayalah." Azka tetap santai walau ada rasa bersalah karena Sabrina yang menangis. Sabrina hanya bisa menahan tangisannya dan terus memijat keningnya.
"Kau anggap aku ini apa! Kak Azka. Aku tidak bisa apa-apa, aku hanya diam duduk di atas kursi roda. Heh ... hiks aku tidak bisa bergerak, bahkan untuk keperluanku aku yidak bisa sendiri ... hiks. Kau sudah janji, kenapa tidak menepati," jelas Sabrina tentang keadaannya dan mengingatkan Azka. Azka berusaha menahan perih hatinya, ia tidak tega tapi menurutnya ini cara manjur.
'Aku juga tersiksa Sabrin. Andai aku bisa menjadi milikmu sepenuhnya, agar halal aku merawatmu, maafkan aku Sabrina, aku hanya ingin kau jujur atas rasamu. Karna aku sangat yakin ada cinta yang tersimpan untukku. Maaf Merah jambu.'
"Maaf merah jambu, nikmati ini, aku yang membawamu, aku yang akan bertanggung jawab." Azka memberikan ponsel dan memutarkan vidio anak Adiba yang mulai memanggil nama bibiknya Yaitu Sabrina. Awalnya Sabrina tidak merespon vidio itu, namun ia tak tahan mendengar Azka junior memanggilnya dengan imut dan manis.
"Kau tambah membuat aku menangis." Keluh Sabrina namun merebut ponsel Azka dan terus memandang wajah keponakkannya.
Vidio manis dan lucu dari Azka junior.
'Alhamdulillah. Setidaknya Azka junior bisa menenangkanmu walau sebentar aku yakin kau akan menerimaku.'
Batin Azka memandang Sabrina dari kaca kecil di atasnya.
Mobil berhenti di depan Bandara Ghimpo, Sabrina diam, entahlah bagaimana perasaannya, apa berkecamuk, marah, gelisah atau binggung. Sabrina memalingkan wajah hingga tidak mau melihat ke bandara. Azka keluar mengambil kursi roda, lalu membuka pintu tempat Sabrina duduk.
"Sabrina, ayo." Azka membujuknya.
"Kita bukan muhrim!" bentak Sabrina sama sekali tidak menghadap Azka. Azka bersikeras ingin membopong Sabrina.
"Jika tidak ada sahwat tidak pa-pa kan?" tegur Azka yang masih membujuk Sabrina.
"Bagaimana tidak ada syahwat, kamu membawaku itu karena nafsu syahwatmu!" tegas Sabrina baru menghadap Azka. Azka sudah memasukkan sebagian badan ke tempat duduk Sabrina. Ia hendak membopong Sabrina.
"Maaf, aku harus memaksamu." Azka menarik lengan kiri Sabrina meletakkan ke pundaknya, Sabrina mengelak tangan kiri Azka mulai melingkar di kedua kaki Sabrina, Sabrina memukul lengan Azka dengan tangan kanannya. Namun Sabrina tiada daya karena Azka sangat kuat, tangguh kalau hanya akan membopong Sabrina.
Tangan kanan Azka melingkar di pundak Sabrina. Keluar dari mobil dengan merunduk, dengan pelan agar tidak terjaduk. Azka dapat membopongnya. Wajah ke duanya saling dekat, Sabrina membuang wajahnya ke lain arah dan sama sekali tidak berpegangan.
"Aku berhasil" ucap ringan Azka terdengar senang, namun beda dengan raut wajah Sabrina.
"Kak kenapa nekat sih," ucap Sabrina masih menjauhkan wajahnya dan sedikit malas.
"Kau bicara sama siapa?" tanya Azka sengaja. Namun Sabrina diam. Robet membuka kursi rodanya. Azka menurunkan Sabrina ke kursi roda, mereka masuk bandara. Robet berlari.
"Ada temanku yang akan menjemputmu. Maaf Azka, Hihu kecelakaan." Pamit Robet tiba-tiba setelah membuka ponselnya.
"Alhamdulillah, akhirnya tidak ada yang rempong," ucap Azka lega.
"Tapi aku akan menyusulmu dengan Hihu." Jelas Robet, Azka hanya tersenyum miring, lanjut mendorong. Lalu mengambil tiket ia mulai Cehk In. Azka terus mendorong ia sangat bersemangat.
"Boleh lari?" pamit Azka.
Sabrina membisu, Azka merayu.
"Dengar aku. I love you" Bisik Azka di telinga kanan Sabrina, wajah Sabrina diam tanpa expresi.
"Baiklah." Mereka masuk ruang tunggu.
Azka duduk di depan Sabrina sembari menunggu panggilan.
"Hemmmm. Sampai kapan kau akan membisu?" Azka membuka suara, Sabrina tetap diam tanpa bergeming.
"Kau tahu, ketika aku berusaha menyembuhkan hati ku, di pencara suci, desiran sahdu suara di pagi hari, ayat-ayat suci di baca para santri, ketika embun sudah menguap sekitar jam 6 pagi Kyai dengan kedisiplinannya dengan keiklasanya, membacakan kitab kuning. Aku hanya mendengarkan kalau tidak salah nama kitabnya Ihya'ulummudin, kitab fenomenal ciptaan Imam Al-Gazali. Ternyata menghidupkan agama mudah dan ada susahnya, aku belajar banyak hal di pondok. Menghargai sesama padahal aku sudah tua dan tidak bisa apa-apa. Namun Kiai sanjang(berkata) tidak ada kata terlambat untuk mencari ilmu. Sekarang aku membawamu, aku hanya ingin tahu perasaanmu kepada ku. Jika kau diam aku akan setia menunggu jawabanmu. Aku terbiasa menunggu, aku mencintaimu lahir batinku, kau maskapai yang selalu terbang mengitari fikiran dan hatiku, jujur Sabrina." Kata Azka penuh harap menatap Sabrina, Sabrina tetap memalingkan wajahnya.
Sabrina tak bergeming, panggilan pesawat akan segera lepas landas Azka mendorong Sabrina. untuk masuk pesawat.
"Kau spesial, terindah, jangan sia-siakan aku," bisik Azka. Mereka masuk ke awak kabin pesawat.
"Aku sudah menolakmu." Jawaban kasar Sabrina.