"Ayahku jahat, aku membencinya."
Aku tahu itu.
"Dia selalu menyakiti ibu dan saudaraku."
Sayangnya aku juga tahu itu.
"Seseorang mengatakan bahwa aku bisa bebas dari neraka itu, tapi aku tidak mau ada disini."
Lalu maumu apa dek?
Kemudian Shouto memandang lurus ke arah mataku. "Maukah kakak menyelamatkanku?"
Jadi itu maumu toh.
"Aku sendiri tidak bisa keluar dari tempat ini, bagaimana aku bisa menyelamatkanmu?"
Shouto berkedip dan kami bertatapan sejenak. Kebingungan melanda, sensasi geli membuat Shouto dan aku tertawa terbahak-bahak karena alasan yang tidak jelas.
"Mungkin, namun baiklah." Aku membiarkan kedua lengaku terbuka menawarkan pelukan. Shouto tersenyum lebar dan melompat ke arah pelukanku, "aku akan menyelamatkanmu."
Kesadaran ku kembali menghilang, aku bertanya-tanya apa ini semua hanyalah mimpi. Ya, mimpi memang selalu aneh tidak peduli seberapa tidak masuk akalnya namun kau tetap berada di alam bawah sadar dan kesulitan untuk bangun tanpa alarm.
Aku kembali terbangun, sejujurnya aku terbangun dengan cara yang mengerikan.
Rocket Punch atau apapun itu. Sebuah tangan besar menghantam bagian tubuhku membuat sakit perut karena lapar bertambah parah.
Jika Aku tidak pernah tahu cara menjaga kata-kata, aku pasti sudah banyak bersumpah sekarang.
"Berdiri." Suara tegas menjengkelkan yang membuatku ingin menabok siapapun itu orangnya.
"Tolong berhenti! Shouto baru berusia lima tahun!" Seorang wanita paruh baya memelukku seolah-olah berusaha untuk menenangkanku.
Shouto- tunggu, apa?
"Diamlah!" Bentak si bajingan itu disertai pukulan menyakitkan yang diarahkan pada wanita yang memelukku.
Secara otomatis aku berteriak. "Ibu!"
Aku mendongak menatap kesal pada orang bertubuh tinggi dan besar yang memiliki jenggot yang terbakar. Rasanya aku ingin mengambil sebaskom air es untuk menyiram orang ini.
"Tch, hari ini cukup sampai disini." Si bajingan itu membalikkan badannya dan berjalan pergi. Benar-benar mengabaikan kami.
Aku mendesah frustasi. Menyelamatkan itu, ini maksudnya?
"Shouto! Ibu!"
Dua anak lain berlari mendekati kami. "Kamu baik-baik saja?"
Jika kau melihatku sedang baik-baik saja maka kau perlu kerumah sakit untuk memeriksakan matamu. Aku menahan suara itu dibenakku. Akan makin menjengkelkan jika situasinya bertambah rumit.