Chereads / Young Daddy / Chapter 2 - Orang Dewasa Vs Bocah Kecil

Chapter 2 - Orang Dewasa Vs Bocah Kecil

Kejengkelan akibat ulah bocah itu menggerogoti Surugui. Ingin sekali ia marah-marah, tetapi melihat muka masam dan mata berkaca-kaca si bocah itu, membuat ia tak tega.

Surugui mendengus, melihat bantal kesayangannya dijadikan mainan. Bocah itu mendorong bantal di lantai sambil berlari menungging kemudian menirukan suara mobil.

''Bbbrrrrrmm ... brrrrmmm!''

''Ah, habis sudah. Rumahku mirip kapal pecah,'' Surugi bergumam.

Ia menekan nomor polisi di Smartphone-nya, sebelum menekan tombol panggil, Smartphone itu jatuh dari tangan karena ulah si bocah yang memukul wajahnya dengan bantal. Keduanya terdiam, tampaknya melihat reaksi masing-masing. Surugui menyatukan gigi dan mengepalkan tangan menahan emosi, dipungutnya benda pipih itu dan menelepon polisi lagi.

Selagi bertelepon, bocah itu tak berhenti memukuli wajahnya dengan bantal.

''Ya, halo … ini kediaman Surugui, di RT. 06, desa Bonbon, rumah satu-satunya dekat sawah pak Husein. Ada anak laki-laki kira-kira 2 tahunan yang tak kukenal masuk dalam ranselku … eh, tidak-tidak, anda salah paham. Aku tidak memasukkannya dengan sengaja!'' Karena saking emosinya pada bocah itu, Surugui tak sadar meninggikan suaranya pada si polisi.

Lalu katanya pada si bocah, ''Sudah, sudah, berhenti memukuli wajahku!''

Bocah itu kesal dan beranjak ke luar kamar. ''Eh, merajuk ya. Sampai segitunya. Kamu nggak boleh keluar sebelum polisi datang!''

Di susulnya bocah itu dengan dua langkah besar dan lengan kecil yang melambai itu dicengkeramnya hingga sang empu berhenti di hadapannya. Si bocah langsung meronta minta dilepas sampai-sampai gigi kecil menancap di punggng tangannya. Surugui menarik tangan dengan cepat seraya mengelus-elus bekas gigitan. ''Bocah ini berbahaya!''

Surugui meninggalkan bocah itu dalam kamar, ia ke dapur untuk memasak mi instan bersama satu sosis yang tersisa. Setelah lima menit, mi instan dan sosis goreng diletakkannya di meja duduk. Ia berdoa sebelum makan dan sesekali melirik pada bocah di dalam kamar.

''Arhh, benar-benar tak tahan dengan anak kecil. Bocah asing itu sudah membuat rumahku seperti kapal pecah. Sudahlah, abaikan saja.'' Surugui baru saja hendak menyendok mi dan sosis, mobil polisi terdengar berhenti di halaman rumahnya. Lebih cepat dari dugaannya, buru-buru ia beranjak untuk membukakan pintu depan.

Dua polisi itu tertegun melihat rumah Surugui yang berantakan, lantas sang polisi wanita bertanya, ''Kenapa ini? Apa kau memukulinya?''

Disangka memukuli, Surugui memonyongkan bibirnya, kesal, ingus tampak di ujung lubang hidungnya. Ia menunjuk ke belakang. ''Ini ulang dia!''

Bocah yang jadi pusat perhatian hanya asyik menyedot mie goreng dan mengunyah sosis.

''Sial, dia cari kesempatan saat aku meninggalkan meja,'' kesal Surugui dalam hati. Perutnya berbunyi saat melihat bocah itu memakan mie goreng miliknya.

Setelah mendengar cerita sebenarnya dari Surugui, dua polisi itu memutuskan untuk menyelidiki identitas sang bocah serta akan membawanya ke pusat penampungan anak. Begitu si polisi wanita hendak menggendong sang bocah, ia malah bersembunyi di belakang kaki Surugui dan enggan untuk keluar dari rumah itu.

Kemana pun Surugui berjalan, bocah itu ikut dan tangan kecil si bocah berpegang erat pada celana training Surugui. Di lubuk hati Surugui yang terdalam, mendapatkan perlakuan itu ia merasa lumaian bahagia.

Si polisi wanita pun berkata, ''Sepertinya ia sudah nyaman denganmu, kalaupun dipaksa ikut dan tinggal di rumah penitipan anak takutnya ia berulah dan menangis terus. Anak tidak baik dibiarkan menangis berlarut-larut, nanti tubuhnya lemas.''

''Nyaman apanya, aku tidak bisa mengurus anak kecil macam dia!'' Surugui kesal lagi.

''Lebih baik kau rawat saja anak lucu itu, Surugui, hitung-hitung belajar jadi calon ayah. Lagian usiamu sudah cukup untuk menikah, tak ada salahnya belajar kehidupan anak-anak mulai dari sekarang,'' timpal sang polisi laki-laki sambil tersenyum menggodanya.

Bagaimana rasanya mendengar orang lain menyebut kata nikah saat dirimu pengen ngebet nikah, tetapi nggak punya uang. Selain kesal, Surugi merasa malu karena tak mampu. Teman-teman semasa kuliahnya sudah pada nikah, cuma ia yang jomblo sampai usia hampir kepala tiga.

Surugui tak langsung menjawab, ia menoleh ke bawah, melihat mata bocah itu yang berkaca-kaca. Rasa tak tega yang mengusuk hati membuat ia mengangguk pasrah.

Telah diputuskan oleh kedua polisi itu bahwa selama menunggu hasil penyelidikan dan menemukan keluarga yang kehilangan, si bocah itu menjadi anak asuh Surugui. Melihat dari penghasilannya yang tak banyak, Surugui sesungguhnya berat hati menerima bocah itu, terlebih ia tak punya pengalaman merawat anak-anak.

''Aku kalah lagi oleh anak ini, kenapa dia menyerangku dengan tatapan begitu, jadi mengusik hati nuraniku saja, huuuh! Surugui, kau memang cowok baik, pria idaman banget, sudah tampan mandiri lagi,'' pujinya pada diri sendiri. Dengan begitu, segala masalah yang terjadi barusan menjadi lebih ringan dalam pikirannya.

Setelah 2 polisi itu pulang, Surugui sibuk membereskan barang-barang yang berserakan di ruang tamu. Ia susun sampai rapi kembali.

Saat masuk ke kamarnya, hidungnya bergerak-gerak. ''Bau ini, kenapa mendadak kamar berbau aneh begini?'' Begitu menilik tubuh bocah itu, baru lah ia tahu asal bau itu bersumber dari popok yang telah melorot, tampak berat berisi.

Surugui langsung membuka jendela di kamarnya dan menyalakan kipas angin untuk mengusir bau kotoran bocah itu. Usai membereskan kamarnya, ia bergegas mengayuh sepeda dan membeli popok sachet menggunakan gajinya hari ini.

Dengan sebatang lollipop kecil, ia merayu bocah itu untuk mandi bersamanya. Di kamar mandi, bocah itu berendam dalam bak kecil sedang ia duduk di samping sang bocah sambil menggosok rambut si bocah dengan sampo.

''Jangan banyak bertingkah! Kau sudah memilihku, jadi mari berdamai, okey? Jangan hamburkan barang seenakmu. Sampai ibumu ditemukan, kau akan menjadi tanggunganku,'' ujarnya dengan penuh penekanan.

Bocah itu menyahut lantang dengan intonasi yang berubah-ubah sembari mengocek sabun batangan yang berbuih di tangan kecilnya. Surugui hanya mengernyit mendengar bahasa anak kecil yang tak dimengerti olehnya.

Usai mandi, saat Surugui sedang mengeringkan rambutnya, bocah itu meloncat dari bak mandi dan berlari ke kamar. Surugui lekas mengejar lantaran bocah itu belum memakai celana. Ditakutkannya, bocah itu akan mengeluarkan kotoran lagi. ''Tunggu, keringkan badanmu dulu! Pakai celanamu!''

Begitu sampai di kamar, bocah itu meloncat-loncat di atas bantal putih kesayangannya. Melihat kelakuan si bocah di atas kepribadiannya yang menyukai kebersihan, Surugui akhirnya marah lagi.

''Jangan menggesek-gesekkan kelaminmu itu di bantalku! Lihat … jadi basahkan,'' gerutunya, seraya menarik bantal.

Surugui mengencangkan popok celana di antara dua tangannya agar bocah itu dapat memasukkan kedua kaki. Dilihatnya, bocah itu suka sekali menyentuh benda kecil itu. Sampai-sampai Surugui tak tahan melihatnya.

''Jangan diputar-putar, nanti cacat. Berhenti memelintir alat kelaminmu, Bocah Tengil!'' saking gemesnya giginya bergemeletuk. Yang dimarahi malah terbahak riang. Surugui tak mengerti apa yang lucu darinya. Menurutnya, anak-anak selalu bersikap aneh dan tidak mengerti maksud orang dewasa.