Stein membopong Adeline. Dalam tangan kekar Stein, Adeline hanya seperti seorang bayi. Tubuh mungilnya yang seksi seolah bukan beban untuk Stein. Matanya melihat lurus ke mata Stein. Dengan senyum lembut yang memabukkan. Tangannya melingkar di leher Stein. Adeline bagai morfin untuk Stein. Bahkan setelah mereka lima tahun bersama, Stein tidak pernah bosan untuk menyentuh bibir mungil yang ada di hadapannya.
Tujuan mereka adalah kamar tidur Stein. Aroma maskulin kamar itu membuat Adeline merasa betah berlama-lama. Tidak jarang Adeline berada di kamar Stein hanya sekedar untuk tidur tanpa bercinta.
Kadang sikap Adeline yang kekanakkan justru membuat Stein merasa semakin macho untuk menjadi pria ari wanitanya itu. Stein telah menemukan pelabuhan terakhir yang dia inginkan. Sekarang, dia hanya perlu mengajak Adeline keluar dari dunianya yang gelap gulita karena rasa dendam.