Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Ketika Mafia Jatuh Cinta

Rin_MIsaki
--
chs / week
--
NOT RATINGS
4.3k
Views
Synopsis
Warning 21+ Mohon menjadi pembaca yang bijak. ''Berikan anak itu,'' ujar Ken duduk di depan Cherilyn sambil mengeluarkan koper yang berisi uang penuh. ''Anak itu? Ayah macam apa memanggil anaknya sendiri dengan sebutan seperti itu,'' jawab Cherilyn melempar koper ke lantai, Ken melihat itu tersenyum dingin namun Cherilyn sama sekali tidak takut dengan Ken. "Hah... Kau tau mafia Varsha?" tanyanya menghidupkan cerutu, dengan cepat tangan Cherilyn mengambil cerutu dan membuangnya ke jendela. "Aku tidak perduli siapa dirimu entah mafia entah gangster, aku tidak perduli, bagaimana aku bisa kau memanggil dirimu sendiri sebagai ayah merokok tepat di hadapan anak kecil." Perseteruan antara Ken dan Cherilyn terus berlanjut tidak ada yang mau mengalah, akankah anak Ken mau kemabli dengan ayahnya yang merupakan boss mafia ataukah Cherilyn yang merawat anak Ke yang tidak sengaja ia temukan beberapa hari lalu?.
VIEW MORE

Chapter 1 - Takdir atau Kebetulan?

"Adik kecil, kau tidak apa-apa," tanya Cherilyn khawatir melihat seorang anak laki-laki sekitar berumur 10 tahun menangis di gelapnya gang sempit di antara tingginya gedung di kota yang tidak pernah tidur.

"Mama!" teriak anak tadi sambil menangis , tubuh gemetar belumuran lumpur kering dan bau selokan tercium darinya.

Sambil berjongkok di depan anak kecil itu, Cherilyn mengeluarkan sapu tangan dan membersihkan wajahnya. Mata besar dan indah berwarna biru cerah, hidung mancung serta bibir berbentuk hati yang sudah pecah-pecah serta rambut halusnya membuat Cherilyn menjadi merasa bersalah jika hanya mengantarkannya ke kantor polisi dan melaporakannya atas penemuan anak hilang.

"Adik kecil, kakak bukan mama... tapi kakak akan membantu mencari mamamu, okay?" ucap Cherilyn mengusap rambutnya perlahan membuat gemetar di tubuh adik kecil itu berkurang.

"Adik pasti lapar, ikut ke rumah kakak, mau?" tanya Cherilyn tersenyum meraih tangan kecilnya, ia mengangguk perlahan meskipun masih Cherilyn.

Segera mereka berdua berjalan keluar dari gang sempit dan gelap, namun saat sudah di ujung gang adik kecil tadi tidak mau melangkah keluar pandangannya terus menatap tanah yang dingin menunduk terdengar gumaman kecil darinya sangkin kecil Cherilyn tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang ia gumankan.

"Adik kecil mau kugendong belakang?" tanya Cherilyn kembali berjongkok di depannya, butuh waktu untuk anak itu untuk menjawab namun akhirnya ia merespon dengan mengangguk dan memeluk leher Cherilyn

Pelahan Cherilyn memindahkan tas punggung yang sedang ia gunakan arah depan dan mulai mengendongnya serta melanjutkan perjalanan kami yang tertunda tadi.

Perjalanan mereka cukup sulit awalanya sedikit sulit karena anak kecil itu terus menangis menarik perhatian orang-orang di sepanjang jalan, lampu-lampu jalan serta terangnya bulan menemani perjalanan pulang mereka, untung saja apartemen yang di tinggali Cherilyn tidak terlalu jauh dari tempat ia menemukan anak kecil tadi hingga tidak perlu naik kendaraan umum seperti kereta ataupun bus yang kemungkinan memperburuk kondisi psikis anak kecil.

"lyn... sudah pulang?" sapa satpam apartemen tempat Cherilyn tinggal, sebuah apartemen yang baru di bangun 1 tahun lalu serta biaya sewa yang murah di sebuah perkotaan besar terlebih lagi lokasinya sangat strategis untuk sebuah tempat tinggal.

"Haloo pak, saya naik dulu pak," jawabnya memberikan sebuah bingkisan kepada satpam dengan senang ia menerimanya dan terus berterima kasih hingga Cherilyn naik lift.

Lift terus naik hingga sampai ke lantai 5, Cherilyn berjalan perlahan menuju sebuah kamar apartemen bernomor 505 yang berada di ujung koridor apartemen.

Ping... ping... ping

Jari-jari mungil Cherilyn menekan tombol kombinasi pada bagian depan pintu yang merupakan cara agar pintu kamar terbuka, perlahan Cherilyn membuka pintu kamarnya agar tidak menimbulkan suara yang tidak berarti.

"Untungnya satpam tadi gak tanya tentang anak ini," guman Cherilyn masuk ke dalam ruangan apartemennya

"Adik kecil, bangun kita sudah sampai," ujar Cherilyn membangunkan adik kecil yang tertidur dalam gendongan entah sejak kapan.

"Mama?" ucap anak kecil tadi sambil terkantuk-kantuk turun dari punggung Cherilyn, terlihat menghela nafas saat mendengar kata mama dari anak kecil tadi.

"Hah... anggap saja angin berlalu," batin Cherilyn yang mulai kesal kata mama, bukan tanpa sebab Cherilyn membenci kata mama sebab ia harus kehilangan rumah, papa serta semua yang berharga baginya karena mamanya sendiri serta harus hidup sendirian di kerasnya kehidupan sejak dirinya menginjak bangku sekolah menengah atas.

Cherilyn mengandeng anak itu menuju kamar mandi dan membersihkan tubuh kecil anak kecil, namun saat Cherilyn hendak melepaskan bajunya.

"Tidak mau, Kian mau mandi sendiri," ucapnya menghalangi tangan Cherilyn yang meraih kemaja yang dipakainya.

"Nama adik Kian? Baik Kian... Kian bisa mandi sendiri?" tanya Cherilyn memeriksa kembali ucapan dari Kian barusan, Kian mengangguk sambil menatap mata Cherilyn.

Sambil mengusap rambutya perlahan Cherilyn memberikan handuk kepada Kian serta baju milik keponakan Cherilyn yang awal buat kado ulag tahun yang beberapa hari lagi, lalu meninggalkannya dan mempercayainya.

Tidak lama Cherilyn menjauh dari kamar mandi terdengar suara air mulai bergemericik yang menandakan Kian sedang mandi, sementara itu Cherilyn sudah berganti baju dan memasak makam malam simple untuk mereka berdua meskipun Cherilyn tidak yakin jika Kian menyukai masakannya.

Kreak...

Pintu kamar mandi terbuka Kian dengan tersipu malu keluar menampakan dirinya yang sebenarnya, Cherilyn yang melihat Kian sedikit terkejut dengan penampilan Kian yang sangat tampan sekaligus imut.

"Ya... Kian imut sekali kamu... aku tau saat pertama kali melihat matamu pasti akan tampan tapi... aw... kau imut sekali," teriak Cherilyn gemas dengan penampilan Kian sangkin gemasnya Cherilyn tidak henti mencium pipi dan memeluknya dengan erat.

Meskipun Kian terlihat terkejut dengan sifat Cherilyn yang barbar namun akhirnya ia hanya tertawa kecil di dalam pelukan Cherilyn yang terasa hangat sebuah pelukan yang jarang Kian rasakan sejak kecil.

"Kian, maaf pasti lapar ya? Ayo makan kakak tidak tau jika Kian suka atau tidak... ayo makan," ajak Cherilyn mengandeng tangan kecil Kian membawanya ke meja makan yang sudah tersedia makan malam hangat.

Nasi hangat, telur gulung, sup ayam serta beberapa makanan samping lainnya, mata Kian membulat dengan sempurna saat melihat semua hidangan sederhana yang di buat Cherilyn, terlihat Kian sudah tidak sabar memakannya hingga menjatuhkan sendok yang ia pegang namuan bukan cuma itu ini untuk pertama kalinya Kian makan bersama dengan seseorang hingga membuatnya hampir menangis.

"Kenapa? Terlalu asin?" tanya Cherilyn terkejut melihat Kian menahan air matanya, Kian hanya menggelengkan kepalanya dan mulai melahap makanan yang ada di depannya sambil menahan tangisnya.

"Anak yang aneh," gumannya memberikan telur gulung bagiannya kepada Kian.

"Adik Kian," panggil Cherilyn sambil menyedok nasi, Kian menghentikan gerakan tanganya dan menatap Cherilyn dengan berbinar-binar.

"Di mana rumah adik?" Sebuah pertanyaan yang membuat wajah Kian menjadi redup dan seolah akan menangis.

"Tidak apa jika tidak mau memberitau kakak, lanjutkan makan," lanjutnya mengusap butiran air mata yang hampir jatuh, pelahan Kian melanjutkan makannya meskipun masih terlihat gemetar.

Cherilyn menunggu Kian selesai makan sambil meminum kopi serta membaca sebuah novel dari penulis favoritnya.

"Kakak, Kian sudah selesai," ujarnya menata sendok dan garpu di atas piring sesuai dengan posisi piring milikku.

"Aw... anak pintar, bantu kakak membawanya ke sini," ucap Cherilyn mengambil piring miliknya berjalan menuju tempat cuci piring, Kian mengikutinya mirip anak itiik dengan induknya.

Cherilyn melirik jam dinding yang menunjukan pukul 07.45.

"Sudah jam segini, adik Kian mari sikat gigi dan tidur," ajak Cherily mengandeng tangan Kian ke arah kamar mandi, di sana Cherilyn menaruh meja kecil di bawah wastafel untuk tempat berpijak Kian dan memberikan sikat gigi baru ke padanya.

Mereka berdua sikat gigi bersama di depan cermin, Kian terlihat sangat senang melihat kebersamaanya dengan Cherilyn begitu pula sebaliknya, sebuah potret kebersamaan anak dan mamanya.

"Sudah selesai mari kita tidur,"ucap Cherilyn mengusap busa yang masih ada dagu kian.

Mereka berdua berjalan menuju ruangan yang ada di samping kamar mandi, sebuah kamar tidur yang rapi dan juga bersih terlihat di sana.

"Kian mau tidur sendiri atau tidur dengan kakak?" tawar Cherilyn menyelimuti tubuh kecil Kian, di balik selimut Kian menjawab dengan lirih, "Kian tidak mau tidur sendiri."

Mendengar hal itu Cherilyn tersenyum dan berbaring di sampingnya sambil menepuk-nepuk tangan Kian, Cherilyn mulai bercerita sebuah kisah yang dulu neneknya sering bercerita.

Sebuah cerita tentang kisah gadis kecil yang pernah tersesat di hutan belakang rumahnya karena petak umpat dengan teman-temanya hingga membuatnya bertemu denga beruang yang terluka karena tembakan di salah satu lengan beruang, melihat beruang yang kesakita gadis kecil itu merobek rok yang ia pakai untuk menghetikan pendarahan untuk sementara waktu.

Gadis itu pergi mencari orang dewasa agar bisa merawat beruang tadi, akhirnya ia menemukan sebuah pondok serta terdapat orang dewasa di dalamnya namun yang gadis itu tidak tau bahwa orang dewasa itu adalah pemburu beruang, dengan tergesa-gesa gadis itu membawanya ke beruang namun bukannya mengobati beruang orang dewasa itu membunuh beruang tadi di depan mata gadis kecil tersebut.

Tapi saat perburu hendak membawa beruang tadi tiba-tiba seuatu yang aneh terjadi kepada pemburu dan membuatnya jatuh ke jurang di samping tempat beruang tadi ditemukan, tanpa sengaja gadis itu melihat arwah beruang yang telah mati tadi dan menuntunnya kembali ke rumah gadis tersebut, selesai.

Cherilyn menoleh ke arah Kian yang ternyata sudah tertidur, pelahan ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju meja kerja yang berada di samping tempat tidurnya.

[ON]

Cherilyn menyalakan laptop miliknya serta mencari-cari mengenai anak hilang atau di cari, namun tidak ada satupu informasi tentang anak yang bernama Kian. Cherilyn bahkan bertanya kepada salah satu temannya yang berkerja di kepolisian namun tetap saja tidak ada informasi yang berarti.

Ia mendorong kursi ke belakang dan memandang ke arah luar jendela, melihat wajahnya sendiri yang lelah dengan semua hal yang terjadi di hari ini.

"Hah... sepertinya besok aku harus izin tidak masuk kerja," ucap Cherilyn mengambil handphone dan mengirim pesan ke HRD tempat ia berkerja dan kembali ke tempat tidurnya.

***

Di suatu tempat terdapat beberapa orang di lokasi tersebut seorang pria duduk di sofa satu orang berdiri di belakangnya, di depannya terdapat seorang pria yang babak belur dengan posisi kaki dan tangannya terikat.

Asap putih keluar rokok yang di hirup pria yang duduk di sofa, tangan yang lain memengan pistol berlaras pendek menghadap ke pria yang sedang terikat.

"Kalian bawa kemana anakku?" tanyanya sambil menarik pelatuk pistolnya.

"Tidak tau, anak itu menghilang begitu saja..."

[BANG]

Suara tembakan mengema di seluruh ruangan, tembakan itu mengenai kaki kanan pria yang terikat, sambil merintih kesakitan ia terus mengatakan jika anak kecil itu hilang tanpa ada yang tau.

"Kesempatan terakhir, di mana anakku?" ancamnya berjalan mendekat.

Salah satu anak buah dari pria tersebut datang menghampirinya dengan terburu-buru.

"Tuan, kami menerima video mengenai tuan muda," ujar anak buahnya, membuat pria yang di panggil tuan tersenyum mendengarnya.

~~~Tbc.