Chereads / My AL / Chapter 34 - Kebohongan Allesio

Chapter 34 - Kebohongan Allesio

Saat itu, Allesio benar-benar tidak bisa menghargai dirinya dengan baik. Ia lemah karena ia tahu kalau semua orang sudah benar-benar membencinya.

"Buktinya?" Tanya papa Allesio kepada saudaranya ini. Papa Saqeel pun meminta Hazeel untuk bersaksi. Hazeel sedikit takut saat ia bisa menatap mata papa Allesio. Yap, kalian pahamkan kalau Hazeel sebenarnya sedang berbohong. Tapi, ia harus berusaha untuk menyakinkan papa Allesio agar mereka mengusir Allesio pergi dari sini.

"Dia mendorong Saqeel, saat Saqeel ingin naik ke atas. Aku melihatnya sendiri." Hazeel menunjuk-nunjuk ke arah Allesio yang masih berlindung di belakang papanya. Allesio sempat melirik ke arah papanya. Allesio takut kalau papanya malah ikut-ikutan mereka untuk menuduhnya.

Tapi, papanya malah pasang badan untuk Allesio. Papa benar-benar seperti gapura besar yang rela menjadi benteng bagi Allesio. Allesio benar-benar bersyukur dengan keajaiban tuhan melewati papanya ini.

"Kalau begitu, apa buktinya?" Tanya papa Allesio lagi. Papa Saqeel pun terlihat marah karena papa Allesio seakan-akan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh anaknya.

"Sampai kapan kakak akan membela anak angkat ini terus? Dia itu tidak lebih dari anak kecil yang besar kepala karena mendadak menjadi orang kaya raya," marah papa Saqeel yang membuat Hazeel juga ikut berlindung di belakang papanya.

Papa Allesio melirik ke arah Allesio. Mata itu benar-benar mata yang teduh tanpa penghakiman apapun baginya.

"Al, jawab papa dengan jujur. Apa benar yang dikatakan Hazeel?" Tanya papa yang tentu saja dibalas gelengan oleh Allesio. Padahal, sejak tadi, saat semua orang menuduh Allesio dengan sangat sembarang dan sepihak, Allesio hanya memilih untuk diam. Tapi, saat papanya yang berbicara, Allesio dengan berani berbicara.

"Akulah yang menyelamatkan Saqeel di saat Hazeel hanya bisa terduduk dan menangis. Aku ingin memanggil pelatih, tapi aku ingat kalau pelatih pergi mencari toilet. Saat itu pun, suaraku sama sekali tidak keluar karena aku merasa takut!" Jujur Allesio kepada papanya. Papa Saqeel malah makin ingin marah saat melihat anak itu malah membolak-balikkan fakta yang berlawanan dengan apa yang dikatakan oleh anaknya barusan.

"Kenapa kau baru bisa bicara sekarang? Kenapa kau baru membela diri sekarang saat kau melihat papamu ada di sini? Baru memiliki tekad untuk berbohong?" Tanya papa Saqeel dengan wajah yang sudah kaku karena menahan amarah.

Allesio sama sekali tidak berani menatap laki-laki itu, ia benar-benar merasa takut. Tangannya pun bergeta hebat sekarang.

"Allesio ya-yang men-dorongku," Saqeel tiba-tiba bangun begitu saja. Wajahnya yang pucat pasih itu malah membuat semua orang di sini makin merasa kasihan.

Papa Allesio pun menjauh dari Allesio. Sekarang, bukan hanya mereka semua yang tidak mempercayainya, bahkan papanya saja ikut tidak mempercayainya sekarang.

Wajar saja kalau papanya tidak percaya lagi kepada Allesio. Sekarang, orang yang bersaksi adalah si korban. Jadi, wajar saja kalau semua orang kini berbalik menyerang Allesio, kan?

Allesio menundukkan kepalanya. Ia benar-benar merasa ketakutan. Bagaimana ini? Apa yang harus ia lakukan?

"Katakan yang sebenarnya!"

DEG!

Papa berteriak kepadanya? Suara papanya terdengar dalam dan sekarang malah papanya yang terlihat sedang menahan amarah.

Allesio benar-benar takut. Selama ia hidup di keluarga ini, baru kali ini papa terlihat marah kepadanya. Ia benar-benar tidak tahu apa yang akan dilakukan semua orang yang ada di sini kepadanya.

"Pa, aku tidak melak—"

"Lihat di depanmu, dia sudah mengatakan yang sebenarnya. Lalu, kenapa hanya perkataanmu saja yang berbeda, Al! Papa sama sekali tidak pernah mengajarkan kamu untuk berbohong!" Amarah papanya meledak begitu saja. Senyuman sinis dari Hazeel dan Saqeel membuat Allesio makin menciut. Ia benar-benar tidak memiliki tempat di manapun lagi.

Papa Allesio melirik ke arah Allesio. Mata papanya sekarang ikut menyinis kepada Allesio. Allesio menundukkan kepalanya.

Tiba-tiba mama Allesio memeluk papa Allesio erat. Tangan suaminya sudah bergetar hebat. Ia takut kalau suaminya malah melakukan hal yang tidak-tidak kepada anaknya ini.

"CCTV," ingat mama Allesio kepada suaminya itu. Atas permintaan dari suaminya itu, mereka memutuskan untuk memasang CCTV di kolam berenang mereka dua hari sebelum hari ini.

Papa Allesio menganggukkan kepalanya setuju. Kenapa ia baru mengingat hal ini? Untungnya ia belum melampiaskan emosinya kepada Allesio.

Tapi, papa Allesio sadar. Kalau seandainya Allesio melakukan kesalahan, hal itu juga merupakan kesalahan baginya. ialah yang seharusnya mengajarkan banyak hal baik kepada Allesio, jika anak itu masih melakukan hal buruk, berarti ialah yang bersalah karena kurang memberikan kasih sayang dan pengertian kepada Allesio.

Papa berjalan mendekati Allesio. Allesio sudah siap untuk hal terburuk. Allesio menutup matanya karena ia merasa sedikit takut dengan apa yang akan papanya lakukan kepadanya.

Mungkinkah orang-orang ini akan menyiksanya? Kalau dipikir-pikir, tak ada alasan bagi mereka untuk membiarkan Allesio hidup lebih lama lagi di sini. Allesio benar-benar takut sampai-sampai tangannya bergetar hebat.

***

"Apalagi sekarang?" Tanya Allesio kepada dua kembar itu saat ia melihat kedua kembar itu duduk di sofa rumah miliknya. Aura yang bisa mereka rasakan dari Allesio sekarang malah bisa dibilang terasa seperti aura papa Allesio yang sangat mengerikan.

Dulu, Allesio memang bisa diserang dari sudut manapun, tapi sekarang Allesio tidak membiarkan orang-orang ini untuk menyerangnya lagi walaupun Allesio yang sekarang sebenarnya adalah Allesio yang sama dengan apa yang mereka lihat dahulu.

"Kami tahu kalau kau sudah memarahi seorang pekerja dan kau mencoba untuk menutupi semua kebenaran itu," kata Hazeel dengan penuh semangat. Hazeel sudah menggunakan baju jas untuk bekerja. Saqeel seperti juga sudah menggunakan baju jas yang sama.

Mereka sepertinya bekerja di cabang perusahaan Raesha juga dan Allesio tidak tahu mengenai hal itu. Sebenarnya, Allesio pun tidak perduli di mana mereka bekerja dan apa yang mereka lakukan. Untuk apa ia memikirkan orang-orang yang membencinya, iyakan?

"Buktinya?" Tanya Allesio kepada mereka berdua. Allesio berniat untuk sarapan pagi hari ini, tapi melihat dua sejoli ini malah membuatnya jadi malas sekali untuk sarapan.

"Kau pikir aku bodoh! Aku melihat betul kalau kau membuat kak Nero babak belur. Ada beberapa luka di wajahnya dan aku akan menemukan semua bukti dari semua kejahatanmu itu." Hazeel berdiri sambil menunjuk ke arah Allesio dengan tatapan benci. Dadanya mulai memanas karena emosi, mereka berdua berharap kalau papa Allesio akan mempercayai perkataan yang mereka lontarkan.

Kalian bayangkan saja bagaimana kalau seandainya papa Allesio memutuskan untuk membenci Alessio hanya karena ia yang memukul orang lain. Apalagi ia melakukannya di ruangannya sendiri dengan dirinya yang menjadi bos dari Nero.

Papa melihat ke arah Allesio. Entahlah apa arti dari tatapan mata papa sekarang ini. Tapi, Allesio merasa kalau papa seperti sudah termakan omongan dari para orang-orang ini.

"Ini buktinya!" Si kembar itu memperlihatkan sebuah handphone kepada papanya. Ada foto Nero yang terlihat babak belur di sana. Sungguh, Allesio bahkan tidak melakukan apapun kepada Nero. Kalaupun babak belur karena perkelahian antara Yasa dan Nero, ataupun Allesio dan Nero, lebam di wajah laki-laki itu takkan terlihat semengerikan ini.

Tangan Alessio bergetar hebat. Apa akan ada sesuatu lagi nantinya? Apa papa akan tidak mempercayainya lagi? Atau mungkin papa akan membuangnya?

Padahal, ia baru merasa bahagia karena pada akhirnya ia memiliki keluarga utuh. Kenapa nasibnya selalu sial seperti ini?

***

Bersambung