"Aku tidak punya kakak! Aku tidak mau punya kakak!" Allesio kecil mendengar suara tangisan dari kamar milik Rin kecil, saat ia sedang berjalan menuju ke kamarnya. Kata-kata yang Rin ucap tadi benar-benar berpengaruh pada jantung Allesio kecil.
Bagian dadanya terasa sakit, bukan hanya itu, Allesio kecil malah makin merasa tidak berguna di dunia ini. Apalagi setelah mendengar kata-kata itu dilontarkan dengan Rin kecil barusan. Benar-benar diluar dugaan. Bagaimana mungkin ucapan Rin yang bukan adik kandungnya bisa membuatnya menjadi merasa tidak berguna seperti ini.
Padahal, Allesio sudah sangat menyayangi Rin. Walaupun mereka benar-benar baru bertemu dan menjadi kakak beradik.
Allesio mengumpat di dalam hati. Padahal sebelumnya, Rin sangat menerimanya dan tidak mau berpisah dengannya. Tapi, entah apa yang dikatakan oleh saudara-saudara baru Allesio itu, kata-kata mereka berhasil membuat Rin membenci Allesio.
"Rin, Allesio adalah kakakmu. Dia adalah adik kak Ryu dan juga—"
"Mama dan papa tidak tahu, ya? Kak Allesio yang membunuh kak Ryu. Kak Allesio yang membuang kak Ryu dari keluarga kita. Kak Allesio juga akan membuangku dari sini jika ia menjadi kakakku," beritahu Rin sambil menangis kencang sekali. Suaranya yang lirih itu benar-benar makin menyayat hati Allesio.
"Rin, kak Ryu sudah benar-benar pergi. Kak Allesio adalah pengganti kak Ryu. Tuhan memberikan kak Allesio untuk kita agar bisa menggantikan kak Ryu di hati kita." Bahkan, kata-kata yang mama lontarkan juga ikut menyayat hati Allesio.
Jadi, bagi mereka, Allesio hanyalah pengganti Ryu, ya? Bisakah mereka menerima seorang Allesio karena dia adalah Allesio? Hah, apa untungnya bagi mereka jika mengangkat seorang anak yang serba kekurangan seperti Allesio ini?
Allesio menyayangi mamanya, tapi Allesio kecil belum bisa menerima kata-kata yang mamanya lontarkan pada saat itu. Mengingatnya saja sudah berhasil membuat hatinya merasa sakit
Allesio kecil berniat ingin menuju ke kamarnya, tapi kata-kata papa malah membuat Allesio terdiam atau lebih tepatnya terpanah.
"Apa Rin tidak mau ada kak Allesio di sini? Apa Rin mau sendirian di saat mama dan papa pergi bekerja? Kak Allesio sudah sangat menyayangimu dan dia mau membantu papa dan mama untuk menjagamu. Bukan sebagai kak Ryu, tapi sebagai kak Allesio. Salah satu kakakmu dan juga penjagamu." Terkejut? Tentu saja!
Aneh, ada orang baik seperti papanya yang tidak curiga atau berprasangka buruk kepada orang lain, termasuk juga kepadanya. Kalau Allesio jadi papa, mungkin ia tidak mau mengangkat seorang anak untuk mengantikan anak kandungnya yang sudah tiada.
Lebih baik Allesio membanting tulangnya untuk menjadi CEO selamanya. Allesio kecil memang tidak mempercayai orang lain sejak dulu.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka, memperlihatkan papa dan mama yang sudah ada di depan mata Allesio kecil. Allesio kecil yang awalnya menatap ke arah mama dan papa malah langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Papa tersenyum hangat kepada Allesio, begitu juga dengan mamanya. Tapi, senyuman papa terlihat sangat tulus. Allesio kecil berjanji tidak akan membuat papanya kecewa. Apa yang papanya pinta akan ia kabulkan. Meskipun papa meminta nyawanya sekalipun.
"Al, kamu mau bicara sama Rin dulu?" tanya papa kepada Allesio. Papa mengelus rambut Allesio dengan sebelah tangannya yang besar. Rasanya sangat hangat. Apa ini kasih sayang seorang ayah, itu?
"Apa boleh?" tanya Allesio kecil sedikit merasa takut.
"Maafkan mama, Al. Mungkin ada seseorang yang mengatakan hal buruk tentangmu dan membuat adikmu terhasut. Padahal, kemarin tidak seperti ini," heran mama yang juga kelihatan binggung. Allesio kecil hanya tersenyum saja.
Apakah ada satu orang saja yang mengatakan hal baik mengenai Allesio, tadi? Tidak! Sepertinya mamanya terlalu banyak berada di kamar bersama adik kecilnya. Sehingga, mamanya sama sekali tidak tahu apa yang terjadi sebelum ini.
Rin masih menangis dan mungkin kalau Allesio menemuinya sekarang akan membuat tangisnya malah makin membesar. Apa mungkin Rin akan selalu membenci Allesio untuk selamanya?
"Tidak! Aku tidak mau membuat Rin makin membencimu." Baiklah, mungkin ini adalah keputusan yang baik menurut seorang Allesio kecil. Kita tidak bisa mengaturnya, bukan?
Semua keputusan, ada pada Allesio kecil, saat itu.
***
Dia pergi? Apa benar begitu?
"Aku tidak tahu, tapi sungguh, kami hanya meminta wanita itu untuk menjauh darimu. Dia tidak seperti yang kau lihat. Dia tidak mencintaimu seperti kau yang mencintainya. Dia hanya memanfaatkan hartamu untuk membayar semua kebutuhan keluarganya. Aku—" Yasa masih asik menceritakan semua yang terjadi.
Allesio melakukan. Setelah melihat Nero jalan dengan seorang wanita, Allesio langsung memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. Bahkan untuk kemungkinan terburuk sekalipun.
"Apa mungkin wanita itu adalah orang biasa?" tanya Allesio sambil memegang permen kapas besar yang berada di tangannya. Sementara tangannya yang sebelah lagi malah mengenggam handphone miliknya. Ada beberapa email yang harus ia balas sekarang, tapi tiba-tiba kejadian tadi berhasil mengusik rasa ingin tahunya.
Yasa yang sedang mengendarai mobil untuk pulang menuju ke rumah malah merasa heran dengan Allesio. Allesio yang sama sekali tidak menyukai salah satu dari semua sanak saudaranya itu malah sok memikirkan mereka. Ah, mungkin Allesio lagi gabut.
Pokoknya, Yasa hanya perlu mengerjakan tugasnya dengan baik. Mengendarai mobil ini untuk sampai ke rumah agar permen kapas yang ada di tangan Allesio bisa cepat sampai di tangan adik perempuannya yang sangat ia sayangi itu.
"Apa kau benar-benar penasaran?" tanya Yasa pada akhirnya. Allesio menganggukkan kepalanya. Ia penasaran bukan karena ia ingin ikut campur urusan saudaranya, tapi ia hanya merasa kasihan kepada wanita itu jika wanita itu adalah orang biasa seperti dirinya dulu.
Orang biasa yang masuk ke dalam kekuhan mereka.
"Aku hanya tidak mau ada orang yang merasa tersakiti, itu saja," jawab Allesio singkat. Yasa mengerti akan itu. Masuk ke dalam keluarga Raesha sudah benar-benar membuat mental Allesio dihantam sekeras-kerasnya.
"Allesio tidak mungkin melakukan hal itu," ucap Nero yang membuat Yasa sadar dari lamunannya. Astaga, sampai batas mana cerita tadi, Yasa lupa.
"Kau terlalu berpikir buruk mengenai kakakmu!" Yasa berniat membuat Nero sadar. Sebenarnya, Nero adalah orang baik, mungkin tekanan keluarga juga membuat Nero menjadi seperti ini.
Okay, ini semua bukan Yasa yang mengatakannya, tapi Allesio. Ingat baik-baik! Allesio bodoh itu malah masih membela Nero di setiap kesempatan. Orang aneh!
"Kakakku hanya kak Nash! Allesio hanyalah orang bodoh yang sok ikut campur atas urusan keluargaku! Aku benar-benar sangat membencinya!" Sayang sekali, apapun yang Allesio lakukan, mereka semua mungkin akan selalu membencinya.
"Aku tidak terima jika wanita itu menikah dengan orang lain. Aku tidak terima jika Allesio si tukang onar itu bisa bahagia sementara aku tidak." Kata-kata Nero malah membangkitkan rasa penasaran Yasa.
"Tunggu, kau berbohong?"
***
Bersambung