Rina pingsan karena terlalu kesakitan, ditambah jam kerjanya berubah-ubah membuat jadwal tidurnya yang tak teratur. Berakhir ia kurang istirahat dan imun tubuhnya menurun. Ditambah akibat perbuatan Pragma yang lebih mendominasinya.
Sudah satu jam lamanya Amara menggenggam erat tangan ibunya. Sangat takut kehilangan, mata bulatnya bergerilya ke sana kemari menatap ruangan serba putih tersebut. Ruangan yang sudah tak asing di matanya, karena ia selalu datang ke sini. Tapi bedanya, ibunya memeriksa pasiennya, tapi sekarang malah ia yang harus menjadi pasien.
Ceklek
Pintu ruang rawat Rina terbuka. Terlihat seorang wanita berperut buncit yang kini sudah berganti pakaian masuk ke dalam, dengan membawa kotak bekal di tangannya.
"Tante cantik," sapa Amara berusaha turun dari kursi dekat bangsal ibunya. Kursi itu lumayan tinggi dan tubuhnya yang pendek hingga membuat dia kesusahan.