Kejahatan selalu menciptakan kesengsaraan yang lebih merusak melalui kebutuhan manusia yang gelisah untuk membalas dendam atas kebenciannya.
Benjamin merasa bahwa apa yang telah ia lakukan sudah melebihi batas dan tidak bisa dihapus hanya dengan perkataan maaf.
"Apa yang telah kau perbuat, Ben. Jika kau seperti ini, lalu apa bedanya dirimu dengan para bajingan diluar sana" Keluh Benjamin cukup menyesali perbuatannya.
Seketika Benjamin teringat akan sebuah foto pemberian dari George dan ia segera merogoh kantong jas miliknya.
Benjamin segera memperhatikan foto tersebut. "Siapa wanita yang ada difoto ini, aku tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup topi, aku harus mencari tahu keberadaannya,"
Benjamin kemudian membalik foto tersebut dan ternyata terdapat sesuatu disana " Aku rasa ini alamat dari wanita difoto ini, sekarang aku tahu harus memulai dari mana"
Benjamin segera menyimpan kembali foto tersebut dibalik jas miliknya, tanpa ia sadari rokok yang tengah ia nikmati perlahan mulai menipis.
"Maafkan aku, George. Aku harus menghilangkan barang bukti beserta kau didalamnya, selamat jalan, George. Semoga kau beristirahat dengan damai,"
Setelah hisapan terakhir rokoknya, Benjamin segera melempar rokok tersebut ke arah bubuk mesiu yang tadi ia tabur dan perlahan ia pergi dari tempat tersebut.
Terlihat percikan api yang diakibatkan rokok mulai menyala dan semakin membesar, akhirnya membuat seluruh ruangan terbakar dan tidak ada yang tersisa.
"Sekarang semuanya jelas, tujuanku selanjutnya adalah mencari tahu keberadaan wanita di foto ini,
tapi aku rasa saat ini bukanlah moment yang tepat, lebih baik aku kembali ke kantor kepolisian terlebih dahulu untuk menenangkan diri,"
Kepulan asap kebakaran mulai terlihat ke luar, beberapa orang disekitar bangunan mulai menyadari bahwa sedang terjadi kebakaran.
Terlihat seseorang tengah memperhatikan Benjamin yang baru saja keluar dari pintu belakang bar dari atap sebuah gedung dengan senyumannya yang sinis. Perlahan pria itu kembali masuk kedalam gedung.
Benjamin sedikit melirik kearah bangunan tersebut dan terlihat api secara perlahan mulai melahap dan membakar bagian luar bangunan.
"Lihatlah, Ben. Akibat perbuatan mu, setelah ini apa lagi yang akan terjadi kepadaku," ucap Benjamin sambil melangkahkan kakinya.
Setelah hampir tiga puluh menit berjalan dengan tatapan kosong, akhirnya Benjamin tiba di kantor kepolisian kota Marseille.
"Aku tidak peduli jika semuanya terbongkar, aku akan langsung menyerahkan diri dan mengakui semua kesalahanku,"
Kemudian dua buah mobil pemadam kebakaran melintas tepat didepan Benjamin, seketika ia menatap mobil tersebut melaju dengan lalu menghilang.
"Tidak, Ben. ini bukan salahmu, kau hanyalah seorang korban dan juga aku melakukan ini bukan atas keinginanku, ini terjadi diluar dugaan,"
Akhirnya Benjamin memutuskan untuk segera masuk ke kantor karena hari sudah semakin larut malam.
**
Sesampainya di dalam kantor, Benjamin melihat suasana di dalam kantor cukup ramai, dengan cepat Benjamin segera masuk ke dalam ruangannya.
"Kenapa gedung ini jadi ramai sekali, apa karena kebakaran itu mereka kembali bekerja ditengah malam seperti ini,"
Benjamin termenung sejenak dan berpikir keras dimejanya, memikirkan kebakaran akibat ulahnya.
"Bagaimana ini, Ben. Jika begini jadinya maka semuanya akan segera terbongkar cepat atau lambat,"
Tak lama terdengar pintu diketuk dari luar. Benjamin yang Kagetpun mulai panik dan tidak bisa berpikir jernih.
"Bagaimana bisa secepat ini, apakah semuanya sudah terbongkar,"
Ketukan dipintu kembali terdengar namun kali ini disusul suara seseorang memanggilnya.
"Ben? Apa kau di dalam? " teriak seseorang memanggilnya dari arah luar.
"Eh tunggu sebentar, aku akan segera kesana,"
Benjamin segera mendekati pintu, dengan cepat ia segera membuka pintu ruangannya dan ternyata yang memanggilnya adalah Devon.
"Ben? Bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja?"
"A-aku? Aku baik-baik saja, memangnya ada apa kau memanggilku sampai panik seperti itu?" tanya Benjamin yang seakan pura-pura tidak tahu apapun.
"Syukurlah, Ben. Aku takut terjadi sesuatu kepadamu, karena ada berita terjadinya kebakaran di tempat yang tadi kita datangi,"
"Kebakaran? Bagaimana mungkin itu terjadi?" tanya Benjamin.
"Aku akan menjelaskan nanti, Ben. Sekarang bukan saat yang tepat, aku harus segera pergi,"
"Kau mau pergi kemana Dev?"
Devon tidak menjawab pertanyaan Benjamin dan langsung pergi begitu saja, akhirnya Benjamin kembali menutup pintu ruangannya rapat-rapat.
"Aku pikir semuanya akan langsung terbongkar
Tidak! kau jangan senang dulu, Ben. Cepat atau lambat semuanya akan terbongkar,"
Akhirnya karena suasana malam semakin larut hingga membuat kantuk tiba, dengan terpaksa Benjamin tertidur di mejanya.
**
Benjamin akhirnya terbangun dengan sendirinya, ia segera melihat jam saku miliknya yang sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi.
"Aku harus membersihkan diri, sudah dua hari lamanya aku tidak mandi karena jamku terlalu padat,"
Akhirnya Benjamin segera mengambil beberapa pakaian dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah selesai mandi, Benjamin segera mengganti pakaian yang ia gunakan semalam. Setelah semuanya sudah siap, tak lama terdengar pintu kembali diketuk.
"Siapa diluar?" tanya Benjamin.
"Ini aku Madeline, Ben,"
"Masuklah, Maddie. Aku tidak mengunci pintu itu,"
Madeline segera membuka pintu dan ia segera masuk kedalam ruangan.
"Bagaimana kabarmu, Ben?" tanya Madeline.
"Aku? aku baik-baik saja seperti sedia kala,"
"Syukurlah kalau begitu, ngomong-ngomong, Ben. Apakah kau sudah mendengar berita kebakaran?" tanya Benjamin.
"Berita kebakaran? Aku belum mendengarnya, Dimana kau mendapatkan berita tersebut?" tanya Benjamin.
"Semua koran di seluruh kota sedang meliput berita tersebut karena sedang menjadi trending topic, dikatakan di koran itu terdapat empat orang yang tewas akibat kebakaran,"
Benjamin hanya bisa menelan ludahnya sendiri "Benar-benar mengerikan, Maddie. Aku tidak mengira hal itu akan terjadi di kota hebat seperti ini,"
"Dalam berita itu dikatana bahwa kebakaran tersebut diakibatkan oleh korsleting listrik,"
"Benarkah beritanya seperti itu? Berarti kita harus berhati-hati terhadap listrik," tanya Benjamin yang sepertinya mulai sedikit lega.
"Begitulah aku membacanya, Ben. Namun aku memiliki pendapat lain tentang kebakaran itu,"
"Pendapat? Memangnya apa pendapatmu jika aku boleh tahu?" tanya Benjamin.
"Aku yakin ada seseorang yang sengaja membunuh keempat orang itu lalu membakar tempat itu untuk menghilangkan barang bukti,"
Benjamin sangat terkejut dengan pernyataan Madeline " Ba-bagaimana kau bisa berpikir seperti itu, Maddie?"
"Hahaa ... Aku hanya bercanda, itu hanyalah tebakanku saja, Ben. Lagi pula aku tidak punya bukti untuk menuduh hal itu, kalau begitu aku akan menunggumu diluar,"
"Baiklah, Maddie. Aku akan menyusulmu setelah aku membereskan semua barang-barangku,"
"Baiklah, Ben. Jangan terlalu lama, waktu kita tidak banyak, oleh sebab itu kita harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin, bukan?"
"Kau benar, Maddie. Apa yang kau katakan barusan,"
Madeline segera menutup kembali pintu ruangan tersebut. Benjamin seketika menjadi lemah dan terduduk di mejanya.
"Bagaimana Madeline bisa berpikir seperti itu, benar-benar tebakan yang tepat, sudahlah, Ben. Tidak ada yang perlu kau pikirkan,"
Benjamin segera membereskan barang-barangnya kembali seperti sedia kala, setelah itu ia segera keluar dari ruangannya.
Terlihat Madeline tengah berbincang dengan salah satu petugas dikantor ini.
"Maddie?"
"Sepertinya Anda sedang sibuk, kalau begitu saya permisi, Maddie. Ada tugas yang harus aku jalani,"
"Baiklah, Ross. Kita akan berbicara nanti,"
"Siapa itu, Maddie?" tanya Benjamin.
"Dia hanya temanku di apartemen, Ben, Ngomong-ngomong apa kau sudah siap?" tanya Madeline.
Benjamin tampak kebingungan dengan pertanyaan Madeline " Siap? Memangnya kita akan kemana?"
"Kau benar lucu, Ben. Tentu saja menyelesaikan tugas kita untuk menyelidiki kematian Albert Dalton,"
"Oh itu, Maddie. Aku kira ada apa, benar-benar mengejutkan, tentu saja aku sudah siap,"
Benjamin dan Madeline segera pergi meninggalkan kantor.
"Selama satu minggu ini kita benar-benar sibuk, Ben. Kasus Albert Dalton saja belum selesai, sekarang ada kasus kebakaran,"
"Kita memang tidak bisa menduga apa yang akan terjadi, Maddie. Maka dari itu kita harus mempersiapkan diri,"
"Kau benar, Ben,"
"Aku sangat berharap, kejadian kebakaran itu tidak pernah terbongkar," batin Benjamin.