Konon. Kekaisaran Draco dibentuk oleh seseorang yang telah diberkahi kekuatan naga. Dia kemudian menjadi raja pertama dan menurunkan berkah naga pada keturunannya. Tapi tidak semua keturunan mampu memiliki berkah itu. Hanya satu anak yang berhak menjadi rajalah yang menguasainya. Yakni, keturunan murni yang memang telah ditunjuk oleh naga secara langsung.
Sayangnya, selama dua dekade ini, berkah naga seolah lenyap. Semenjak kaisar Arthur II menerima kutukan Penyihir Wanita, berkah naga seakan ikut terhisap dan menghilang. Dan karena itu, kepercayaan rakyat kepada keluarga kekaisaran juga naga mulai goyah.
Di saat seperti itu, para pendeta penyembah dewa juga kehadiran orang suci mengisi kegoyahan mereka. Banyak masyarakat yang akhirnya menyembah pada makhluk yang katanya lebih kuat daripada naga. Dan tidak hanya mengasihi keluarga kekaisaran saja. Melainkan masyarakat umum juga. Contohnya banyak saintes* yang berasal dari rakyat biasa. Bukan bangsawan.
Itu adalah sebagian hal yang Elazar ketahui mengenai ketuhanan di kekaisaran Draco.
Pada awalnya kekuatan penyembah Naga itu lebih besar tinimbang minoritas orang yang menyembah dewa. Mereka baru tiba di sini dua dekade. Apakah kehadirannya akan langsung bisa menggoyahkan kepercayaan turun menurun masyarakat pada naga yang telah memebentuk kekaisaran?
Tentu saja tidak. Mana mungkin seperti itu.
Tapi agaknya semuanya akan berbeda mulai sekarang. Elazar dapat menebaknya dengan cermat. Terbukti saat ini, lebih dari sebagian prajurit medan perang—baik itu musuh atau kawan—semuanya tengah bersujud pada kesucian tak terlihat tapi bisa dirasakan dan ada buktinya.
Luka-luka fatal yang sembuh total.
Ini tak bisa dinalar. Namun hanya satu jawaban yang tersisa di kepala mereka. Dewa. Cuma kekuatan suci tingkat tinggilah yang mampu menyembuhkan luka-luka macam itu. Maka artinya dewa atau utusannya tengah berada di antara mereka.
Hanya saja, semuanya nampak rancu bagi Elazar. Dia yang seorang penyihir, tentu mampu merasakan eksistensi sihir lain. Dan itu semua serasa bercampur dengan kekuatan suci ini.
Aneh. Mana mungkin kekuatan suci dari dewa bisa bercampur baur dengan kekuatan sihir dari mana*?
Tidak akan bisa.
Dua intensitas itu tidak akan mungkin bisa berbaur dengan singkron. Sebab kadar dari keduanya itu terlampau dahsyat.
Kekuatan suci merupakan sesuatu yang berasal dari dewa. Sedangkan sihir, adalah wujud dari kasih sayang alam yang terbentuk dari mana.
Berbeda dengan dewa yang hanya memberikan kekuasaannya pada manusia terpilih, maka alam menganugerahkan mana pada seluruh manusia—kecuali orang yang menerima kekuatan ilahi—sebab mereka akan hancur apabila dua kekuatan besar itu berada dalam satu tubuh.
Manusia yang biasanya menerima kekuatan dewa, secara bertahap mana yang ada dalam tubuhnya menguap dan kembali pada alam. Mengalah. Begitu juga apabila seorang hamba mengeluarkan kekuatan suci yang besar, maka sihir yang skala kekuatannya lebih kecil akan menghilang juga.
Tapi … apa ini?
Elazar jelas bisa merasakan mana sihir berkeliaran dan berkesambungan dengan kekuatan suci dewa. Seolah mereka dikeluarkan dari benda yang sama.
"Kau pasti juga meraskan keanehan ini," ujar seseorang yang berada tepat di sampingnya.
Alardo, dengan zirah penuh dengan darah menggeram heran. Dia adalah ahli pedang yang diberkahi dengan mana. Pasti dia juga bisa merasakan mana lain yang menempel di sekitar mereka.
"Benar. Tapi tidak ada yang bisa kita lakukan. Sampai situasi kembali tenang. Setelah itu, mari kita mencari sumber keanehan ini."
"Baiklah."
Mereka berdiam kemudian. Kesunyian menyergap. Satu detik, dua detik. Ada sesuatu yang ganjal.
Alardo mengernyit heran. Kemudian dia baru menyadari sesuatu. Benar. Baru saja, mengapa ia mau-mau saja mematuhi Elazar yang bukan siapa-siapa?! Dia ini komandan perang. Orang kedua yang ucapannya paling dipatuhi di medan perang ini!
"Apa kau baru saja memerintahku?"
Elazar tak juga membalas. Malah kini dia seperti baru menyadari sesuatu.
"Bukankah ini dinding sihir?" Elazar mengabaikan desisan Alardo. Tangan kanannya merentang. Melancarkan petir cukup besar dan benar saja. Ia bisa merasakan sesuatu yang retak.
Dinding sihir.
Itu adalah sesuatu yang hanya bisa dibuat oleh penyihir tingkat atas. Penyihir yang dianugerahkan mana yang banyak. Hanya seseorang kini yang terlintas di kepalanya.
Liliana si Selir Pertama.
Satu-satunya penyihir wanita yang tersisa di kekaisaran ini.
Sial, sepertinya Elazar juga tau dari mana sumber kekuatan suci sedahsyat ini. Itu pasti ulah si Selir itu. secepat kilat, Elazar menuju tempat di mana ia meninggalkan Liliana tadi. Syukurlah, Alardo tak mengikuti.
Dan ketika telah sampai, dirinya malah dikejutkan dengan ketidak berdayaan Lily. Gadis itu tengah tidak sadarkan diri beberapa langkah dari tenda.
Tapi yang lebih Elazar tidak bisa membuatnya bergerak adalah, kekuatan suci dan sihir yang masih bisa dirasakan secara nyata. Bersamaan. Saling berdampingan dalam satu tubuh.
Sebenarnya, siapa itu Liliana De Chastine?
***
"Ugh!"
Aku mengernyit mendapati cahaya temaram di sekitarku. Hanya ada api yang menjadi satu-satunya sumber penglihatan. Ah, tidak. Kenyataannya aku memang bisa melihat walalupun itu dalam keremangan.
Aku sudah menyadarinya. Ini memang keunggulan yang hanya dimiliki oleh penyihir.
"Kau sudah sadar?" tanya seseorang di sebelahku.
Perlahan, aku bisa mendapati mata merahnya yang menyala di tengah keremangan cahaya. Rambutnya yang hitam pekat nyaris tidak terlihat dalam penglihatan.
"Elazar?"
"Ya. sepertinya ingatanmu tidak bermasalah."
Aku menghela napas. Mencoba mengisi paru-paruku dengan oksigen sebanyak-banyaknya.
"Kita di mana?" Aku memerhatikan sekeliling. Dan baru kusadari jika suasana di sekitar kami ini sepi dan lembab. Tunggu … lembab?
Menajamkan penglihatan, dinding-dinding goa terlihat dipenuhi air. Aku mengernyit, bukankah sebelumnya aku berada di tengah barak yang tengah digempur?
Kenapa bukannya berada di tenda aku malah terjebak di goa. Dan lagi, hanya ada Elazar di sekitarku. Tidak ada pelayan atau perawat. Apa jangan-jangan, mereka sudah terdesak dan kalah?
"Kita berada di gua dekat persembunyian para tentara yang sakit."
"Tapi kenapa kita bisa ada di sini, El. Apakah pasukan kita kalah? Dan kamu membawa lari aku begitu sja. Tunggu, itu tidak mungkin. Aku sudah memasangi sihir pelindung di sekitar barak."
"Aku menghancurkan dinding itu," jawab Elazar santai.
"Apa?" Aku menganga syock. "B—bagaimana bisa?"
Aku tau kekuatanku memang tidak seberapa dengan pemeran utama. Tapi percayalah, sihirku itu juga termasuk kuat!
"Aku menggunakan petir."
"Jadi kau menghancurkannya dengan berkat dewa?"
"Ya."
"Elazar, dinding itu untuk memperkokoh barak dan melindungi pasukan. Setidaknya hanya itulah yang bisa kulakukan untuk menjaga mereka hingga kemenangan bisa berada di tangan kita!" pekikku tak terima. Bahkan aku bisa mendengar gema suaraku di sekitar goa.
Argh!
Aku tak peduli. Masa bodoh jika ada yang mendengar pembicaraan. Aku kesal dengan Elazar yang bertingkah sembarangan.
"Kau sudah melindungi pasukan kita. Bahkan kini perundingan perdamaian mungkin akan segera terbentuk."
"Apa?" aku mengerjap. Tak mengerti dengan pembahasan ini.
"Kekuatan sucimu, telah mengakhiri perang."
"Hah?"