Chereads / Aku Menjadi Selir?! / Chapter 10 - BAB 10

Chapter 10 - BAB 10

"Hah, kau berbicara apa?" keningku mengernyit bingung ketika lelaki disamping ini berbicara sesuatu yang absurd.

Kekuatan suci katanya? Dan itu berasal dariku?

Lucu.

Mana mungkin itu bisa terjadi? Liliana De Cahstine adalah seorang penyihir wanita yang diberkahi dengan segudang Mana*. Mana mungkin kekuatan suci akan menempel pada perempuan yang disayang mana?

"Kau tidak percaya?"

Aku mengangguk pasti. Mana mungkin aku akan percaya dengan sesuatu yang konyol. Sekalipun masih lemas, aku berusaha mengeluarkan suara sebanyak mungkin untuk menjelaskan kepadanya. Siapa tahu Elazar belum tahu, kan?

Jadi, sebagai penyihir senior, bukankah tugasku untuk menjelaskan sesuatu yang tidak diketahui?

"Elazar, aku adalah penyihir wanita satu-satunya di kekaisaran ini. Kau tahu, jika seseorang sudah memiliki mana yang besar dalam tubuhnya, kekuatan suci tidak akan masuk pada tubuh itu."

Yang ada malah hancur. Sebab dua eksistensi itu benar-benar sangat memiliki pengaruh besar.

Apalagi, kekuatan suci yang mampu untuk menyelesaikan perang itu hanya dimiliki oleh pemeran utama wanita—calon pasangan Elazar kelak.

Hm, mengingat pengaturan novelnya, aku jadi bertanya-tanya. Kapan wanita itu muncul?

Saintess paling kuat sepanjang sejarah.

"Aku tahu," suara Elazar tiba-tiba mengusik lamunanku. "Aku tau jika seorang penyihir tidak mungkin menerima kekuatan suci juga. Apalagi jika kekuatan itu lebih besar."

"Lalu?"

"Tapi anehnya, kau bisa melakukannya. kedua kekuatan itu—dewa dan alam—bersemayam dalam tubuhmu secara bersamaan. Bagaimana kau bisa melakukannya?"

Seketika, tubuhku menengang. Tidak percaya dengan apa yang dituturkan lelaki itu. mana mungkin? Mata Elazar berkilat misterius. Seakan menyuruhku untuk percaya dengan apa saja yang dikatan.

Tapi, sesuatu dalam diriku menolak. Makanya tawa hambar menyeruak begitu saja dari mulut. Berusaha membuat tertawa geli. Tapi kala melihat ruby merah mengkilat misterius, aku kembali bungkam.

"Aku penasaran, sebenarnya siapa kau? Sampai-sampai dewa dan alam mau-mau saja bersemayam dalam tubuhmu tanpa merusakmu."

"Elazar, tolong jangan bercanda," mohonku. Tapi sepertinya Elazar tidak mau mendengarkan.

"Dan … apakah kau tau semengerikan apa kekuatan itu dalam tubuhmu?"

Tubuhku bergidik. Elazar sepertinya baru mendapat mangsa yang baru.

"El, aku … aku tidak tahu. Mungin kau salah memerkirakan. Bisa saja ada orang lain yang berada di dekatku yang juga merupakan seorang saintess?" Aku menolak gagasan Elazar.

Benar. Bagaimana kalau disekitarku kala itu ada seseorang yang juga merupakan seorang yang diberkahi dengan kekuatan suci. Bisa jadi, calon pasangan Elazar di masa depan, ada di sana, kan?

Bukankah momen pertemuan pertama antara Elazar dan jodohnya itu di medan perang? Iya. Aku baru mengingatnya. Mengapa sama sekali tidak terpikirkan olehku?

Elazar bisa salah. Dia juga manusia biasa sekalipun statusnya adalah pemeran utama.

"Kau kira aku sebodoh itu?" Kening Elazar mengenyit tak suka. Lantas aku hanya terkekeh ringan.

"Elazar, aku tidak bilang kau bodoh. Aku hanya mengatakan kalau kau bisa saja salah. Mungkin saja saat itu ada seseorang yang disayang dewa, kemudian dia juga melepas kekuatannya sama sepertiku."

Elazar menggeleng. Tidak yakin. "Itu benar kau. Aku tak mungkin salah!"

Mengembuskan napas jengah, aku hanya memandang datar pada Elazar yang terus saja ngotot.

Oke. Terserah dia mau percaya itu tidak. Toh aku lebih mengetahui keadaan tubuh ini sendiri. sungguh, mana mungkin yang dikatakan Elazar itu benar?

Aku dan kekuatan suci?

Itu adalah dua hal yang mustahil. Jadi, biarkan saja dia dengan pemikiran seperti itu. yang jelas, aku tidak akan percaya.

"El, apa kau pernah bertemu dengan seorang gadis berambu tperak dan bermata biru?" tanyaku hati-hati.

Sebenarnya, aku sangat penasaran. Di novel, dijelaskan jika Elazar dan juga pemeran utama wanita bertemu ketika Elazar menggunakan kekuatan petirnya—guna melindungi dirinya dari serangan monster hutan. Kala itu Elazar terluka parah dan terpisah dari kelompoknya. Maka dari itu pemeran utama wanita yang memiliki hati lembut bak roti bolu, mengerahkan kekuatan suci—yang belum terbangkit sempurna—untuk menolong nyawa Elazar.

Mereka kemudian melakukan perjalan bersama dan seiring berjalannya waktu, mereka sama-sama menaruh hati.

Sudah. Hanya itu yang dijelaskan dalam novel.

"Perempuan berambut perak dam bermata biru?"

Aku mengangguk antusias. Apa Elazar mau membeberkan cerita? Mataku berkilat senang. Menunggu-nunggu kisah dari pemeran utamanya sendiri.

"Tidak. Satu-satunya wanita yang kutemui baru-baru ini hanyalah perempuan berambut kuning dan bermata hijau."

Ber—berambut apa katanya? Kuning? What the hell with him?!

Aku jelas tahu siapa yang dimaksud oleh Elazar. Tapi … kuning? Sialan! Dia buta, ya?

Segera, aku menarik sejumput rambutku dan memamerkannya pada Elazar dengan cermat. Bahkan dikegelapan malam seperti ini, cerah terangnya warna PIRANG dapat dilihat dengan indah.

"El, warna rambutku pirang. Bukan kuning!"

"Apa itu berbeda?"

"Jelas berbeda!" sungutku. Laki-laki ini benar-benar, ya?

Padahal aku kini masih lumayan lemas. Tapi rasa-rasanya emosiku sudah kembali naik gara-garanya.

"Jelaskan perbedaannya," tuntut Elazar santai.

Aku mendengkus. memangnya aku akan kalah? Tidak ya. tidak akan!

"Kuning itu warna yang jauh lebih tua daripada pirang!"

"Kalau begitu sebut saja kuning muda," balasnya santai.

Rahangku rasanya akan jatuh saja mendengar penuturan itu. apa katanya?

"Tidak bisa begitu!" Aku menggeleng tak terima. Sangat! "Mereka punya nama masing-masing. Kau tidak bisa menyamakan mereka begitu saja. apalagi mengganti nama mereka. Big no! Sekalipun kau adalah keturunan kekaisaran, aku tidak akan bisa melakukannya. aku akan pastikan itu!"

Elazar tak lekas menjawab. Tuh, kan. dia pasti sudah kalah. Mana mungkin bisa membantah argumenku yang satu itu. Jelas saja tidak akan bisa. Tak akan pernah!

Sekalipun dia adalah pemeran utama. Tetap saja dia adalah lelaki yang kebanyakan awam dengan nama warna.

Ck, pada zaman ini sih warna masih biasa-biasa saja. tapi ketika di masaku, entah mengapa, terlalu banyak sekali warna hingga aku sebagai kaum hawa sendiripun juga bingung mengingat nama-nama yang aneh itu.

Ugh, kepalaku jadi pusing, kan?

"Kau … rupanya masih ngotot kalau aku adalah keturuan kekaisaran?"

Elazar melihatku dengan penasaran. Bisa kulihat ada ketidak percayaan dalam matanya. Sorot kejengkelan juga bisa terpampang jelas pada dua ruby itu.

Aku mengangguk membenarkan. "Iya. Aku masih percaya kalau kau adalah keuturunan kekaisaran."

"Hanya berbekal dengan kepercayaan petir yang bisa kupanggil itu? bukankah alasanmu cukup sederhana untuk memercayai kenyataan yang bahkan di luar nalar akal sehat manusia?"

Aku tahu. Pasti Elazar belum bisa menerima seutuhnya kenyataan tersebut. Dalam novel, Elazar pernah menjelaskan kalau dirinya diakui sebagai keturunan kekaisaran bukanlah karena kedigdayaannya dalam berperang, sihirnya yang kuat atau bahkan petir panggilannya yang hanya bisa dilakukan oleh keturunan murni kekaisaran.

Hanya satu hal yang bisa membuatnya diakui.

"Tentu saja, aku meyakini hal lainnya. penilaianku tak mungkin sesembrono itu."

"Lantas, kau mengakuiku karena apa?" tantangnya. Mencoba menggoyahkan kepercayaanku.

"Pemanggilan naga."