Widya Perdana masih gemetar, dan menatap Darto Perdana dengan ngeri, "Ayah ... Ayah, aku salah. Aku minta maaf."
Dia lalu berlutut di lantai, "Aku benar-benar salah."
Darto Perdana mencibir, "Apa kamu akan melawanku lagi, hah!"
Air mata Widya Perdana langsung meledak. Dia terisak, "Aku masih ingin sekolah ... Aku tidak ingin menjadi pekerja wanita di pabrik."
"Tolong jangan paksa dia! Kamu tidak dapat menyuruh Widya menjadi pekerja wanita di pabrik. Kamu juga tahu nilainya bagus, dia masih bisa lulus ujian masuk universitas." Sekar Ningrum meratap dengan keras sambil memegangi kaki Darto Perdana.
Darto Perdana sama sekali tidak ingin memperhatikannya, "Apa gunanya kuliah? Bisakah kamu mendapatkan pekerjaan nanti? Bisakah kamu mendapatkan satu juta sebulan! Hah!"