Chereads / Kembali pada Pelukan Sang Pria Yang Tertinggal / Chapter 10 - Pekerjaan Rumah 

Chapter 10 - Pekerjaan Rumah 

Widya Perdana, yang duduk di depannya, berbalik dan dengan lembut dan memberikan dia sepotong permen buah, "Dia memang seperti itu, jangan pedulikan dia."

Basuki melihat wajah cantik Widya Perdana, bibirnya masih diam dengan senyum polos gadis itu, ekspresinya lalu berubah tiba-tiba menjadi malu, "Aku tidak peduli, tapi kamu seharusnya jangan terlalu dekat dengannya."

Widya Perdana tersenyum, berkata oke lalu berbalik, senyum di wajahnya menghilang tanpa jejak.

"Apakah Ayu Lesmana ini gila? Bertengkar dengan siapa pun yang dia temui? Dulu bodoh, tapi sekarang hampir tidak berguna." Widya Perdana berpikir sejenak, lalu tertawa. Dia tidak percaya bahwa pria seperti Sigit Santoso akan mau dengan orang bodoh seperti Ayu Lesmana.

Ayu Lesmana membuka buku pelajaran di belakang saat itu dan diam di sana sampai bel pagi untuk belajar berbunyi, lalu dia duduk di sebelahnya.

Tiba-tiba ada anak lain datang dan melemparkan tas sekolah ke atas meja lalu duduk di sebelah Ayu Lesmana.

Ayu Lesmana mengulurkan tangan dan mengetuk mejanya, "Hey, bisakah aku meminjam PR matematikamu dan menyalinnya?"

Anak itu tidak menjawab.

Ayu Lesmana lalu berdehem pelan, "Sarapan selama seminggu."

Setelah beberapa saat, anak itu memicingkan mata dengan malas, menegakkan tubuh, dan melirik ke arah Ayu Lesmana, "PR Matematika?"

"Iya" Ayu Lesmana menjawab dengan malas juga.

Anak itu lalu mengambil tas di atas meja dan mendorongnya ke arah Ayu, "Cari sendiri."

"Terima kasih, Damar!" Ayu Lesmana lalu membuka resleting tas sekolahnya. Tas sekolah Damar berantakan dan banyak sudut-sudut buku tulisnya yang terlipat.

Ayu Lesmana memiliki ingatan yang dalam tentang Damar. Sebelum dia dikeluarkan dari sekolah, kesannya terhadap Damar adalah bahwa dia super tak terkalahkan dan pelit, seorang teman sekelas yang tampan dan pintar. Setelah itu, dia melihat Damar lagi karena Sigit Santoso. Saat itu, Damar telah menjadi wakil Akademi Ilmu Pengetahuan di ibukota.

Pada saat itulah Ayu tahu betapa mudahnya Damar dalam mempertahankan tempat ketiga di sekolah. Bahkan, dia sudah lama curiga setelah memikirkan tentang itu. Tidak peduli bagaimana ujian diberikan, apakah soal ujian itu mudah atau sulit, dia selalu bisa mengendalikan nilainya.

Sangat konyol bahwa Widya Perdana lah peringkat satu di kelas, saat Ayu mengetahui Damar menjadi orang nomor 1 dalam kelas sains tapi kalah dalam ujian masuk perguruan tinggi.

Widya terus mengatakan bahwa Damar curang. Pada akhirnya, Damar tidak mengatakan apa pun untuk membela dirinya dan keluar dari kelas. Widya Perdana terus mengatakan bahwa Damar bersalah. Damar hanya tidak ingin berdebat dengan orang bodoh. Makanya dia tidak mau menanggapi tuduhan Widya Perdana.

Ayu Lesmana dengan cepat menyalin pekerjaan rumah matematika milik Damar dan kemudian memberikannya kembali padanya.

Damar bersandar di lengannya dan berkata dengan wajah miring yang mengantuk, "Tolong aku, berikan pekerjaan rumahku sekalian"

Ayu Lesmana mengatakan sesuatu sebentar kepada Damar. Lalu berjalan mendekati meja Basuki dan menyerahkan dua buku pekerjaan rumah, "Basuki, ini pekerjaan rumah saya dengan Damar."

Basuki sedang mengatur dan mengumpulkan buku PR matematika milik teman sekelasnya yang lain, tanpa melihat ke Ayu Lesmana, menjawab, "Bukankah kamu ingin menyerahkan sendiri, pergilah sendiri."

"Bukankah kamu meminta semua orang menyerahkannya padamu? Aku tidak melihat kamu mengumpulkan semuanya." Ayu Lesmana mengambil buku PR itu lalu melempar ke mejanya, "Pokoknya, aku memberimu pekerjaan rumahku dan Damar."

Basuki tiba-tiba meledak, "Ayu Lesmana! kamu!"

Widya Perdana yang duduk di depan segera menyela, "Oh, Basuki. Kamu bisa membantu Ayu Lesmana menyerahkannya. Apa kamu benar-benar ingin Ayu Lesmana pergi sendiri mengantar ke guru? Kamu tidak tahu betapa sulitnya PR matematika ini. Ayu Lesmana pasti tidak mengerjakannya.."

Ayu Lesmana hendak memutar kepalanya dan melihat Widya. Kata-kata Widya Perdana barusan jelas-jelas menghinanya.

Widya Perdana sangat pintar untuk merendahkan orang lain dengan wajah polosnya.

Ayu Lesmana hanya memegangi tangannya dan menatap Widya Perdana sambil tersenyum.

Widya Perdana tiba-tiba merasa sedang diperhatikan oleh Ayu, jadi dia bertanya, "Ayu, ada apa?"

"Tidak ada, aku hanya berpikir kalau kamu ternyata sangat mengerti."

Widya Perdana tersenyum malu-malu, "Kita kan berteman."

"Benarkah? Kalau begitu bisakah aku meminjam bukumu untuk menyalin pekerjaan rumah itu?" Ayu Lesmana tersenyum serius.

Widya Perdana terkejut dan mengerutkan kening dengan bingung, "Itu..."

"Widya Perdana, jangan memberikan bukumu padanya. Kamu tidak boleh berteman dengan seseorang seperti dia yang tidak bisa melakukan apa-apa." Basuki kemudian mendorong Ayu Lesmana pergi, "Menjauhlah, aku akan menyerahkan pekerjaan rumah ini!"

Ayu Lesmana hampir terjatuh ketika didorong olehnya, Widya Perdana buru-buru mendekat untuk membantunya, "Oh, Ayu Lesmana, kamu baik-baik saja?"

Ayu Lesmana menjawab dengan tenang, "Tidak apa-apa."

Yang membuat Widya Perdana merasa sedikit bingung adalah sejak insiden pencurian beberapa hari yang lalu itu, Ayu Lesmana sangat berbeda.

Widya Perdana berkedip dan menarik napas dalam-dalam, "Maaf Ayu Lesmana, sebenarnya aku mau memberikan pekerjaan rumahku padamu, tapi..."

Widya diam beberapa saat, "Tapi aku hanya tidak ingin kamu menyalin jawaban yang salah."

Ayu Lesmana mengangkat bahu dan berkata, "Kamu memang mengerjakan soal terakhir dengan jawaban yang salah."

"Apa yang kamu katakan, Ayu?" Widya Perdana mengerutkan kening dan bingung dengan apa yang Ayu Lesmana katakan.

"Ayu Lesmana, apakah kamu mengerti topiknya?" Widya bertanya dengan ketus.

"Aku tidak mengerti, tapi kamu juga tidak bisa melakukannya." Ayu Lesmana mengulurkan tangannya dan mendorong Widya menjauh.

"Tinggalkan aku."

Wajah Widya Perdana berubah, tapi ada terlalu banyak orang di kelas dan dia tidak bisa melampiaskan kemarahannya disitu, jadi kemudian Widya mendekati Ayu, "Ayu Lesmana, kamu mau kemana?"

Ayu Lesmana mengerutkan kening dan menoleh untuk melihatnya, "Haruskah kamu mengikuti aku seperti cacing? Bisakah aku mengurus hidupku sendiri?"

Kelas terdiam sesaat dan wajah Widya Perdana menjadi gelap dengan ekspresi wajah yang kusut.

"Ayu Lesmana, apa yang kamu lakukan?" Anjani yang saat itu masih menyalin pekerjaan rumahnya mengangkat matanya dan melihat Widya Perdana sedang dimarahi.

Ayu Lesmana menatapnya dengan tatapan kecut dan kemudian menatap Widya Perdana, "Jangan ganggu aku."

Setelah mengatakan itu, Ayu Lesmana berjalan keluar.

Widya Perdana berdiri dengan canggung di depan pintu dan ada beberapa teman sekelas di sekitarnya bertanya apakah dia baik-baik saja. Widya masih mencoba untuk tidak kehilangan kesabaran dan hanya bisa tersenyum dan mengatakan tidak apa-apa.

Ayu Lesmana berjalan keluar kelas dan mendengar beberapa kata yang memarahi dirinya sendiri karena tidak tahu mana yang baik atau buruk.

Ayu Lesmana mencibir dalam hatinya. "Bagaimanapun juga dalam hidup ini, aku tidak akan pernah salah lagi. Karena Widya Perdana sangat suka berpura-pura menjadi malaikat, dia pasti akan terus bertindak semaunya seperti kehidupan sebelumnya."

Ada waktu 20 menit antara belajar mandiri di awal dan kelas berikutnya, waktu itu memang disediakan bagi siswa untuk membeli sarapan di kantin-kantin sekolah.

Ayu Lesmana bergegas ke kafetaria dan mengantri untuk membeli roti. Dia berjanji pada Damar untuk mentraktirnya sarapan selama seminggu, jadi dia tidak bisa mengingkari janjinya pada hari pertama.

Ada banyak orang di kantin. Dia ditunda oleh Widya Perdana dan yang lainnya tadi saat di kelas. Butuh waktu hampir sepuluh menit untuk membeli roti itu.

Setelah membeli roti itu, Ayu bergegas kembali ke ruang kelas. Begitu sampai di kelas, dia tertegun.