Mbak Pur menghela napas ketika mendengar derum mobil yang semakin menjauh. Rasanya semua tulang dalam tubuhnya tercabut dari raga. Satu-satunya yang ia rasakan adalah rasa lemas dan ingin menangis.
Meski ia tidak diberi tahu soal kepergian kedua majikannya tersebut, tapi ia justru merasa sangat terbantu. Kini ia bisa dengan leluasa menenangkan diri. Setelah rasa sedih karena berita kematian sang mantan mertua, ia kini harus menerima kenyataan tentang Bara, sang mantan majikan yang kini menjadi majikannya kembali.
"Kenapa seperti ini nasibku ya, Allah? Sampai kapan aku harus diuji dengan cobaan yang tidak pernah selesai ini? Karma apa yang sedang aku jalani ini, Tuhan yang maha agung?"
Wanita itu benar-benar menangis seorang diri di dapur. Ia bahkan duduk bersimpuh di lantai dan membiarkan air kran terus mengucur, membasahi piring-piring kotor bekas mereka makan beberapa saat yang lalu.
