Dini mematikan ponsel yang terus saja berdering di dalam tasnya. Dipaksakan bagaimana pun, ia dan Bara tidaklah sepadan. Ibarat bumi dan langit yang tidak akan pernah bertemu, meski dari kejauhan terlihat menyatu.
Perempuan itu menghela napas, lalu melemparkan pandangannya ke luar taksi yang melaju dengan tenang di jalanan ibu kota yang selalu ramai. Ia tidak perduli dengan Bara yang sudah pasti akan kelabakan mencarinya.
"Turun di kafe depan ya, Pak!" pinta Dini, saat telah melihat plang bertuliskan kafe yang disebutkan oleh Sonya.
"Baik, Bu."
Dini pun sedikit merapikan rambutnya yang agak masai karena tertiup angin. Meski ia tahu tidak akan pernah bisa bersaing dengan kecantikan Sonya yang paripurna, tapi setidaknya ia tidak terlihat begitu menyedihkan saat berhadapan nanti.
"Terima kasih, Pak." Dini sedikit membungkuk, seraya menyerahkan ongkos taksi.
"Sama-sama, Bu." Supir taksi itu tersenyum mengangguk, lalu melaju pergi.
