Reno hanya tersenyum, lalu menoleh ke arah arloji di tangannya. Kalau saja ia tidak sedang mengejar waktu, dengan senang hati ia melayani tantangan bocah yang bahkan tidak ada separuh angka umurnya itu.
"Ada hal yang jauh lebih penting dari pada meladeni sesuatu yang tidak penting seperti ini. Selesaikan dulu pe-er dari gurumu, jangan terburu-buru untuk mikirin bayi. Uang bensinmu saja masih dari ibumu, Nak. Jangan naif!"
Hampir saja Riki mengayunkan bogem tangannya yang sudah terkepal, kalau saja Dini tidak meneriaki dirinya dari atas. Sepertinya perempuan itu tahu kalau situasi di antara keduanya sudah tidak mulai kondusif lagi.
"Segitu saja? Ck, ck, ck ...!" gumam Reno, seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Reno sempat melempar senyuman sinis sebelum akhirnya berlalu pergi meninggalkan Riki yang masih berdiri menatapnya dengan nafas yang tidak teratur saking menahan emosi. Darahnya bergejolak mana kala menerima cibiran yang benar-benar membuatnya terpojok itu.
