Dini terdiam mendengar pertanyaan itu. Mulutnya terasa terkunci dan tidak tahu harus menjawab apa. Akhirnya Sonya pun memberanikan diri untuk menanyakan sesuatu yang sungguh mengganggu perasaannya.
"Enggak kan, Din? Tolong jangan membuatku menjadi takut dengan pikiran ini," pinta Sonya.
"Tentu saja tidak, Kak. Riki itu ... sudah seperti keponakan aku sendiri," jawab Dini dengan leher yang seperti dicekik dan terasa tercekat.
"Syukurlah!" ucapnya, seraya tersenyum lega.
Bara tidak banyak bicara, hanya mengambil sepotong martabak yang telah digelar di tengah-tengah mereka. Ia sesekali mencuri pandang ke arah Dini yang wajahnya mulai terlihat sedikit pucat.
"Sebenarnya aku sudah lama ingin menanyakan hal ini padamu, Din. Aku takut nanti kamunya tersinggung. Apa lagi kan, kamu masih dalam proses perceraian seperti sekarang."
"Tidak apa-apa, Kak. Lagi pula, memang kami tidak ada hubungan apa-apa, kok."
"Tapi dia sangat menyukai kamu, Din."
"Itu ... hanya perasaan kasihan, Kak."