Selesai membuat es kopi, Dini pun membawanya keluar dan menyerahkannya pada Riki. Pemuda itu tersenyum lebar saat melihat kedatangan perempuan berseragam warna pink itu dan menunjukkan kursi di sebelahnya.
"Temani aku sebentar, ya!" pintanya.
"Aku sedang bekerja dan bos-ku ada di sini. Apa kau mau aku dipecat?" tanya Dini.
"Aku ke sini untuk bertemu denganmu, Dini."
"Tante! Kau harus memanggilku dengan benar, Riki. Tante Dini!"
"Sudah berapa kali aku bilang? Aku tidak akan pernah memanggil selain 'Dini'. Jangan kau bahas lagi."
"Apa luka lebam di wajahmu sudah sembuh?" tanya Dini.
Mendengar itu, Riki langsung menunjukkan wajahnya dengan merapikan rambutnya ke belakang dengan jari tangannya. Dini bisa melihat dengan jelas, betapa tampan dan menariknya anugerah Tuhan di depannya meski bekas luka di hidung dan bagian bibir masih menyisakan jejak samar.
"Aku lumayan tampan, kan?" ucapnya, memuji diri sendiri.