Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

I'm an Idol

🇮🇩anotherripee_
--
chs / week
--
NOT RATINGS
4.6k
Views
Synopsis
Kupikir semuanya akan bisa kujalani dengan mudah. Ternyata aku salah. Dunia yang kukira hanya tentang gemerlap sinar dari pendaran light stick dan juga teriakan para fans, ternyata memiliki berbagai macam hal yang membuatku harus terlibat komunikasi dengan banyak orang. Pakaian, gaya hidup, pola makan, bahkan percintaan dan cara mencari hiburan pun ditentukan. Bangun pagi, berlatih dan terus bekerja hingga menjelang pagi lagi. Seperti itu dan berulang-ulang. Aku benar-benar tak tahu lagi dengan dunia ini. Kalau saja bukan karena si Tua Bangka itu yang mengancamku, aku tidak akan sudi berada di pergelutan dunia asing ini. ••• Cover by: Canva Lamong, 19 Februari 2022
VIEW MORE

Chapter 1 - PROLOG

"Hai, semuanya. Saya Galaxy dari Andromeda."

Teriakan menggema dari semua orang yang datang di acara fanmeeting hari ini. Telingaku sampai hampir tuli dibuatnya. Padahal aku hanya memperkenalkan diri, melakukan kebiasaan formal sebagai seorang idol. Walau aku tahu mereka semua sudah mengenalku, namun tetap saja hal tersebut tak bisa luput dari pembukaan setiap acara yang kami datangi.

"Kak Galaxy!"

"My Baby, Galaxy!"

Aku tersenyum manis pada gadis-gadis lugu yang tengah meneriakiku. Sakit rasanya harus memaksa rahang ini untuk terus-terusan tersenyum pada semua orang. Bertahun-tahun melatihnya, ternyata tetap saja melelahkan melakukan semua hal ini.

"Halo," sapa satu orang yang tengah duduk di sampingku. "Aku Vega dari Andromeda," lanjutnya dengan penuh semangat dan juga senyum yang sangat cerah.

Lucu sekali anak ini. Padahal baru saja kuingat tadi malam ia menangis di asrama karena melihat satu komentar buruk untuknya, tapi hari ini ia masih bisa melambai-lambai dan memasang wajah yang sangat cerah bak Mentari tersebut. Membuatku tanpa sadar mendengkus dengan seringai tipis.

"Jihuunn! I love you!"

"Kak Vegaa!!"

"My sun shine!"

"Matahari pagiku!"

Bahkan para fans ini pun mengakui kalau Vega memang seperti matahari yang selalu cerah. Ah, mereka semua hanya tak pernah melihat mendungnya anak kecil ini.

Yang publik lihat hanyalah bagaimana kami dengan segala kesempurnaan kami. Mereka seolah tak mau menerima atau bahkan menyadari kalau kami semua pun masih manusia, dan masih memiliki banyak kekurangan. Satu celah saja terlihat, maka satu dunia pun akan membicarakan dan mempermasalahkannya.

"Halo, Cintaku! Aku Orion Andromeda!" Leader yang banyak tingkah ini mulai menggombal.

"How about your star? I'm Rigel, your only star!" Anak ini mengatakannya dengan membentuk sebuah hati besar dengan tangannya. Bodoh! Bintang yang ia katakan, tapi lambang hati yang ia suguhkan.

"Bagaimana dengan bintang yang paling bersinar?" Satu lagi manusia bodoh. Ia menatap Rigel dengan memegang dadanya. "Itu aku!" Ia kembali menatap ke arah semua fans yang telah datang. "Andromeda's here! I'm your shining star, Sirius!"

Tepuk tangan dan teriakan yang sangat riuh memenuhi ruangan tertutup ini. Kami pun tersenyum manis menatap semuanya dan mulai melambaikan tangan, menyapa orang-orang yang telah rela membuang uang dan waktunya untuk bisa sampai di sini. Datang hanya untuk menemui manusia-manusia tak berjiwa ini, aku jadi kasihan pada semua. Harusnya uang yang mereka pakai untuk membeli album hingga mendapat golden ticket untuk fanmeeting ini, bisa menjadi biaya hidupku selama lebih dari satu bulan.

Ah, itu dulu. Sebelum aku berada di sini dan menemani empat bocah ingusan ini untuk menjadi manusia tampan yang orang-orang sebut dengan 'idol'. Kalau saja bukan karena bandot tua bangka itu yang mengancamku, tak akan sudi aku berada di hadapan orang-orang yang hanya mencintai parasku ini.

"Kak Jihuun!" Teriakan itu langsung mengganggu kendang telingaku.

"Ah, namaku Vega. Tolong panggil aku dengan sebutan itu saja," jawab anak di sampingku dengan wajah yang berpura-pura memelas.

Dengan ekspresi 'sok' imutnya ini, orang-orang pun semakin gencar berteriak histeris. Aku tersenyum tipis dan menggeleng pelan. Tak habis pikir dengan apa yang kini tengah kulakukan.

Aku seorang idol? Benarkah? Rasanya aku hanya seperti tambang uang saja. Diperas tenanga oleh pekerjaan, dan hasilnya pun diperas oleh bandot tua bangka itu juga. Lantas aku bisa menikmati apa? Dicintai fans-fansku? Sepertinya cinta dari mereka saja tak cukup membuatku kenyang. Aku hanya akan mendapat pujian dan kata-kata semangat dari mereka.

"Orioooooonnnn!!"

"Iyaaaaaaaaaa!!"

"Xiao Haaaaannn!!"

"Iya, saya!"

Suasana mencair dan kami mulai berkomunikasi ringan sebelum memulai acara fansign. Para staff dan juga manager tengah menyiapkan semuanya. Beberapa manager dan bodyguard mengawasi di belakang kami. Benar-benar tepat di belakang kami. Ugh, menyebalkan. Aku menoleh ke belakang, menatap Bona, bodyguard-ku yang bertubuh sangat besar seperti raksasa ini.

"Fokuslah pada para fansmu! Jangan celingukan ke belakang," ucap Bona, dengan memutar kepalaku perlahan menghadap kembali ke depan.

Aku terkekeh pelan dan mulai bersiap dengan pena dan spidol. Beginilah kehidupan, Bona. Kupikir hanya kau yang bisa mengerti keadaanku saja. Selain kau dan ibuku, semua orang palsu. Selain kau dan ibuku, semua orang memakai topeng tebal untuk menutupi wajah aslinya. Bahkan aku juga tengah memakai topeng yang sangat tebal untuk menutupi siapa diriku. Menjadi idol sama dengan menjadi pribadi baru.

Senjataku yang paling berbahaya saat ini hanyalah dua benda ini. Karena pena dan spidol ini saja bisa membuatku dicintai banyak orang. Kutorehkan tanda tangan dan bubuhan namaku saja bisa membuat senyum tercipta dari wajah manusia-manusia yang datang ini. Tak bisa kubayangkan kalau halusinasi mereka yang ingin menjadi pendamping kami terealisasikan. Mungkin mereka tak akan sanggup menjalaninya, saking indah hal tersebut. Hahaha. Fansku sungguh kasihan.

Acara pun dimulai. Mereka semua diminta untuk berbaris dengan rapi dan maju secara berurutan. Menemui kami dengan bersekatkan meja dan kain putih penutupnya. Karena aku berada di paling ujung kanan, mereka pun akan menemuiku terlebih dahulu.

Seorang gadis dengan blouse putih datang membawa paper bag dan juga buku catatan dalam pelukannya. Ia tampak sangat riang dan tersenyum manis pada kami. Langsung saja ia berdiri menghadapku dan menyodorkan buku catatannya untuk kutandatangani. Kuterima dengan senyum tipis dan menanyakan namanya.

"Daisy," jawabnya lirih, terdengar malu-malu.

"Nama yang cantik," ujarku, tanpa menoleh ke arahnya.

Aku mendengar pekikan kecil dari gadis bernama Daisy ini. Sepertinya dia tersipu dengan ucapanku. Anak lugu, kenapa kau harus mengidolakan manusia macam diriku ini? Tak memiliki pendirian yang kokoh dan hanya bergerak karena sebuah ancaman dari bandot tua bau kambing. Harusnya kau akan pergi kalau tahu hal tersebut, tapi sayang hanya aku dan Bona saja yang tahu hal itu.

Gadis berambut panjang ini tampak merogoh sesuatu dari paper bag-nya dan langsung menaruhnya di atas meja, dan mendorongnya perlahan ke hadapanku. Alisku naik dengan senyum formalitas yang masih kusuguhkan untuknya. Sebuah kacamata full frame berwarna biru dan berbahan plastik ini telah berada tepat di depan mataku.

"Untukku?" tanyaku padanya dengan menatapnya ramah.

Gadis ini mengangguk dengan sangat semangat dan memintaku untuk memakainya. Ah, kacamat ini sangat lucu. Membuatku teringat masa kecilku, masa di mana bandot tua bangka itu masih memiliki nurani seperti manusia normal biasanya. Dengan dengkusan pelan dan senyum tipis, aku memandang gadis yang memberikan ini padaku.

"Coba kau yang pakaikan padaku."

Gadis ini terkejut mendengarnya, namun langsung kembali mengambil hadiah darinya itu dan dengan gugup memasangkannya padaku.

Beginilah hidupku saat ini. Apa pun yang kulakukan, orang lain yang akan membantuku melakukannya. Memang bukan kehidupan yang buruk, tapi juga bukan kehidupan yang sebaik itu. mendapat hadiah dari fans dan mungkin akan dicegat Bona, karena hadiah yang terlihat mencurigakan. Hanya dengan sekali senyum, seorang fans akan luluh dan ingin berteriak di hadapanku. Ugh, suara mereka yang melengking membuatku semakin frustasi.

*****

Lamong, 19 Februari 2022