"Fit. Mama kamu suka nggak ya kalau dibeliin parfume ini," katanya menunjukkan parfume The Body Shop.
"Suka banget. Apalagi harganya mahal, Mama aku suka beli parfume ini," kata aku membenarkan apa yang menjadi kesukaan Mama.
"Ya sudah kita beli ini aja," kata Diandra dan dia menuju ke kasir, membayar semua barang yang dia ambil dari tempatnya tadi.
"Satu juta dua ratus dua puluh lima ribu rupiah," sebut perempuan muda di bagian kasir itu, pada Diandra.
Diandra pun menyerahkan kartu kredit miliknya.
"Fit aku main ke rumah kamu ya. Boleh kan?" katanya saat menuju perjalanan pulang.
"Kangen sama Mama kamu. Sekalian mau ngasih parfume kesukaan Mama kamu ini."
"Iya....boleh pakai banget. Ayo kalau begitu langsung on the way ke rumah aku, setelah dari mall."
Diandra diam. Kami pun beranjak pergi dari mall itu, menuju parkiran. Dengan kecepatan 70 km/ jam , mobil Diandra melaju menuju rumah aku.
Seperti biasa, sampai rumah, Diandra langsung nimbrung di dapur, bantuin Mama aku.
"Assallamuallaikum Tante. Apa kabar. Ini Diandra tadi beliin parfume the body shop, katanya kesukaan Tante banget," sebut Diandra sembari menyodorkan parfume itu ke Mama.
Melihat itu, ingin aku tendang dia rasanya Diandra. Karena sebenarnya dia adalah musuh terselubung Mama.
Mama aku nggak tahu siapa dia sebenarnya.
Kulihat, Mama dengan senang hati, menerima kado pemberian Diandra.
"Eh tapi tunggu. Siapa yang kasih tahu ya kalau Tante ulang tahun kemarin," tanya Mama aku bingung.
"Ya tahulah Tante. Kan ada Fitri, cerita sama aku," sahut Diandra meyakinkan.
Aku mengernyitkan dahiku, bingung. Mencoba mengingat-ingat apa benar aku pernah cerita ke Diandra.
"Hmm....dia pembohong. Padahal aku nggak pernah merasa bercerita sama dia. Pasti dia dikasih tahu sama Papa. Dasar perempuan licik, nan pembohong," makiku dalam hati.
Aku ke kamar, karena mau ngecas ponselku yang dari tadi low baterainya.
Sedangkan Diandra, sibuk cari muka ke Mama, dengan membantu pekerjaan Mama di dapur.
"Tante, aku jadi asisten Tante aja ya. Biar Tante nggak kewalahan ngerjain orderan kulinernya," kata Diandra sama Mama.
"Ih...Tante nggak sanggup bayar gajinya," jawab Mama serius.
Diandra terkekeh mendengar jawaban Mama. Sudah setengah jam aku biarkan Diandra di dapur sama Mama. Entah apa yang dia bicarakan sama Mama, aku nggak terlalu ambil pusing.
Aku, terus mencari cara bagaimana memergoki Diandra sama Papa aku. Kalau mereka sudah kedapatan berdua sama aku, aku akan buat perhitungan sama dia.
"Fit.....ini Diandra buatin minum es teh.....pasti dia haus," teriak Mama dari dapur.
Aku pura-pura nggak dengar.
"Fit...sini sayang. Buatin Diandra minuman. Gimana sih, dari tadi nggak dibuatin apa-apa," protes Mama mengulang meminta aku membuatkan minuman untuk Diandra.
Tak lama, Mama mendatangi aku ke kamar dan saat aku dengar gagang pintu kamar aku dibuka, aku masih pura-pura tidur.
Karena aku masih malas melayani Diandra.
Andai Mama tahu siapa Diandra, pasti Mama bakal buatin minuman yang dicampur racun tikus, biar dia mampus. Hahahahahah!
"Ya ampun, temannya datang dia malah ngorok di kamar," celetuk Mama yang aku dengar jelas kata-katanya itu.
Mama kembali menutup pintu kamar aku.
"Fit.....aku balik ya.....," kata Fitri pamit sama aku, mau balik.
"Hmmm.....iya Ma," sahutku dan mencoba membuka mataku yang sempat terlelap.
"Ma....ma....ini aku, Diandra. Kamu pasti capek ya. Lanjut tidurnya, aku balik dulu ya. Besok aku main lagi kesini," kata Diandra dan antara sadar dan tak sadar, karena bangun tidur.
"Jam berapa ini?" tanyaku.
"Sudah mau jam 19.00 wib." jawab Diandra.
Aku langsung menegakkan tubuhku. Kaget karena sudah malam.
"Ya ampun aku lama banget tidurnya ya."
"Ya sudah lanjut lagi," ulangnya lagi, dan dia pamit, beranjak pergi dari kamar aku.
Sepulang Diandra, aku langsung menemui Mama. Kukatakan sama Mama kalau parfume itu sebaiknya jangan dipakai. Mama terlihat bingung. Karena aku larang memakai parfume itu.
Meskipun Mama bingung, aku belum bisa menjelaskan alasannya.
"Hmm...Mama tahu pasti ini parfumenya mau kamu minta kan?" tebak Mama to the point.
Aku langsung menepis anggapan Mama. Bahwa tebakan dia salah.
"Kenapa sih kamu ini? Kamu baru saja kelahi sama Diandra? Tiba-tiba berubah nggak suka begitu sama dia?" tanya Mama heran.
Sekali lagi aku bilang sama Mama, nggak bagus pakai produk itu. Aku pun mengarang cerita kalau parfume itu dibeli Diandra dari uang yang dia minta paksa dari orang tuanya.
"Dia itu Ma, suka maksa minta uang sama Mama Papanya. Mau ya Mama pakai parfume itu, dari hasil minta dengan cara paksaan? Diandra itu nggak bisa menghargai orang tuanya Ma," kataku yang terpaksa menjelek-jelekkan Diandra di depan Mama.
"Hah... masa iya. Sepertinya Diandra nggak kayak begitu?" kata Mama seolah membela Diandra.
Akhirnya, aku nggak mau meneruskan perdebatan dan bilang sama Mama, semua terserah Mama.
"Terserah deh, Ma. Mau percaya sama anak orang atau mau percaya sama anak sendiri," celetukku dan aku ngamuk, langsung masuk kamar lagi.
"Nggak boleh negatif begitu, menilai orang lain," kata Mama menasehati aku.
"Belain terus, si calon pelakor itu, Ma." andai aku berani mengatakan itu ke Mama.
"Kalau Mama tahu dia pelakor, pasti Mama bakal jijik menerima kado parfume itu." gumamku lagi bicara sendiri dalam hati.
"Nih....dia chat Mama. Semoga suka ya Tante parfume dari Diandra tadi," sebut Mama menunjukkan chat Diandra ke aku.
"Sini Ma, aku balas chat Diandra, kalau Mama nggak suka parfumenya,'' kataku sewot.
Mama nggak respon saat aku katakan itu. Sekali lagi, aku bilang ke Mama. Suatu hari nanti, Mama pasti akan benci banget kalau tahu kelakuan Diandra yang sebenarnya.
"Dia suka membangkang perintah orang tuanya?" tanya Mama heran.
Aku hanya menaikkan kedua pundakku, dan berlalu dari hadapan Mama.
"Eh belum selesai ngobrolnya, main tinggal aja. Gimana anak satu ini. Nggak sopan banget sama orang tua," protesnya.
Kuhidupkan musik di kamar aku. Suaranya pelan, dan aku melanjutkan tidur lagi. Karena masih ngantuk.
"Kali ini kamu jadi ratu di depan Mama. Awas aja kamu, Diandra. Tunggu pembalasan aku akan kamu rasakan!" ancamku, masih bicara sendiri.
"Fit. Makan malam yuk, kita. Kamu seharian tidur. Gimana kalau kita keluar, tunggu Papa kamu sebentar lagi on the way ke rumah," teriak Mama.
"Nggak ah Ma. Nggak lapar. Mau lanjut tidur lagi. Lagian ini sudah jam 21.00 wib, mau keluar juga malas Ma," jawab aku dari kamar.
Jarak antara kamar dan dapur, nggak terlalu jauh. Jadi, Mama dengar apa yang aku katakan.
"Temani Mama, makan yuk." ajaknya lagi berteriak.
"Nggak mau Ma. Malas makan," tegasku. Hingga akhirnya Mama menyerah. Dia pergi sendiri.(***)