Flash back on ...
Eric memutar lagu Sezairi–it's you, dari daftar putar handphone-nya. Lagu itu adalah lagu favorit Eric dan Alexa, mereka selalu memutarnya saat sedang bersama.
Kebiasaan yang selalu Alexa dan Eric lakukan di malam hari adalah memandangi bintang-bintang di langit, keduanya suka membicarakan banyak hal. Dan kebiasaan itu sudah mereka lakukan sejak mereka masih kecil dan masih terus mereka lakukan sampai saat ini.
"Selamat ya, Kak. Akhirnya kak Eric berhasil mendapatkan beasiswa kuliah kedokteran di Jerman. Alexa yakin, kalau kak Eric bisa menjadi dokter yang hebat suatu hari nanti," ucap Alexa sembari menatap wajah Eric.
Eric tersenyum lalu pria itu menghela napas. "Sebenarnya bukan itu tujuan kak Eric menjadi seorang dokter! Ada alasan lain yang membuat kak Eric begitu mantap dan berjuang mati-matian untuk mendapatkannya."
Dahi Alexa mengernyit. "Alasan lain? Alexa boleh tahu tidak, apa alasan kak Eric yang sebenarnya? Alexa ingin mendengar alasan kak Eric."
"Ketidakberdayaan, keputusasaan, dan ketidakperdulian," ucap Eric.
Alexa terdiam, gadis itu mencoba mencerna kata-kata dari Eric dan mencoba mengartikan perkataan pria yang selalu menjadi inspirasinya itu.
"Maksud kak Eric apa? Alexa tidak mengerti," tanya Alexa bingung.
Pikiran Eric menerawang, ia mencoba mengorek kembali luka lamanya. "Kamu masih ingat cerita tentang kematian adik perempuan kak Eric, tidak?" tanya Eric.
Alexa mengangguk cepat. "Elena? Lantas ... Apa hubungan kematian Elena dengan kata-kata kak Eric tadi?" Alexa telihat semakin bingung.
Mata Eric menerawang, pria itu berusaha mengorek cerita lamanya. "Saat itu perusahaan papa baru saja bangkrut, bukan hanya perusahaan. Keluarga kak Eric juga benar-benar berantakan, kak Eric masih ingat kejadian malam itu. Waktu itu ... Elena sedang demam tinggi dan kejang-kejang dan papa berinisiatif membawa Elena ke rumah sakit, tapi .... waktu itu papa tidak punya uang sama sekali untuk membayar biaya rumah sakit."
"Kak Eric masih ingat, rumah sakit itu menolak memberi perawatan. Karena papa tidak bisa membayar uang deposit, waktu itu papa terus memohon agar diberi keringanan kepada pihak rumah sakit, tapi papa malah diusir. Kak Eric masih ingat betul, rasa ketidakberdayaan dan keputusasaan papa waktu itu. Jika saat itu ada orang yang peduli dan membela Papa. Mungkin saat ini Elena masih hidup," ceritanya lagi.
"Saat itu, hati kak Eric bergetar hebat! Dan sejak kejadian itu, kak Eric bertekad untuk menjadi seorang dokter. Agar di masa yang akan datang tidak ada seorang anak yang mempunyai nasib seperti Elena.''
Flash back off ....
Kata-kata dari Eric masih terngiang-ngiang di kepala Alexa. Apa yang keluarga Eric alami dan rasakan, Alexa tidak bisa membayangkannya. Dan ia juga tidak pernah mau untuk melihat kejadian seperti itu terjadi di depan matanya.
Namun, saat ini di hadapan matanya. Situasi sulit itu kembali terulang dengan cerita yang sangat mirip tapi berbeda orang. Alexa melihat di sekelilingnya, tidak ada satu pun orang atau bahkan dokter yang mau membantu wanita itu. Hati Alexa terasa sangat sakit dan bergetar hebat untuk pertama kalinya.
Jadi .... Seperti inikah perasaan kak Eric? Akankah cerita Elena terulang kembali hari ini? Alexa mengepalkan tangannya erat. "Tidak! Tidak akan ada lagi yang bernasib sama seperti Elena hari ini," ucapnya lirih.
Daniel menepuk bahu Alexa pelan. "Ayo, Lex ... kita harus pergi!" ajak Daniel.
Alexa menepis tangan Daniel dari bahunya. Gadis itu berjalan sambil memegangi perutnya dan menyeret tiang penyangga infusnya, gadis itu menghampiri wanita tua yang terus saja memberontak saat diseret oleh security.
Alexa mencengkeram tangan security itu dengan tangan kanannya yang masih diperban. "Lepaskan tanganmu!" perintah Alexa.
"Kamu siapa! Jangan ikut campur!" security itu menghempaskan tangan Alexa dengan kasar lalu kembali menyeret wanita itu dengan kasar.
"APA KAU SUDAH GILA!! AKU BILANG LEPASKAN WANITA ITU!" Alexa membentak security itu keras.
"Ada seorang anak yang sedang sekarat di depan mata kalian! Dan kalian lebih mementingkan uang dari pada menyelamatkan nyawa seorang anak?!" teriaknya lagi.
Semua orang langsung terdiam dan menatap ke arah Alexa.
"Sudah aku bilang, 'kan? Jangan ikut campur!" pria itu mendorong Alexa dengan kasar dan hampir saja membuat gadis itu terjatuh.
Indra tidak terima saat melihat putrinya di perlakukan kasar oleh security, lelaki itu berjalan menghampiri sang security dan langsung mencengkeram kemejanya erat-erat. Sontak, anak buah Indra juga langsung bertindak dengan mengepung area UGD dan berusaha melindungi sang bos.
"Dia adalah putriku! Kalau kau berani menyentuh putriku dengan tangan kotormu, aku bersumpah akan memotong kedua tanganmu!" Indra mengancam sang security sambil memelintir tangan pria itu.
"Aakkh! Sa–sakit! Tolong lepaskan! Ma–maafkan saya ... sa–saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya menjalankan tugas saya saja," ucap sang security takut.
Security itu, nyalinya menciut seketika setelah mendapat ancaman dari Indra.
Setelah mendengar ucapan maaf dari sang security, Indra langsung melepaskan cengkeraman tangannya. Lelaki itu mendorong tubuh security itu dengan kasar seperti yang dilakukannya kepada putrinya, Alexa. Dengan begitu hati Indra terasa sangat puas.
Alexa menghampiri wanita tua tersebut, gadis itu memeriksa dahi anak itu untuk mengetahui keadaannya. Badannya sangat panas, ia juga kesulitan bernapas dan wajahnya terlihat membiru. "Dia harus segera mendapat penanganan dari dokter! Kalau tidak, nyawanya tidak akan tertolong," ucap Alexa.
Wanita tua itu menangis histeris. "Tolong! Tolong selamatkan nyawa cucuku," pinta wanita itu memelas kepada Alexa.
Alexa menatap ke arah dokter jaga yang sedari tadi hanya diam menonton. "Apa kalian akan membiarkan anak ini mati? Cepat tolong anak ini?!" Alexa berteriak kepada sang dokter.
Tapi .... Dokter itu hanya diam ketakutan dan tidak bergerak satu senti pun. Sepersekian detik berikutnya dari arah belakang tiba-tiba muncul seorang dokter senior yang mendorong sebuah brankar. Dokter tersebut berjalan menghampiri wanita tua itu lalu ia mengambil anak itu dari gendongan wanita itu dan meletakkannya di atas brankar.
Dokter itu menatap Alexa dan menepuk pundaknya pelan. "Jangan khawatir! anak ini akan baik-baik saja, terima kasih sudah menyadarkanku akan pentingnya rasa peduli terhadap sesama," ucapnya.
"Tidak seperti para pengecut itu." Dokter senior itu menunjuk ke arah dokter menatap ke arah dokter yang sedari tadi menonton saja dan tidak melakukan apa-apa.
Rupanya sedari tadi, dokter itu menyaksikan dari kejauhan. Dokter itu bermaksud menguji para dokter muda yang ia bimbing, ia ingin tahu sampai dimanakah rasa keperdulian mereka terhadap pasien. Namun, sayangnya ia harus menelan pil pahit karena tidak ada satu pun dokter yang ia bimbing bisa seberani Alexa.
"Apa yang kalian lakukan di sana! Cepat periksa anak ini!" teriaknya.
Para Dokter itu langsung menuruti perintah dokter senior itu. "Ba–baik," ucap dokter jaga itu serentak lalu mendorong brankar itu pergi.
Tubuh Alexa bergetar, perut gadis itu terasa sangat sakit dan perih. Baju Alexa terlihat basah dan berubah menjadi merah karena darah, luka jahitan di perut Alexa yang belum mengering itu kembali terbuka dan mengalami pendarahan. Sontak, Daniel segera menggendong Alexa kembali ke kamarnya untuk mendapatkan perawatan dari dokter.
***
Beberapa saat kemudian ....
"Luka di perut Alexa kembali terbuka dan rawan terjadi infeksi. Untuk beberapa hari ini, jangan terlalu banyak bergerak dulu," ucap dokter sembari memasukkan stetoskopnya ke dalam saku jas putihnya.
"Apa kamu mengerti?" tanya sang dokter.
Alexa hanya mengangguk, ia masih memikirkan tentang keadaan anak itu. "Bagaimana keadaan anak itu? Apakah dia baik-baik saja?" tanya Alexa.
"Anak itu baik-baik saja! Jangan khawatir, justru yang harus kau khawatirkan itu adalah lukamu! Jangan sampai terbuka lagi, apa kamu mau tinggal lebih lama di rumah sakit?!" Dokter menakut-nakuti Alexa.
Alexa menggeleng cepat. "Aku akan menjadi gila kalau terus tinggal di rumah sakit," ucapnya asal.
Dokter tersenyum. "Bagus, Cepatlah sembuh supaya kamu tidak menjadi gila. Saya pamit dulu, selamat siang." Dokter berpamitan kepada Daniel dan Alexa, setelah itu ia langsung keluar dari kamar inap Alexa.
"Ini untukmu," Daniel memberi permen lolipop rasa cokelat yang dari yang ia simpan di dalam saku jas-nya itu kepada Alexa.
Dahi Alexa mengernyit. "Permen?! Kenapa memberi Alexa permen?" tanyanya bingung.
Daniel tersenyum, pria itu duduk di kursi yang berada di samping ranjang Alexa. "Itu adalah pemberian nenek yang cucunya telah kamu selamatkan tadi," jelasnya.
"Ambillah! Wanita itu tadi datang ke sini, ia mengucapkan banyak terima kasih kepadamu karena telah menolong cucunya," ceritanya lagi.
Alexa mengambil permen dari tangan Daniel, gadis itu memperhatikan permen itu dengan seksama tanpa ada niatan untuk melahap permen itu.
"Apa ada yang aneh dengan permen itu? Kenapa kamu hanya memandanginya saja?" Daniel merasa sangat penasaran.
Alexa tersenyum. "Tidak! Tidak ada yang aneh, hanya saja ini bukanlah permen biasa. Ini adalah hadiah yang sangat berharga bagi Alexa," ucapnya senang.
Alexa meletakkan tangannya di atas dadanya dan mencoba merasakan irama detak jantungnya. "Apakah hati kak Daniel pernah bergetar?" tanya Alexa kepada Daniel.
Daniel meletakkan tangannya di dadanya. "Tidak pernah," jawabnya.
Alexa memejamkan matanya sejenak, gadis itu memegangi kalung berlian berbentuk bintang yang nenek Alexa berikan kepadanya sebelum meninggal.
"Oma ... kak Eric! Akhirnya Alexa telah menemukan impian terbesar Alexa, impian yang akan Alexa perjuangkan mati-matian. Setelah sekian lama mencari, akhirnya Alexa bisa menemukannya." Alexa mengucap dalam hati.
"Oma ... tolong bantu Alexa untuk bisa mewujudkan Impian terbesar Alexa! Alexa sadar kalau jalan yang akan Alexa ambil sangatlah sulit. Tapi ... Alexa pasti bisa!"
Flash back ...
"Kenapa kamu tidak mau menjadi seorang dokter, Lex?" tanya Eric.
"Alexa benci darah! Alexa juga tidak suka sama dokter," jawabnya.
"Jangan pernah bilang benci! Siapa tahu suatu hari nanti kebencianmu akan menjadi rasa cinta, dan mungkin saja akan menjadi impian terbesarmu yang akan benar-benar kamu perjuangkan," ucap Eric kepada Alexa.
"TIDAK AKAN PERNAH!!" Alexa mendengus kesal.
...
To be continued