Chereads / Rebirth Of Queen LingWei / Chapter 1 - Bab 1: Pindah.

Rebirth Of Queen LingWei

Ragil_11
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 13k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bab 1: Pindah.

Angin dingin menderu kencang disertai bau aneh yang menerpa sesosok kecil berpakaian compang-camping. Rasa sakit bagai tercabik-cabik mulai terasa di sekujur tubuh, dan menyebabkan sosok kecil yang tengah terbaring itu mendengus gelisah, kedua alisnya mengernyit erat menandakan ketidaknyamanan, dengan susah payah dia berusaha untuk mengangkat lengan serta mulai mengibaskannya ke samping dengan perasaan kesal.

"Pergilah, kucing nakal!" pekiknya tanpa sadar.

"Grrr." Sesuatu menggeram rendah di dekat telinga si kecil. Dan dia menemukan hal itu sangat mengganggunya.

"Hah! Kalau kau terus saja menggangguku, akan kupatahkan cakar kecilmu itu!" Sikecil kembali mendengus dan mengayunkan telapak tangannya ke sembarang arah. Kedua mata masih terpejam karena dia tidak mampu untuk sekedar membukanya meski hanya sebentar. Meskipun sebenarnya ia cukup penasaran dengan si pemilik geraman tersebut.

Sesuatu yang menggeram di sebelahnya menyeringai remeh melihat gerakan canggungnya.

Tetapi, siapa yang akan menyangka bahwa ayunan tangan kecil yang terlihat sepele itu akan berhasil mengenai kepalanya. Dan ....

'Boom'

Sosok putih besar terpental jauh kebelakang tanpa terduga, bahkan menabrak beberapa pohon besar di kejauhan. Gerakan tersebut menyebabkan suara bedebum keras dan juga tanah terasa bergoyang hebat layaknya gempa bumi dahsyat disertai dengan hempasan debu yang besar.

"Eh." Si kecil agak tersentak ketika mendengar bunyi ribut itu dan berusaha keras untuk membuka matanya yang sedari tadi terasa lengket. Setelah beberapa saat mencoba dengan susah payah, akhirnya dia berhasil membukanya.

Mengerjap berulang kali guna menjernihkan pandangan dan mengamati lingkungan sekitar dengan perasaan linglung.

Ada banyak sekali pepohonan besar di sekitar dan langit serta udara nampak asing baginya.

Tangan kecilnya mengusap mata berulang kali sembari berguman rendah, "Ck, apa-apaan ini? Kenapa sekarang aku ada di hutan? Hah, bukannya tadi aku tengah menulis di dalam kamar?"

Heran.

Apa ini?

Apakah ini mimpi?

Hah!

"Grr"

Sosok putih besar mulai mendekat dengan langkah tertatih-tatih dan menggeram rendah padanya, tatapannya begitu tajam dan sarat akan haus darah serta niat membunuh yang kental. Si kecil melihatnya dengan malas tanpa rasa takut sedikitpun, dan bahkan dia memutar bola mata malas dengan memasang wajah yang seolah berkata, "Apa? Kau ingin menakuti bibi tua ini? Hah! Kau hanya makhluk hayalanku yang lemah dan jangan harap aku akan takut padamu!"

Sosok putih agak terguncang akan tatapan mendominasi tersebut.

Tatapan keduanya segera terkunci untuk beberapa waktu singkat, seolah tengah saling menilai kekuatan serta ancaman apa yang ada pada diri lawannya.

"Hey, kecil. Kemari!" titah si kecil dengan nada memerintah, setelah merasa bosan saling manatap. Padahal sesuatu yang dipanggilnya kecil tersebut sebenarnya memiliki ukuran tubuh tiga kali lipat dari dirinya sendiri.

Menggerakkan kedua lengan untuk menopang tubuhnya yang terasa remuk. Dia lalu berusaha untuk duduk dengan benar dan mulai menata ulang ingatan yang tiba-tiba menghantam tanpa peringatan menyebabkan kepala berdenyut pening.

"Sshh!" Dia meringis kesakitan dan menekan kepala dengan dua tangan yang gemetar hebat.

Melihat bahwa pihak lain tidak memiliki sesuatu yang mungkin akan mengancam nyawa kecilnya. Sosok putih itu segera menurut untuk datang, lalu duduk di hadapan si kecil dengan tatapan ingin tahu dan berpikir sejenak.

"Apa ini? Aku bahkan belum menyentuh kepalanya selama ini, dimana ada kebutuhan untuk merasa sakit di sana? Huh, dasar aneh!"

Keadaan menjadi kembali tenang dan hanya ada desisan ngilu dan deru angin yang terdengar di sekitar.

Setelah beberapa saat kemudian, si kecil mengangkat kepalanya dan menghapus peluh di dahi menggunakan lengan bajunya yang telah terkoyak dan kotor.

Lalu menyeringai aneh sembari menatap sosok putih di depannya.

"A ... kenapa kau menatapku seperti itu?" Harimau putih gemetar ketakutan ketika melihat ekspresi itu, bulu di tubuhnya bahkan berdiri dan ada niat untuk segera melarikan diri. Hanya saja, kakinya tidak bisa bergerak sedikitpun, seolah telah tumbuh akar di sana.

"Hah! Kau takut denganku?" tanya si kecil dengan suara renyah dan menyenangkan. Tetapi bagi si putih, itu adalah suara malaikat maut dari neraka yang telah bersiap mengayunkan sabit kematian untuk menuai nyawanya.

"Betapa menyeramkan! Jangan menatapku seperti itu, okay." Dalam hati si harimau menjerit.

Si kecil terkikik puas melihat ekspresi ngeri di wajah lawannya, kemudian mengangguk dan berkata, "Kemarilah! Bawa aku ke danau untuk membasuh luka dan darah yang menjijikkan ini. Cepat!"

Harimau putih mengangguk dan menyerahkan tubuh besarnya untuk dinaiki oleh anak itu. Walau bagaimanapun juga, dia yang menyeretnya kesini dan sekarang harus mengambil tanggung jawab untuk mengembaliknnya bukan?

Setelah memastikan sikecil berbaring di punggungnya dengan mantap, kakinya mulai melangkah dengan hati-hati menuju danau yang berada tidak jauh dari lokasi.

"Ah! Bocah ini benar-benar menyedihkan." Si kecil mendesah agak emosial dan menutup matanya. Berusaha menenangkan hatinya yang berfluktuasi setelah mengingat kenangan dari pemilik asli tubuh itu.

"Sudah sampai?" tanya si kecil ketika merasakan tidak ada lagi gerakan dari tunggangannya.

Dengan perlahan dia meluncur dari punggungnya, lalu berjalan lemah mendekati tepi danau.

Menatap air tenang yang memantulkan cerminan dari tubuhnya, hatinya seketika merasa terguncang dengan hebat.

Tangannya terulur untuk menyentuh wajah sisi kanan yang memiliki sesuatu dan alisnya berkerut erat.

"Apa ini? Tanda lahir warna merah yang terang menutup sisi wajah dan tampak sangat mengerikan, astaga!" Dia mengerjap beberapa kali lalu melanjutkan dengan senyum cerah, "ah, tapi ini juga sangat keren! Hahaha."

Si kecil tertawa dengan nada aneh dan terus saja mengusap wajah merah itu, kebetulan tangan itu memiliki jejak darah dari lengannya sebelumnya. Wajah yang sudah memiliki corak aneh segera berlumuran darah, menghasilkan perpaduan yang sangat mengerikan.

"Kecil, kemarilah!" panggilnya.

Si putih mengutuk di dalam hati dan mencoba untuk meraung, "Kau yang kecil! Seluruh keluargamu kecil! Aku adalah pangeran harimau yang paling diberkati oleh surga. Bagaimana bisa makhluk fana rendahan sepertimu menghinaku sedemikian rupa!"

Meskipun dia marah di dalam hati, tetapi di luar dia diam saja.

"Ck, singkirkan tampang menyebalkanmu itu. Cepat berubah menjadi manusia dan merawat lukaku!" Si kecil kembali berkata secara semena-mena dan mulai membasuh wajah serta lengannya tanpa repot berbalik.

Dari ingatan asli, dia mengerti bahwa di dunia ini memiliki banyak keajaiban serta hal-hal yang berada di luar nalar.

Sebagai seorang wanita dari era modern yang memiliki hobi menulis serta mengkritik begitu banyak novel karbitan di sosmed, dia tentu memiliki kondisi mental yang cukup bagus dan yakin bahwa ia akan dapat segera berintegrasi dengan dunia aneh ini.

Nah, hal pertama yang harus dilakukannya sekarang adalah, mengobati luka di tubuhnya dan kembali ke rumah di mana ada seseorang yang dengan cemas menunggunya.

***