"Sudah ya, Metha. Aku akan antarkan kamu pulang sekarang, ini sudah sangat larut malam," tutur Lucky pada Metha yang tengah duduk di atas ranjang usai bangun dari pingsannya.
Metha menatap Lucky sayu. "Lucky, aku tidak ingin hamil. Aku ... takut sama suamiku," lirihnya berucap.
Lucky tersenyum tipis, merupakan sebuah topeng dari senyuman miris. "Aku tahu, tapi ... mohon maafkan aku, aku juga tidak tahu jika akhirnya akan menjadi seperti ini. Setelah ini, tolong jangan benci kau dan kamu jangan pernah ada niat untuk menggugurkan anak itu," jelasnya menatap Metha lekat, menyimpan sebuah harapan yang teramat besar tentang anaknya di sana.
Lucky mengambil napasnya yang kemudian kembali berucap, "Jika saja kamu tidak menginginkan anak itu ... aku sangat real hati untuk menerima anak itu dan akan aku urus sendirian, aku hanya meminta rahimmu saja selama sembilan bulan," putus Lucky setelah dirinya menimbang-nimbang semuanya.
"Tapi dia juga anak aku," kilah Metha terkesan sarkas.
