Sudah beberapa hari ini Sera tidak bertemu dengan Yoonmin. Laki-laki itu seperti hilang di telan bumi dan tidak pernah datang mengunjungi Sera lagi. Berbeda sekali saat beberapa hari lalu. Sera menghela napas pelan saat melihat layar ponselnya tetap saja hitam. Ponselnya itu sudah hampir 10 hari ini seperti ponsel rusak. Tidak ada panggilan ataupun pesan masuk 1 pun dari orang lain.
"Aku ini sudah seperti orang buangan, sepertinya ada atau tidak ada aku sama saja," gumam Sera yang kembali mengunci layar ponsel miliknya.
Pikiran Sera lalu teringat pada Yoonmin, Sera lalu melirik ke arah kotak minuman susu kemasan untuk ibu hamil.
"Beberapa hari lalu Dia seperhatian itu, hingga mengirimiku susu ibu hamil. Tapi sekarang Dia sudah menghilang, Dia sepertinya menyesali ucapan dan perlakuannya padaku," ucap Sera pelan lalu tersenyum getir mengingat semua kejadian yang menimpanya akhir-akhir ini.
Di lain tempat, tepatnya di Rumah sakit. Yoonmin sedang mengetuk-ngetuk buku laporan visit pasien dengan pulpen yang Dia pegang. Pikirannya bukan sedang memikirkan laporan-laporan tentang perkembangan pasien yang Dia tangani. Pikirannya justru tertuju pada Sera, sudah beberapa hari ini Dia tidak bertemu dengan perempuan itu. Entah kenapa Yoonmin justru merasa gelisah bukan main saat tidak melihat Sera, walaupun hanya beberapa menit. Yoonmin rasa bertemu Sera bisa menjadi pelepas lelahnya.
Yoonmin lalu teringat perkataan Sera saat di Rumah sakit saat itu. Yoonmin lalu mengusap wajahnya pelan, Dia terlihat kusut dan sedang memikirkan sesuatu yang begitu sulit. Yoonmin lalu menutup berkas pasien itu kasar, Dia mengerang dan kemudian memukul meja dengan cukup keras.
"Apa-apaan ini semua, kenapa Tuhan seperti sedang mempermainkanku," protes Yoonmin kemudian mendengus kesal.
***
Wooni baru saja keluar dari kamar mandi perempuan, dan ada Tae Bom yang sudah menunggunya sembari memegang dua kotak susu cair. Tae Bom lalu menyodorkannya pada Wooni satu.
"Terima kasih," singkat Wooni sembari menerima kotak susu cair itu.
Keduanya lalu berjalan beriringan, Tae Bom meminum susu kotaknya sembari melihat ke arah Wooni.
"Bagaimana keadaan, Noona?" tanya Tae Bom yang juga sudah beberapa hari ini tidak bertemu dengan Sera.
Wooni mengedikkan bahunya dan menghela napas dalam.
"Kau tahu sendiri tahun terakhir Kita ini, menyita waktu sangat banyak. Akhir pekan ini Aku berencana mengunjunginya, apa Kau mau ikut?" tanya Wooni lalu melihat ke arah Tae Bom.
Kepala Tae Bom mengangguk karena sekarang Dia sedang meminum susu kotak itu dan tidak bisa mengeluarkan suaranya.
"Ok, akhir pekan nanti jemput Aku di rumah, ok!" tukas Wooni kegirangan.
"Tentu saja," singkat Tae Bom mengiyakan.
Keduanya lalu melanjutkan langkah kaki mereka menuju kelas. Sebentar lagi kelas sore akan di mulai dan waktunya mereka kembali menguras otak untuk belajar.
***
Sera baru saja pulang kerja, Dia membuka sepatu pelan dan meletakkannya ke atas rak. Dia masuk ke dalam apartemen sederhana miliknya dan langsung menuju dapur. Dia membuka kulkas dan mengambil sebotol air mineral. Tanpa menunggu lama Sera lalu membuka botol itu sembari berjalan menuju meja makan. Sera duduk di salah satu kursi meja makan, dan meneguk air mineral dingin itu hingga tersisa setengah.
Sera lalu meletakkan botol itu di atas meja. Baru saja akan berjalan menuju kamar, ponsel Sera di dalam tas berdenting tanda ada pesan masuk. Sera membukanya dengan wajah penasaran, siapa yang mengiriminya pesan hari ini. Mengingat berhari-hari ini ponsel miliknya ini membisu.
"Jangan lupa membayar sewa hari ini! Aku tahu Kau sudah menerima gaji bulan ini."
Sera menghela napas dalam membaca pesan singkat dari sang Ibu. Iya Ibu Wooni juga, tapi bukan berarti Ibu Sera.
Sera lalu membalas pesan itu dengan cepat, Sera lalu meletakkan ponselnya di atas meja setelah selesai menekan tombol kirim. Sera beranjak dari duduknya dan menuju kamar, Dia harus membersihkan dirinya supaya pikirannya kembali tenang. Dia ingat betul pesan Dokter Go, kalau Diia tidak boleh stres.
Setelah hampir setengah jam di dalam kamar mandi. Sera keluar dengan baju serba putih, Dia mengenakan baju kaos oblong putih dan trining putih juga. Rambutnya basah dan sedang Dia keringkan dengan handuk sekarang. Sera lalu berdiri di depan kaca sedikit besar yang ada dekat meja rias miliknya. Sera memandang dirinya sendiri di kaca itu. Sera lalu merapatkan kaos yang Dia kenakan, hingga terlihatlah perut Sera yang sedikit terlihat membuncit.
Bibir Sera lalu tersenyum tipis, Dia senang melihat calon bayinya sepertinya berkembang dengan baik di dalam perutnya.
"Kau baik-baik di dalam! Kita harus bertemu dan Aku akan menceritakan semuanya padamu, apa yang Aku lewati dan Aku alami saat mengandungmu," ucap Sera bermonolog.
Dia kembali tersenyum kegirangan, Sera lalu merapikan kaosnya dan berakhir mengeringkan rambutnya yang hanya sebahu itu.
***
Taeyoon baru saja masuk ke dalam apartemen miliknya. Keningnya mengkerut saat melihat sepatu hitam berhak di rak sepatu miliknya.
"Naira," lirihnya lalu meletakkan sepatu yang baru Dia lepas dan berjalan masuk.
Ternyata itu memang Naira, gadis itu sedang berbaring di sofa depan tv. Gadis itu menikmati camilannya sembari menonton drama yang sedang booming akhir-akhir ini. Taeyoon lalu duduk di samping Naira, gadis itu terkejut karena tidak mendengar bunyi pintu terbuka tapi tiba-tiba Taeyoon sudah duduk di sofa.
"Kapan Kau datang?" tanya Naira lalu mengambil posisi duduk.
"Baru saja, Kau tidak kerja?" tanya Taeyoon yang kemudian merapikan surai milik Naira.
Naira tersenyum lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Aku hari ini tidak ada pemotretan, dan lagi-lagi Ayahku mengajak untuk bertemu dengan keluarga Kim. Aku tidak mau, jadi Aku sembunyi disini saja," jawab Naira menjelaskan lalu bergelayut manja pada Taeyoon.
"Boleh kan, Aku disini dulu?" tanyanya kemudian.
"Hei! Sejak kapan Aku melarangmu? Bersantailah dulu disini, Aku akan pergi mandi," ucap Taeyoon lalu tersenyum sembari mengusap surai Naira pelan.
"Eo, Aku tunggu disini ya. Setelah itu pesankan Aku makanan, Aku belum makan apa-apa," pinta Naira.
Taeyoon menganggukkan kepalanya mengiyakan ucapan Naira, Dia lalu melepas pegangan tangan Naira dan beranjak pergi menuju kamar. Dia harus membersihkan dirinya terlebih dahulu, udara musim panas membuatnya gerah.
Di sebuah restauran lagi-lagi Yoonmin di buat muak dengan pertemuan keluarga ini. Dia yang di haruskan menunggu gadis yang bahkan sepertinya tidak mau bertemu dengannya, sama sekali tidak bisa protes apapun pada sang Ayah. Yoonmin sama sekali tidak memakan hidangan yang ada di hadapannya sekarang. Kesabarannya sudah lenyap hingga membuat perutnya yang kosong tidak merasa lapar.
"Maaf di pertemuan kali ini bahkan putriku tidak datang," ucap Tuan Park.
"Tidak apa-apa, Kami tahu kesibukannya," sahut Tuan Kim.
"Jadi apakah Kita bisa membicarakan dan menentukan tanggal tunangannya sekarang saja?" ucap Tuan Park lagi.
Yoonmin sekarang bereaksi, Dia melihat ke arah Tuan Park. Wajahnya jelas terlihat kalau merasa tidak suka. Bagaimana bisa mereka membicarakan hal seserius ini tanpa meminta pendapat Park Naira yang akan menjalaninya. Sudah jelas sekali gadis itu sama sekali tidak tertarik untuk bertunangan dengannya. Kenapa bisa mereka para orang tua memaksakan kehendak sampai seperti ini.
"Kenapa tidak menunggu Naira bertemu denganku dulu? Apakah Dia akan menerimaku seperti kalian dengan semangat merencanakan tanggal pertunangan," ucap Yoonmin dengan nada dingin.
Ibu Yoonmin bisa mendengar nada bicara putranya yang sudah sedingin kulkas. Itu menandakan putranya sedang menahan emosinya saat ini.
"Yoon," lirih Ibu Yoon sembari memegang lengan Yoonmin.
Yoonmin menoleh ke arah Ibunya lalu tersenyum kecut. Dia tahu sang Ibu pasti sedang mencoba untuk menenangkan dirinya yang emosi. Tapi kali ini Dia harus mengeluarkan semua yang ada di pikirannya, atau kalau tidak. Sang Ayah dan keluarga Park ini akan semakin menjadi-jadi.
Yoonmin menggenggam tangan sang Ibu lembut lalu kembali tersenyum, Dia kemudian beralih menatap sang Ayah dengan wajah dingin.
"Sepertinya Park Naira tidak mau bertemu denganku, lihat saja sudah dua kali Kita melakukan makan malam bersama. Tapi tidak sekalipun gadis itu datang, bahkan sekedar untuk menyapaku sebentar saja tidak bisa. Sepertinya, Dia tidak tertarik padaku, Aboeji," ucap Yoonmin dengan penuh penekanan di akhir kalimat.
Tuan Kim membulatkan matanya, Dia merasa tidak enak dengan ucapan putranya ini. Yoonmin sendiri lalu beralih memandang ke arah Tuan Park dan Istrinya.
"Maaf, Tuan Park sepertinya jangan membicarakan pertunangan ataupun pernikahan. Karena putri Anda sendiri sepertinya tidak tertarik menikah denganku," ucap Yoonmin lagi.
Yoonmin lalu berdiri dan membungkukkan badannya sedikit.
"Maaf, Aku harus pamit. Aku tidak ingin membuang waktuku untuk hal yang tidak pasti," tandas Yoonmin lagi lalu berlalu pergi.
Tuan Kim terlihat sedang menahan amarahnya, sedangkan Tuan Park dan Nyonya Park terlihat tertegun. Mereka tidak mengira kalau Yoonmin akan semarah ini.
Yoonmin sendiri berjalan cepat meninggalkan restauran jepang yang privat itu. Langkah kakinya terhenti karena ponsel di dalam sakunya bergetar beberapa kali. Dia mengambil ponselnya lalu melihat nama yang tertera di layar.
"Dokter Go," ucap Yoonmin sembari mengerutkan keningnya bingung.
Yoonmin lalu menempelkan ponsel ke telinganya.
"Ada apa, Dokter Go?" tanyanya kemudian.
"Apa? Dimana Dia sekarang? Tahan jangan sampai Dia melakukan hal itu sebelum, Aku datang," ucap Yoonmin dengan panik.
Yoonmin lalu memutus sambungan teleponnya dengan Dokter Go. Dia berlari menuju mobilnya yang terparkir di seberang jalan.
***