Chap.18
Cp18.
"Aku senang bisa mengajarimu bermain, permainan yang aku ciptakan."
Menarik pergelangan tangan Navinka, Williem menerangkan permainannya seperti guru yang mengajar murid TK.
"Jadi gini, tangan kamu aku gambar dengan Bunga Anyelir yang berwarna Putih karena kulit mu yang putih tapi bisa berubah merah karena darah mu! Bunga ini mewakili kesetiaan, dan perasaan yang murni dan penuh syukur." Ujarnya dengan menggores tangan Navinka, Williem menerangkan bagaimana caranya menggambar bunga Anyelir mengunakan jarum.
Navinka menahan sakit refleks menarik tangannya, sampai goresan jarum yang Williem gores di kulitnya menggores lebih dalam.
"Sakit Cok!!.." Jeritnya, melihat pergelangan tangan darah keluar dari sana dengan sebuah goresan seperti lukisan bunga namun ini tangannya yang menjadi kanvasnya.
Williem menatap tajam Navinka. Navinka berdiri menuju pintu untuk keluar "jangan Will, luka di perut gue belum kering, ni bibir masih ngilu dan tadi lu lukai leher gue, sekarang mau tangan juga?. Gila ya lu!." Navinka menggebu.
"Bagus dong, jadi tubuh lu penuh karya gue!." Senyum manis Williem melihat Navinka diambang kepasrahan.
"Sini gue buatin karya lagi, itu belum selesai Bunganya!." Ajaknya.
"GA!!!!" tolak Navinka keras.
"Baik.. baik aku tidak memaksa!. Tapi kamu harus jadi milikku!. Karena bunga yang sudah ku lukis ditangan mu mempunyai arti bahwa kau sudah menjadi milikku, kau harus setia kepadaku!. Dan kemana kalung yang aku berikan waktu itu?." Williem tidak melihat kalung yang pernah ia berikan di leher Navinka bahkan dari tadi saat mencekik lehernya.
"Mampus tu kalung udah gue jual di pasar lagi!."
Mengerutuki dirinya sendiri, Navinka menatap William mencari cara agar dirinya bisa memberikan jawaban yang tepat.
"Duh gimana ni!.. oh Tuhan..!." Lanjutnya dalam hati.
Melihat di segala arah di kamarnya Navinka bingung ingin menjawab apa. Apakah jika dirinya bilang kalung itu sudah ia jual Williem akan marah dengannya dan membunuhnya?.
Navinka mencari cara mengunakan otaknya untuk berkerja lebih cepat, berfikir jawaban mana yang tepat agar Williem tidak tersinggung.
"Em anu!." Ragu Navinka.
Williem menaikan satu alisnya menunggu kelanjutan Navinka.
"Sorry Will, emm tu kalung udah aku jual hehehe maaf!." Senyum Pepsodent, Navinka merasa sedikit bersalah.
"Kenapa? Kau ta suka!." Sepertinya Williem kecewa.
"Kau kecewa!."
"Jika kau tidak suka bilang aku akan membelikan yang lebih bagus, kenapa kau menjualnya?."
Dari nada Williem, Navinka menyimpulkan bahwa Williem kecewa dengannya, dirinya yang tidak bisa menjaga pemberiannya.
"Maaf aku tidak bisa menjaga pemberianmu!." Sesal Navinka menundukkan kepala, entahlah kenapa dirinya menyesal padahal saat menjual kalung itu dirinya tidak merasakan kehilangan, malah sebaliknya dirinya senang mendapat uang hasil penjualan.
Menghembuskan nafasnya Williem berucap "kau milikku! Apapun yang terjadi kau milikku Navinka!. Tidak masalah aku akan membelikan yang lebih bagus untukmu!." Mengelus Surai rambut Navinka, mendapat sentuhan di kepalanya Navinka mendongak matanya melihat Williem tersenyum manis lebih manis dari biasanya. Navinka terpana beberapa menit.
Sadar dengan dirinya, Navinka membalas perkataan Williem. "hahahaha aku milikmu,,, hahaha! yang ada gue dibunuh sama lu!!." Tawa sumbang Navinka.
"Ga bisa Will jangan seenaknya lu mengeklaim orang, gue udah di jodoh-in sama bokap gue!. Hehehe!." Satu fakta tentang Navinka, dirinya memang benar dijodohkan dengan orangtuanya yang tidak tau dengan siapa.
Perjodohan ini sudah Navinka tolak namun apa boleh buat dirinya tidak bisa melawan orangtuanya. Jadilah dirinya mau dijodohkan dengan syarat sesudah lulus kuliah, karena menjadi sarjana dengan gelar hukum (S.H) sudah menjadi mimpinya dari kecil.
"SIAPA!!? Siapa yang berani mengambil milikku!?." Dada Williem naik turun, menetralkan nafasnya, siapa yang ingin merebut miliknya? Kenapa orang tua Navinka mau menjodohkannya?. Tidak!. Navinka tidak boleh menjadi milik orang lain. Navinka harus jadi miliknya!. Seutuhnya!.
Menaikkan pundaknya Navinka berbalas, "tidak tau, dan kau jangan sembarang mengeklim! Aku bukan milikmu, aku akan menjadi milik orang lain. Aku tidak sudi mempunyai kekasih Psikopat!. Apalagi menjadi milikmu!! CAMKAN ITU!" Peringat Navinka.
Emosi Williem kembali membuncah menatap kearah Navinka.
Sudah bisa ditebak pasti Williem akan mencelakai dirinya. "Kenapa Williem tidak bisa mengontrol emosi siil!". Batin Navinka kesal.
Williem, dirinya maju melangkah mengambil pisau yang tadi dijatuhkannya, memegang, mengarahkan kembali ke leher Navinka.
Kembali was-was mengarahkan tangannya ke depan "stop!. Berhenti di tempatmu Williem."
Williem tidak menggubris perkataan Navinka,
Tubuh Navinka lemas, keringat dingin bercucuran, atmosfer disekitarnya terasa lebih dingin Williem kembali menyeramkan. Apakah perkataannya menyinggung perasaan Williem?.
Kembali mengingat, namun sepertinya tidak, dirinya tidak mau menjadi milik seorang Psikopat, dirinya hanya berbicara jujur apakah salah?. Atau Williem yang memang baperan.
Pisau tepat di leher, seperti beberapa jam yang lalu. Nafas Navinka berat. Apakah memang ajalnya sudah dekat?. Jika iya maka Navinka belum siap?.
Pisau digerakkan Williem dari bawah leher sampai keatas dagu Navinka. Navinka mendongak merasakan dingin pisau yang menempel di kulitnya.
Kaki Navinka lemas sudah tidak bisa menopang berat tubuhnya sesaat pisau kembali mengeser lebih keatas tepat diwajahnya.
Pisau kembali di geser Williem, meneliti setiap inci muka Navinka.
Navinka menahan nafas mengigit bibir bawahnya, tangannya yang kebas mencoba Navinka gerakan menyempar pisau yang berada di wajahnya.
Namun bukannya jatuh pisau itu mengenai muka halus yang ia rawat sebaik mungkin. Williem menusuknya.
Williem menyeringai, "terlalu gegabah!. Aku hanya ingin pisau kesayanganku menjamah wajahmu, ahh ternyata dia menginginkan darahmu juga!."
GILA! WILLIEM GILA!!..
Navinka mencoba melawan, mengambil vas di atas meja memukul kepala Williem.
Kepala Williem bercucuran darah, namun dirinya masih diam di tempat. Apakah Williem tidak merasakan sakit?.
Williem memang gila, disaat kepalanya mengeluarkan darah dirinya malah mengambil sebuah rokok di saku depannya yang juga terdapat korek api.
Mengambil darah mengunakan telapak tangan, Williem menodai rokok tersebut dengan daranya, memasang rokok tersebut di bibir, menyalakan rokok dengan korek api lalu menyembulkan asapnya dengan berbagai bentuk bulatan di wajah Navinka.
Navinka yang melihat itupun menghalangi asap mengibas-kibaskan tangan. Karena terdapat banyak asap rokok Navinka terbatuk-batuk.
Uhukk..uhukk.!
Sesaat Navinka batuk.
Kepalanya di pegang dan didorong selanjutnya Navinka merasakan benturan keras dan semuanya gelap.
Williem pelakunya. Williem mendorong kepala Navinka membenturkan di atas meja yang tadi terdapat vas.
"Lemah!!."
Mematikan rokok mengunakan tangan lalu membuangnya di jendela, Williem mengendong Navinka di atas kasur, seperti sebelumnya Williem akan mengobati luka di kepala dan wajah Navinka terlebih dahulu selanjutnya.
Mengecup singkat bibir mungil Navinka. Williem keluar dari jendela setelah keadaan Navinka seperti sediakala.
Diperjalanan pulang Williem mencari informasi perjodohan Navinka.
Dan ya seperti biasa.. ketemu dalam beberapa menit.
"Mari kita bermain kembali!.