Kali ini Arthur tidak lagi menggunakan kelembutan, untuk bisa memberi pemahaman pada Agatha. Dia telah menunjukkan kekuatan yang selama ini ditakuti banyak orang.
Bola mata yang semula berwarna biru laut, kini telah berubah merah. Agatha sampai menelan salivanya, dikarenakan perubahan wujud Arthur yang tIba-tiba dan mengerikan.
Sinar kebiruan telah menyelimuti tubuh Arthur. Seketika suhu udara sekitar berubah drastis. Benda-benda yang ada di dalam radius satu kilometer, berubah menjadi bongkahan es.
Agatha menggunakan segenap tenaganya untuk menahan rasa dingin tersebut. Tenaga dalamnya dia gunakan untuk menyelimuti bayi dalam kandungannya, agar tidak terpengaruh oleh suhu dingin luar biasa tersebut.
"Apa kau masih ingin melanjutkan pertarungan ini?"
Agatha melebarkan matanya. Suhu dingin yang tercipta dari kekuatan Arthur, membuat dirinya sulit bergerak. Sebisa mungkin Agatha berusaha menetralkan suhu dingin dengan kekuatannya, agar tubuhnya tetap stabil.
"Kau sudah lihat bukan? Bahwa kekuatan yang kau miliki tidak sebanding dengan suhu dingin ini. Jadi, menyerah saja atau, bayi dalam kandunganmu akan mati membeku nantinya!"
Suara gertakan Arthur, sama sekali tidak menggoyahkan hati Agatha, meski berselimut dingin. Bagi manusia biasa sudah pasti dia akan membeku. Namun, tidak untuk wanita dari garis keturunan Miracle itu.
Agatha memejamkan matanya untuk sesaat. Terlintas bayangan tangisan bayi berada dalam gendongannya. Agatha dapat merasakan, bagaimana sempurnanya dia ketika bayi itu telah lahir ke dunia.
Agatha tersenyum lebar, sebelum akhirnya senyuman itu benar-benar menghilangkan dari dirinya, untuk sesaat dia memang lemah, membiarkan suhu dingin membuatnya tidak berdaya. Namun, tidak setelah ini.
Cahaya kehijauan telah muncul, dan secara merata menyelimuti tubuhnya. Arthur tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Selama ini dia pernah mendengar kekuatan yang dimiliki Bangsa Miracle sangat besar. Namun, dirinya belum melihat secara langsung, dan hari ini dia menyaksikannya.
Bukan hanya cahaya hijau yang muncul dari tubuh Agatha, ada sinar jingga yang turut menyelimuti tubuhnya.
Gaun yang semula berwarna merah, kini telah berubah menjadi putih, dan terlihat Zirah berwarna emas seketika menutupi tubuh depan Agatha.
"Dapat dikatakan kau sangat beruntung hari ini, karena kau dapat melihat kekuatan Bangsa Miracle secara langsung, Arthur. Selama ini kami menutupi kekuatan Bangsa kami dari dunia luar. Setelah kau melihat ini, aku pastikan, dirimu tidak akan pernah melihat dunia lagi!"
Arthur pun meningkatkan kewaspadaannya. Tidak dapat dipungkiri lagi, kekuatan Bangsa Miracle memanglah hebat, seperti yang tertulis dalam Legenda.
"Bagaimana bisa dia menguasai Empat Elemen Alam, dalam waktu bersamaan? Ini mustahil. Apakah benar dia adalah Dewi Miracle, seperti yang tertulis dalam Legenda?"
Arthur sampai tersedak napasnya sendiri, "Tidak! Ini hanya mimpi. Tidak mungkin dia menguasai Empat Elemen Alam. Bagaimana cara dia melatihnya. Aku saja hanya bisa menguasai Dua Elemen Alam. Sungguh mengerikan."
Kali ini Arthur mengakui, bahwa dia belum pernah melihat kekuatan sebesar itu, yang dapat menguasai empat Elemen Alam secara bersama-sama.
Selama hidupnya, dia sudah berusaha keras untuk mempelajari Keempat Elemen Alam. Nyatanya dia hanya bisa menguasai dua dari Keempat Elemen tersebut. Sulit untuk dipercaya, ternyata kekuatan Agatha berada jauh di atas dirinya.
Arthur tidak lagi bisa menarik kata-katanya. Bagaimana juga dia sudah menyatakan perang pada istrinya sendiri, andai dia tahu lebih awal, mungkin dirinya tidak mengambil keputusan yang mengharuskan anak mereka menjadi korbannya.
Jika saja dia tahu, Agatha benar-benar menguasai Keempat Elemen Alam, maka dia tidak akan sudi melawan istrinya. Sudah dapat dipastikan dia akan kalah.
Agatha memang menyembunyikan kekuatannya dari dunia, termasuk Arthur yang selama dua ratus tahun ini berada di sisinya.
Agatha terlahir dari Bangsa Miracle. Peraturan di sana mengharuskan setiap keturunan, tidak menunjukkan kekuatannya pada Dunia. Maka dari itu jarang, bahkan mustahil bagi orang luar melihat kekuatan Bangsa Miracle. Kecuali mereka yang memiliki hubungan dengan keturunan Bangsa Miracle. Seperti Arthur sekarang ini.
"Kalau begitu mari kita bertarung. Mari buktikan, di antara kita siapa yang kekuatannya lebih besar. Kau atau aku!"
Tidak sedikitpun Arthur menurunkan kewaspadaannya, meskipun dia sudah bisa membayangkan bahwa pertarungan ini, akan dimenangkan oleh Agatha. Akan tetapi, sebagai seorang pria sejati, dia tidak mau harga dirinya dipermalukan, hanya karena lawannya lebih hebat.
"Baik. Aku terima tantanganmu. Lagi pula sudah cukup lama aku tidak bertarung dengan seseorang. Sepertinya kau akan menjadi lawan yang sebanding dengan diriku!"
Agatha mengangkat bahunya. Dirinya yang pertama kali menyerang. Langkah angin diambilnya. Dia melayang-layang dengan mengeluarkan sebuah pedang yang terbentuk dari cahaya.
Arthur mengernyitkan dahinya. Tindakan yang pertama kali dia ambil adalah mencabut pedang dari sarungnya. Lalu, melayang, guna menyeimbangkan kekuatan Agatha.
Pertarungan di udara. Keduanya sama-sama memakai pedang. Beberapa jurus ditunjukkan Agatha dan membuat Arthur berada dalam posisi bertahan.
Namun, pria itu tidak mau kala begitu saja. Kali ini dia yang berbalik menyerang, dan Agatha dapat mengimbanginya dengan mudah.
Dalam waktu sepuluh menit, keduanya bertukar ratusan jurus. Kedua pedang saling bertemu dan menimbulkan suara yang begitu keras.
Suhu sekitar pun berubah drastis. Semula benda-benda yang ada di sana membeku, tetapi sekarang semuanya mencair. Barang yang terbuat dari besi dan logam, perlahan mulai meleleh. Itu disebabkan oleh Elemen Api yang Agatha gunakan untuk menyeimbangi Elemen Es, milik Arthur.
Setelah tiga puluh menit pertarungan berlangsung, Arthur akhirnya terpental ke belakang. Tubuhnya menabrak dinding, bersamaan terdengar suara seperti tulang yang patah.
Arthur tersungkur, pedangnya terlepas dari tangannya dan menancap di lantai. Agatha menurunkan tingkat kekuatannya. Cahaya jingga yang semula menyelimuti tubuhnya kini berangsur menghilang, begitu juga dengan Zirah yang sebelumnya menutupi tubuhnya.
"Kau sudah kalah, Arthur!"
Agatha menghunuskan pedangnya di leher Arthur. Kedua mata pria itu melebar. Napasnya tertahan saat ujung mata pedang tersebut menyentuh kulitnya.
Agatha tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Terpancar jelas dari matanya, bahwa dia sangat marah. Terutama saat tahu suaminya, berniat untuk mengakhiri nyawa anak yang sedang dikandungnya.
Tatapannya dengan Arthur saling bertemu. Ada perasaan bersalah yang bergejolak dalam hati pria itu. Andai waktu dapat berputar kembali, maka dia tidak ingin memulai semua ini.
Pada akhirnya, penyesalan memang datang diakhiri, "Andai saja kau bisa lebih bersabar sedikit lagi, maka aku tidak akan berani mengangkat pedangku. Sejak awal kau yang sudah memulainya, Arthur! Kau sendiri tidak bisa melihat, bahwa kematian anak ini bukanlah jalan satu-satunya, untuk mengakhiri kekejaman Orion."
Arthur tersenyum pahit. Memang benar sejak awal dirinya terlalu takut dengan serangan yang Orion akan lakukan. Sampai dia gelap mata dan ingin membunuh buah hatinya sendiri. Hal yang membuatnya terlihat bodoh di mata Agatha. Seseorang yang nyatanya menyimpan kekuatan sangat luar biasa.
"Jika pun nanti, Immortality jatuh di tangan Orion, tidak semudah itu untuk menguasai kekuatannya. Hanya hati yang tulus dan jiwa yang kuat saj, yang bisa menguasai seutuhnya kekuatan tersebut. Jadi, untuk apa kau takut dengan serangan itu? Kekuatan Orion bukan apa-apa dibandingkan dengan kekuatan yang kau kuasai, Arthur."
Arthur pun tertunduk malu. Perkataan Agatha telah membuka pikirannya yang sempat tertutup awan gelap tersebut.
"Diriku benar-benar kecewa padamu. Tidak aku sangka, kau berpikir untuk menghabisi nyawa anakmu sendiri, hanya untuk menghilangkan ketakutanmu. Ayah seperti apa kau, Arthur? Biarpun pada akhirnya Orion dan pasukannya menyerang, maka Rakyat Aqua tidak akan semudah itu takluk. Mereka pasti akan berjuang demi mempertahankan tanah kelahiran mereka."
Agatha mengelah napas panjang, sebelum akhirnya dia melanjutkan kembali perkataannya, "Hari ini aku melihat langsung. Arthur, Raja dari Bangsa Aqua nyatanya hanya seorang pecundang. Ayah yang egois, suami yang payah, dan Raja yang lemah. Aku tidak bisa membayangkan betapa kecewanya Rakyat Aqua ketika tahu, Raja mereka dengan tega membunuh anak yang selama ini dinantinya, hanya takut akan mendapatkan kekalahan."
Arthur mengangkat wajahnya. Pandangannya dan Agatha saling bertemu. "Aku kecewa dengan dirimu. Kita akhiri saja semuanya di sini."
__________