Atika menahan napas sesaat. Sedari tadi sudah mengganggu sosok pria yang dikaburkan wajahnya sedang mendekati wanita bernama Yeni. Wanita itu mennggodanya berbagai cara. Mulai dari menurunkan kancing kemejanya satu per satu sampai menggigit bawah bibirnya sensual. Bagi Atika ini trik murahan.
"Wah, kamu tahu maksud kedatangan aku kemari," kata pria itu mulai memberikan kecupan manis di dahi lalu beralih turun ke bibir ranum tesebut. Lalu memperdalamkan ciumannya seperti orang kerasukan. Tubuh Atik gemetaran. Kenapa harus melihat hal ini?
Kadang-kadang Atika perlu diagnosa pikiran meski Zayn akan menolaknya. Setelah menutupi kedua matanya dengan tangan, Atika tidak bisa bergerak sama sekali. Setiap desahan itu terdengar jelas di tempat TKP. Jika itu benar, Atika benar-benar malu menghadapinya.
"Argh! Kamu sudah janji untuk mengeluarkannya di luar. Kenapa harus di dalam?" tanya Yeni kecewa atas keputusan pria muda itu menahan gejolak hawa nafsunya. Biasanya para pria akan menepatinya selama Yeni berbuat baik.
Segera saja Atika membelakangi mereka berdua. Walaupun pendengaran Atika tajam, indera lainnya menangkap ruangan itu perlahan-lahan meredup cahayanya. Udara dingin masuk lewat jendela yang terbuka. Bukannya suara itu kedap suara?
Apakah harus menunjukkan suara wanita itu kepada dunia? Padahal hubungan mereka berdua tidak terikat. "Maaf, kamu tahu aku sedang kalut hari ini. Bolehkah aku melanggarnya malam ini?" pinta pria itu memberikan perlakuan kasih sayangnya. Meraih wajah Yeni seakan-akan benda rapuh dan pecah di depan mata.
Atika menahan emosinya. Kadang-kadang ruang dimensi TKP ini belum tentu benar. Kebanyakan ikut menonton video yang ditonton Zayn menjadikan Atika tidak stabil. Ketukam pintu dan suara bel diabaikan. Atika terkekeh pelan. Tidak ada diantara mereka akan membukakannya dan lebih sibuk mrngurusi satu sama lain.
Password apartemen terbuka. Teriakan tidak terima dari Yeni dan pria itu mengundang kemarahan seseorang. Brak! Atika kaget. Barusan suara itu tidak sinkron oleh kegiatan panas mereka sebelumya.
Mau tidak mau Atika harus melihat kejadian tersebut walaupun kedua pipinya sudah merah seperti kepiting rebus. Penglihatan Atika tidak bisa bermain-main. Terlihat pasangan itu mulai melakukan kekerasan dan adu kekuatan. Yeni menangis ketika pasangannya sedang diganggu oleh pria lain.
"Kamu itu siapa? Jangan anggap masalah ini belum selesai! Dia milik aku," ucap pria muda membetulkan pakaiannya terburu-buru. Tawa menggelegar. Diremehkan oleh orang lain bukanlah kesukaannya.
Deg! Pria bertopeng kelinci itu masuk ke apartemen 205 dengan peralatannya. Atika terdiam membeku. Kekuatan dua pria di depan mata berlangsung cepat dikarenakan senjata yang digunakan cukup membantu.
Pria satunya lagi tidak berdaya setelah menerima pukulan beruntun di bagian kepala. "Aku tahu ini jadwal kita berdua tapi aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi." Perkataan Yeni memohon ampun kepada pria bertopeng kelinci tidak penah digubris.
Meski berlutut, mengeluarkan air mata dan kalimat penenang, pria itu menarik rambut Yeni ke arah kaca sambil mengatakan kalimat pertama kali Atika saksikan. Perasan kesal yang dialami pria bertopeng tidaklah sampai di situ saja, lilitan kabel lampu di leher
Yeni menjadi awal mulanya Atika sebagai saksi satu-satunya di apartemen 205. Atika menahan ludah paksa. Alur ceritanya semakin jelas. Mulai kedatangan pria bertopeng kelinci masuk tanpa izin sampai pembersihan TKP. Sama persis tapi ada keganjalan yang ada.
Atika melihat potongan tubuh itu dimasukkan ke dalam koper. Semuanya dilakukan sangat hati-hati. Terbandig terbalik dengan Atika melirik di ujung ruangan terdapat kepala Yeni membuka mulutnya.
Kemudian pria bertopeng kelinci itu mengambil barang-barangnya dan menaruh koper besar lainnya berisi pria tadi cukup menguras tenaga lalu membawa pergi salah satu koper tersebut. "Aku mau kalian berdua dihukum sebaik-baiknya dan menjadi mainan aku di rumah." Koper Yeni ditinggalkan di apartemen 205 begitu saja.
CCTV diretas olehnya. Atika tidak bisa berbuat apa-apa. Polisi menemukan jasad Yeni beberapa jam kemudian atas laporan anonim. Tidak bisa dilacak. Si penelpon menggunakan telpon umum. Atika menundukkan wajahnya setiap kepala Yeni meronta-ronta dengan kalimat yang sama.
Sekilas hanya sebentar kejadian ulang tadi. Bagi Atika, peristiwa itu pastinya akan berputar-putar lama dan tidak akan menghilang sama sekali. "Aku bodoh. Terlalu percaya diri menerima pikiran gila ini."
Zayn menepuk pipi Atika. "Apa? Aku lagi tidak mood hari ini," kata Atika meringis kesakitan. Berkat Zayn, Atika balik lagi ke dunia nyata. Zayn memutar matanya tidak suka atas tanggapan sahabat kecilnya itu. "Kamu melamun atau kamu sengaja membuat aku panik?"
Atika mengangkat bahu. Lebih baik tidak menjelaskannya. Sebelumya saja kesaksian Atika diragukan oleh Zayn. Bibir Atika manyun lalu berkata, "Jangan anggap ini khayalan lagi. Aku benar-benar saksi satu-satunya atas kasus ini. Zayn,, apakah kamu mau temani aku ke kantor polisi sekarang?"
Zayn mengangguk kecil. Kebiasaan sikap protektifnya selalu ada. Atika menarik pergelangan Zayn, melewati koper yang berisi potongan tubuh milik Yeni dan kerumunan orang lain. Bisikan-bisikan itu tidak akan pernah berhenti sama sekali selama masih berlangsung.
Perhatian Atika tertuju kepada orang lalu lalang. Entah ini menjadi kebiasaan atau dibuat-buat, setiap orang yang melewatinya akan mendapatkan petunjuk masin-masing. Setidaknya menimbulkan kecuigaan dengan kata-kata yang bermunculan di depan mata dan isi pikiran.
Atika tidak mau Zayn mengada-ada atas apa yang dilihatnya. Lebih baik menjelaskannya di kantor polisi. Tarikan pergelangan tangan Atika penuh perhatian oleh Zayn. Apalagi masuk ke lift, pria itu selalu melindungi dari bahaya apapun, selain menjadi tugasnya, Zayn selalu tidak mau Atika terjadi apa-apa.
"Apakah kamu tidak bosan kepada aku?" Atika ingin Zayn jujur. Jika kehidupaj manusia itu sekali maka Atika tidak mau merepotkan orang lain dalam segi bentuk apapun. Walaupun itu balas budi tetap saja perasaan tidak enak selalu menghantuinya termasuk kepala Yeni mengikutinya.
"Hanya kamu yang bisa menyelamatkan aku," kata Yeni di depan mata Atika. Kepala itu menggantung di langit lift, cairan merah turun di dinding dan menakuti dengan kalimat lain. Atika menundukkan wajahnya. Sejak kapan Atika bisa melihat alam lain?
Pikiran Atika saja dianggap hal aneh setelah diperiksa. Tidak ditemukan gejala makanya Atika sudah muak memeriksanya secara rutin. "Ada apa ya? Aku tidak pernah bosan kepada sahabat aku. Banyak yang bilang aku dan kamu sudah ditakdirkan bersama."
Kalimat Zayn memang benar-benar penenang sesaat bagi Atika. Setelah mendengarkan hal menakutkan lalu diganti dengan kehadirn Zayn, Atika bisa menopang dirinya sendiri. Bangkit dan melihat apa saja yang tidak diketahuinya. "Thank Zayn. Aku sudah mendingan."
Zayn mengelus pucuk kepala Atika. Selalu ada waktu luang melemparkan kasih sayang sahabat itu. Senyuman hangat Zayn. Atika tidak pernah melupakannya. Kepala Yeni mendadak hilang. Lalu muncul kehadiran tulisan "kamu atasi ini dengan baik."
Bersambung