"Siapa tu? " tanya Samudera seraya bersedekap. Nanggala dan Yudhistira saling menatap lalu tersenyum.
"Pembantu baru, Bang, " jawab Nanggala dan Yudhistira serempak seraya tersenyum. Samudera mengalihkan tatapannya pada Violet. Violet terdiam di tempatnya dan menundukkan kepalanya. Sesekali gadis itu melirik ke arah Samudera yang nampak gagah dengan balutan seragam lorengnya. Pria gagah itu mengangguk tegas.
"Berarti nggak masalah kalau gue titip si Kembar. Gue ada rapat sama Bapak Ksad setelah itu lanjut pergi ke Batujajar nengokin yang lagi pada latihan di sana. Gue titip ChaKi ya, ntar dijemput sama mamaknya sorean, " ucap Samudera seraya meletakkan dua buah tas ransel milik Chandra dan Kirana diatas kursi tamu.
"Anak ganteng, anak cantik, jangan nakal yah. Sama om kembar dulu. Tuh ada tante cantik juga disini. Papa berangkat kerja dulu, nanti dijemput Mama." ucap Samudera seraya bersimpuh dihadapan dua anak kembarnya.
"Kerumah uti sama kakung kapan, Pah? Kirana udah kangen, "
"Iya, Chan juga udah kangen. "
Samudera tersenyum.
"Besok ya, kalau Papa sama Mama dapat libur barengan waktu weekend. Kan uti sama Kakung jauh tinggalnya di Jogja. Udah ya, Papa tinggal dulu. " Ucap Samudera seraya memberikan kecupan lembut di puncak kepala anak kembarnya.
"Vio, saya titip ya anak anak. Semua kebutuhan mereka ada di tas ini. Yang gambar ironman punya Chandra, yang gambar Frozen punya Kirana. Makasih ya, " Ucap Samudera. Violet tersenyum lalu mengangguk. Nanggala dan Yudhistira saling menatap satu dengan yang lainnya seraya mengekori Samudera menuju mobil Pajero putih miliknya.
"Abang nggak marah? " tanya Yudhistira heran. Karena dalam bayangannya, Samudera akan marah jika Nanggala dan Yudhistira memiliki pembantu perempuan. Ditambah lagi, perempuan itu secantik Violet. Samudera selalu bilang nggak akan aman. Entah apa maksudnya.
Samudera menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap tajam ke arah dua adik kembarnya itu.
"Gue keburu. Marahnya ditunda."
"Yah, Bang, marah sekarang aja lah, " pinta Nanggala. Samudera mendengus tertawa seraya menoyor kedua kepala adik kembarnya bergantian.
"Dia pacar lo kan? Ngaku aja lah. Kasihan banget pacar lo bilang pembokat. " ucap Samudera.
"Lha kok jadi pacar sih? Bukan, Bang. Sumpah. "
"Pacar juga nggak apa apa. Udah saatnya lo seriusin cewek, Gal. Cowok sejati itu tidak memacari tapi menikahi. Yud, lo juga cari pacar sana! Kerjaan udah mapan kok hati nggak dimapanin sekalian, " Ucap Samudera. Yudhistira memberikan cengiran kudanya seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Nggak ada yang cocok. "
"Nggak cocok. Kan hati lo cuma buat Seruni, " ledek Nanggala. Yudhistira membulatkan manik matanya menatap Nanggala lalu membekap mulut saudaranya itu seraya beberapa kali menginjak kaki Nanggala keras keras.
"Seruni? Seruni anaknya Om Elang?"
"Eh nggak kok bukan! "
"Seruni udah punya Shaka. Mau lo tikung macam Valentino Rossi nggak bakal mempan. Cinta mati sama Shaka dia. Sadar, Yud, " ucap Nanggala saat bekapan di mulutnya terbuka. Yudhistira kembali menatap Nanggala dan melayang kan tendangannya ke pantat Nanggala namun Nanggala mampu menghindar dengan cepat dan menjulurkan lidahnya mengejek sebelum akhirnya cowok itu terpeleset dan jatuh tanpa hambatan di garasi yang membuat Yudhistira dan Samudera terbahak puas ditempatnya.
"Kualat! "
"Sakit woy, malah di ketawain. "
"Kalau lihat lo kayak tadi tapi nggak ketawa dosa, Nyet! " Ucap Yudhistira di sela-sela tawanya. Sebelum akhirnya ia melambaikan tangan pada Samudera yang melaju pergi.
"Om Yud, Tante Vio pacarnya siapa? Om Yud apa Om Gala? " tanya Kirana yang tiba-tiba mendekati Yudhistira. Yudhistira mengernyitkan dahi dan berjongkok agar tingginya sama dengan Kirana.
"Pacar Om Gala. Kan pacar Om Yud, Nana, " ucap Yudhistira lembut seraya tersenyum manis.
"Ih, nggak mau lah aku pacaran sama om-om, " Ucap Kirana seraya bergidik ngeri dan kembali masuk ke dalam rumah.
"Lho dulu kan suka bilang kalau pacarnya Nana Om Yudhis, " Teriak Yudhistira. Nanggala melayangkan tangannya menyentil dahi Yudhistira.
"Lo gimana sih anak kecil diajarin pacaran, kalau Bang Sam aah Mbak Kinan tahu, habis lo. " ucap Nanggala. Yudhistira memberikan cengiran kudanya lalu menatap Violet yang sudah nampak sibuk menyiapkan sarapan.
"Guys, makan dulu yuk, " ucapnya santai.
"Tante Vio, masak apa?" tanya Chandra yang segera berlari menghampiri meja makan.
"Nasi goreng sosis buat si kembar Chandra dan Kirana, trus nasi goreng udang buat Om Kembar. Ayo dimakan, " ucap Violet. Nanggala menatap piring miliknya melihat penampilan nasi goreng yang begitu menggoda lalu kembali menatap Violet.
"Makasih. " ucapnya. Lain dengan Yudhistira yang tanpa menatap langsung menyantap nasi goreng miliknya. Ia sedikit tersedak saat ponsel miliknya berbunyi dan menampilkan foto Seruni di layarnya.
"Siapa? "
"Seruni. Bentar. "
Yudhistira berjalan keluar rumah dang mengangkat telepon itu di teras rumah.
"Halo."
"Lo dimana? Lagi sama Shaka nggak? "
"Ck!. Lo nelpon gue tapi yang ditanyain Shaka. Enggak! Kenapa? "
"Ya kan lo nugas sama dia semalam. Nggak sih, Shaka belum hubungin gue aja. Gue telpon hapenya nggak aktif. Kirain belum selesai nugasnya, " ucap Seruni.
"Shaka masih tidur kali. Semalam kan kita baru balik jam 4 an. "
"Lha tapi lo udah bangun."
"Gue belum tidur. Udah lah kalau lo nelpon gue nggak penting gini mending gue tutup. "
"Eh jangan ditutup dulu. Lo jemput gue ya. Mobil gue mogok. "
"Ogah! "
"Ih Yudhis. Jemput. "
"Gue males bawa mobil pagi-pagi."
"Jemput naik motor aja. Habis itu mampir ke Bubur ayam Cak Mat. Gue yang traktir,"
Yudhistira menghela nafas panjang.
"Oke. Tunggu bentar. "
Yudhistira menutup ponselnya dan kembali ke dalam rumah, melanjutkan sisa nasi goreng diatas piring yang masih sekali suap.
"Gue cabut, "
"Mau kemana lo?"
"Jemput Seruni. Nggak ucah banyak tanya! " ancam Yudhistira. Nanggala membulatkan manik matanya seraya menahan tawanya menatap kepergian Yudhistira.
"Om Yud sama Tante Nini pacaran ya, Om? " tanya Chandra. Nanggala menatap Chandra dan mengusap lembut puncak kepalanya.
"Bukan. Temen aja kok. "
"Sama kayak Kirana sama Akbar. Temenan aja. Akbar juga suka jagain Nana kayak Bang Chandra, " ucap Kirana. Nanggala tersenyum lalu kembali melanjutkan santapannya seraya sesekali menatap Violet.
"Makasih sarapannya. Masakan lo enak. "
***
"Lho, Yudhis, mau jemput Seruni ya? " sapa Riyanti yang kini sedang menyirami tanaman di halamannya.
"Iya, Tante. " jawab Yudhistira seraya mencium punggung tangan Riyanti.
"Wah, gagah ni pak Polisi kita, apa kabar Yudhis? " tanya Elang yang kini berdiri dan berjalan ke arah Yudhistira.
"Siap, baik, Om. Om Elang sehat? " tanya Yudhis setelah mengecup punggung tangan Elang.
"Sehat. Papa sama Mama kamu masih di Jogja? "
"Siap, ijin, masih, Om. Kan memang sekarang tinggal di Jogja, Om. Semenjak pensiun memang menetap di Jogja. Lagian Tante Sea dan Om Benny kan sekarang ada di Australia, jadi rumah Papa kosong, makanya sekarang ditempati sendiri, " ucap Yudhistira sopan.
"Lho, kok lo naik mobil? " Tanya Seruni yang keluar sudah lengkap dengan jaket dan syal di leher.
"Emang naik mobil. Kenapa?"
"Gue kira naik motor. " ucap Seruni seraya menggedik kan bahunya. Ia lalu memberi salam kepada Elang dan Riyanti sembari berpamitan.
"Lo mau bubur ayam atau soto lamongan? " tanya Seruni seraya melepaskan jaket dan syal yang menempel ditubuhnya.
"Nggak usah. Gue udah sarapan. "
Mendengar jawaban Yudhistira yang tidak biasa, Seruni menoleh cepat. "Udah sarapan? Tumben? Pasti indotel kan sarapan andalan lo," Ucap Seruni seraya memasang sabuk pengamannya.
"Nasi goreng kok."
"Ih tumben.. Siapa yang masak? "
"Violet."
"Siapa Violet? " tanya Seruni. Jelas ia bingung karena nama itu terdengar asing di telinga Seruni. Semenjak Seruni menjadi dokter residance dan bertugas di Laboratorium Forensik Mabes Polri, ia hafal betul siapa saja teman perempuan Yudhistira yang tidak terlalu banyak. Tapi jangan tanya cewek cewek yang antri buat dapetin nomor ponsel cowok itu. Uuu nggak kehitung. Seruni kadang jadi sasaran permintaan teman temannya.
"Nggak penting juga gue bilang."
"Yah, tapi gue belum sarapan."
"Ya udah kalau lo mau sarapan dulu. Soto apa buryam nih? " tanya Yudhistira.
"Nggak usah ah. Gue nggak mau makan sendirian. Ntar aja di kantin Labfor." Yudhistira membelokkan setir mobilnya saat sampai di warung bubur ayam Cak Mat.
"Kan gue ---"
"Udah turun, ntar maag lo kambuh, gue yang repot, " ucap Yudhistira acuh seraya turun dari mobil dan bergegas memesan dua mangkok bubur ayam dan dua gelas teh manis panas.
"Ya ampun dikasih kulit ayam crispy lho.. Kok lo tahu kalau gue suka dikasih ini buryam nya? " tanya Seruni saat melihat mangkok bubur ayamnya. Tanpa bawang goreng, irisan daun bawang dan dipenuhi dengan kulit ayam krispy.
"Shaka yang bilang lo suka kulit ayam. Udah buruan makan, " ucap Yudhistira seraya menyantap kembali sarapan keduanya.
"Kok lo makan lagi, Yud? " tanya Seruni heran.
"Bawel. Buruan makan. " ucap Yudhistira dengan perut penuh. Ia sedikit memaksakan bubur itu masuk ke dalam mulutnya. Perutnya sudah terlalu kenyang karena porsi nasi goreng yang dibuat Violet tadi cukup banyak dan sudah ia babat habis. Yudhistira hanya tidak ingin Seruni terlambat makan dan membuat gadis itu harus menahan sakit perutnya karena terlambat makan.
"Halo, " ucap Yudhistira saat mengangkat ponsel pintarnya. Sudah pasti itu dari salah satu atasannya. Karena sikap Yudhistira dapat berubah seratus delapan puluh derajat saat menerima telepon tersebut.
"Siapa?"
"AKP Agus. Semalam ada tiga mayat yang kabarnya adalah korban dari jual beli organ ilegal. Kayaknya lo bakalan sibuk deh hari ini, karena kabarnya organ yang ada di dalam almari pendingin itu nggak cuma ada tiga, " ucap Yudhistira santai. Tidak berpikir bahwa orang orang yang berada disekitarnya menahan mual.
"Semalam Mbak Andin juga udah nelpon gue sih tentang masalah ini."
"Oya, sama gue minta tolong, " ucap Yudhistira seraya memberikan sebuah sendok yang sengaja ia simpan di dalam plastik.
"Sendok? "
Yudhistira mengangguk tegas.
"Ada sidik jari disini. Tolong lo periksa. Nggak urgent sih tapi nitip tolong lo periksa. " ucap Yudhistira. Seruni mengangguk paham. Setelah menghabiskan makanannya, Seruni dan Yudhistira pun kembali melaju menuju kantor mereka.
***
"Orang-orang yang ditangkap semalam mengkonfirmasi jika mereka adalah anak buah dari Marvelous. Mereka mulai masuk ke Indonesia dan sepertinya berhasil menanamkan embrionya di sini. Menurut keterangan, bos mereka yang ada di Indonesia bernama Fredy. Tim cyber sedang mencari keberadaan orang bernama Fredy ini. Kabarnya dia juga pengedar narkoba jenis shabu dan pil. " Ucap Akp Agus dalam rapatnya.
"Ipda Yudhistira. "
"Siap, Ndan. "
"Kamu sama Bripda Widya selidiki pengedar yang seminggu yang lalu berhasil dibekuk melalui operasi gabungan dengan SET DJBC, semoga dari sana kita bisa memperoleh titik terang tentang orang yang bernama Fredy ini. "
"Siap! "
Setelah melakukan beberapa pengarahan, akhirnya rapat pun usai. Yudhistira merentangkan tangannya ke udara seraya menarik otot ototnya sembari menguap lebar.
"Belum istirahat ya, Mas? " tanya Widya seraya duduk di hadapan Yudhistira.
"Iya. Lo ke penjara sendiri nggak masalah kan? Gue selidiki dari sini, " ucap Yudhistira seraya menunjukkan laptop diatas meja kerjanya.
"Tapi kan itu tugas cyber, Mas. Nanti Mas kena tegur lagi gara-gara itu, " ucap Widya. Yudhistira memutar manik matanya malas. "Gue kena tegur karena ada yang bacot. Kalau lo diem sih aman. Tenang. Gue main aman. Lagian gue punya akses masuk ke system cyber-nya. Lo tinggal info ke gue nama yang lo dapet, nanti gue cek disini. " ucap Yudhistira. Widya menghemhuskan nafas panjang.
"Gue nggak rapat, kesiangan anjir, " ucap Shaka yang seketika duduk atas meja Yudhistira. Cowok itu menatap Shaka lalu menghela nafas kasar.
"Iya, lo yang nggak bisa dihubungi, gue yang repot anter pacar lo, " kesal Yudhistira. Shaka terkekeh di tepatnya seraya menepuk lengan sahabatnya itu.
"Kalau sama lo mah Seruni aman, Bro. Gue juga tenang. Capek banget gue. Ini ada apaan? Kata Bang Agus gue masuk tim lo, " ucap Shaka. Yudhistira mengangguk.
"Lo mending ke penjara sama Si Widya, cari informasi tentang gembong narkoba yang namanya Fredy. Kita nggak ada petunjuk apapun kecuali nama dia Fredy. Kabarnya dia kaki tangan Marvelous yang ada disini, " ucap Yudhistira. Shaka mengangguk paham dan menatap Widya.
"Yuk lah, ke penjara. Kita mulai cari info dari Dion. Orang ini kemarin berkas kejahatannya gue pegang. Dia pengguna, pengedar, dan mucikari juga. Dia tertangkap tangan bawa shabu seberat 0.05 gram dan pil ekstasi sebanyak 120 butir. Dia termasuk orang dengan pergaulan yang luas, karena informasi dari dia, kita bisa gagalkan pengedaran narkoba di hotel minggu lalu. "ucap Shaka menerangkan. Widya dan Yudhistira nampak menganggukan kepalanya.
" Menurut hasil temuan gue tentang komunikasi yang dijalin sama orang yang bernama Dion, dia ada beberapa kali ngomongin masalah transaksi sama nomor tidak dikenal. Gue cek ulang, nomornya udah nggak kepake lagi."
"Lo cek ip address nya, Bro? "
"Diem!"
"Gila! Kena tegur, Nying! " Yudhistira menggelengkan kepalanya beberapa kali.
"Nggak aka kalau diantara lo berdua nggak ada yang ngebacot, " ucap Yudhistira.
"Mereka tim IT. Mereka bakal curiga kalau ada id lain masuk ke sistem mereka. " Ucap Shaka. Yudhistira menatap Shaka sengit, lalu menggelengkan kepalanya dengan sorot meremehkan.
"Nggak akan tahu kalau gue satu dari mereka. Yuklah, cabut! Ribet ngomong sama lo! " ucap Yudhistira seraya beranjak dari tempat duduknya.
Seruni
Yud, lo sibuk nggak? Gue lagi di lab, tapi ada yang mau gue omongin sama lo. Tentang tiga mayat yang baru masuk dan organ yang ditemukan di almari pendingin.
•Gue ada tugas. Ntar pulang tugas gue samperin ke labfor. Btw, pacar lo lagi sama gw.
Hah bener? Kok Shaka nggak hub gw sih? 😭😭 ya udah jagain. Jan selingkuh.
•Najis! Gw masih doyan cewek.
Habis lo kalau dikenalin nolak mulu. Eh ini ada cewek, anak baru di labfor nanyain lo. Namanya Tiara. Cantik. Gue kenalin ya.
•Ok. Nanti gw ke Labfor.
"Mbak Seruni kok senyum senyum sendiri? Aaah lagi chatingan sama Mas Shaka ya? " tanya Tiara anak baru yang menangani masalah patologi forensik dama seperti Seruni. Seruni tersenyum menatap Tiara.
"Bukan. Yudhis. Cowok yang kamu bilang keren itu, " ucap Seruni. Ia kembali mengenakan pakaian dinasnya dan juga sarung tangan serta masker di wajahnya.
"Lho, Mbak Seruni kenal sama Mas Yudhis? "
"Kenal. Deket kebetulan dari kecil udah sering ketemu. Oya, Tiara, kamu udah ambil semua sidik jari dari tiga mayat yang baru masuk kemarin? " Tanya Seruni.
"Siap, sudah, Mbak."
"Oke kita periksa dulu mayat yang pertama. Dia ada luka sayat panjang di pinggang, kemungkinan mereka mengambil ginjal orang ini. Oya, untuk organ yang ada di lemari pendingin kemarin sudah di cek? "
"Sudah, Mbak. Total organ yang disimpan di almari pendingin ada delapan. Satu jantung, dua ginjal, satu hati. Dipisahkan sendiri lalu yang lain ada jantung, ginjal satu, hati dan mata ada dalam satu tempat, " jawab Tiara. Seruni mengernyitkan dahinya seraya memeriksa mayat yang kini ada di hadapannya.
"Coba deh kamu cek sampel DNA-nya," ucap Seruni.
"Selamat pagi.. " Sapa Andin, dokter Forensik yang bertugas di Laboratorium itu. Seruni dan Tiara menyahut ucapan Andin bersamaan dengan senyuman ramah.
"Kayaknya kita lembur hari ini, " ucap Andin seraya mengenakan pakaian dinasnya dan langsung meluncur ke atas meja mayat.
"Ini udah diambil sidik jarinya? " tanya Andin.
"Siap, sudah, Mbak. Saya sudah minta Tiara untuk ambil sampel untuk di cek DNA nya, karena ada beberapa potongan organ dalam manusia di dalam almari pendingin itu yang kami yakin tidak hanya milik dari tiga mayat ini, Mbak, " ucap Seruni. Andin nampak menganggukkan kepalanya. Ia kembali memegang mayat pertama dengan luka sayat panjang di bagian pinggangnya.
"Menurut kamu perkiraan awal dia bisa meninggal karena apa? " tanya Andin. Seruni kembali menatap ke arah mayat dan memegang beberapa bagian tubuh dari mayat tersebut.
"Kalau melihat bentuk dari sekujur tubuh yang pucat, perkiraan awal karena hipotermia, Mbak. Jantung tidak memompa darah dengan baik ke seluruh tubuh, suplai oksigen berkurang, paru-paru tidak mendapat cukup oksigen akhirnya kerja sistem tubuh berhenti dan meninggal dunia, " Ucap Seruni. Andin tersenyum di balik masker yang menutupi hidung dan bibirnya.
"Oke juga tebakan kamu. Tapi kita tetep harus periksa keseluruhannya. Kamu boleh deh bantuin saya kali ini untuk Autopsi. Biar sampel DNA Tiara yang urus, " ucap Andin.
"Wah, makasih, Mbak, " ucap Seruni girang.
Seruni mendongak saat mendengar suara ketukan pintu, Seruni tersenyum saat melihat Agus meminta Seruni untuk bertemu. Seruni mengangguk seraya berjalan ke luar ruangan.
"Ijin Mbak ada Akp Agus."
"Paling cuma mau ketemu sama kamu tuh, " goda Andin.
"Kalau gitu saya nggak usah temuin aja, Mbak. Bilang baru sibuk, " ucap Seruni. Mendengar itu Andin justru terbahak ditempatnya.
"Yaa jangan, temuin aja nggak apa apa. Sudah sana, " Ucap Andin. Seruni mengangguk lalu berjalan keluar menyapa Agus.
"Selamat pagi, Pak, " ucap Seruni.
"Gimana sudah ada informasi tentang mayat yang masuk hari ini? " tanya Agus. Seruni tersenyum dan menatap tempat kerjanya.
"Sementara sidik jari masih dalam pemeriksaan identitas. Karena kemungkinan kalau melihat dari ciri-ciri fisiknya, tiga mayat ini kemungkinan berasal dari ras mongoloid satu dan ras Melayu dua. Cuma kami belum bisa memastikan mereka orang Indonesia atau bukan. Dan kami juga baru mengambil sampel DNA dari masing-masing organ tersebut untuk mengetahui pemilik organ tersebut, Pak. Kemungkinan besok baru bisa keluar hasilnya, " ucap Seruni. Agus nampak mengangguk puas dan tersenyum menatap Seruni.
"Mau sarapan bareng? "
"Ya? Oh.. Maaf, Pak, saya sudah sarapan tadi. "
Agus menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu temani saya sarapan." Agus segera melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Seruni, hingga mau tidak mau gadis itu berjalan mengekor di belakang Agus setelah melepaskan atribut laboratorium nya.
"Bapak belum sarapan? "
"Kenapa selalu panggil Bapak, panggil Bang atau Mas saja, " ucap Agus santai seraya menyantap nasi soto sapi yang ia pesan di kantin kantor.
"Maaf, Mas. Kayaknya nggak sopan kalau panggil selain Bapak. "
"Umur saya juga belum tua tua banget, Seruni. Masih tiga puluh tahun." ucap Agus. Seruni tersenyum canggung sebelum akhirnya melihat Agus nampak kembali mengangkat ponsel nya.
"Baik. Kirim langsung ke Labfor." ucap Agus. Nasi baru ia makan tiga suap, namun tugas kembali harus memanggilnya.
"Saya pergi dulu, ada temuan potongan tubuh di bantaran sungai Ciliwung, " ucap Agus sersya beranjak dari tempatnya. Seruni menatap Agus dan mengangguk. Lalu ia memutuskan untuk kembali ke Laboratorium untuk melanjutkan pemeriksaannya.
"Mbak Seruni, semua sampel udah saya kirim ke laboratorium, besok hasilnya keluar. Terus barusan saya Terima telepon kalau akan ada kiriman potongan tubuh yang ditemukan di bantaran sungai Ciliwung. " Mendengar penjelasan Tiara, Seruni menganggukkan kepalanya. Seruni kembali berkutat dengan mayat bersama dengan Andin yang dengan piawai membedah mayat dihadapannya, memeriksanya dengan seksama, sebelum akhirnya kiriman potongan tubuh itu datang.
"Kok bukan Shaka yang antar? " tanya Seruni saat melihat Yudhistira yang sedang mengisi laporan.
"Shaka ada tugas lagi sama Widya." jawab Yudhistira tanpa menatap Seruni. Seruni nampak menghembuskan nafas panjang.
"Gue udah bukan prioritas lagi kayaknya," gumam Seruni pelan namun masih dapat didengar oleh Yudhistira. Yudhistira yang telah selesai dengan tulisannya pun menoleh menatap lekat Seruni.
"Cowok kalau udah punya pekerjaan jangan lo criwis tanya tanyain. Ntar kesel dia. Lo cukup kasih kepercayaan aja kalau dia nggak macam-macam, beres. "
Seruni menatap melas ke arah Yudhistira.
"Tapi buat cowok sejati kalau udah nemu cewek yang jadi prioritas dia, kesibukan itu bukan alasan buat nggak kasih kabar, " ucap Seruni seraya menepuk lengan Yudhistira. Seruni kembali masuk ke dalam ruang kerjanya dan membawa potongan tubuh berupa pergelangan tangan itu. Yudhistira menyapa Andin dengan memberikan hormatnya.
"Wah udah lama kayaknya nih, " ucap Seruni. Yudhistira mengernyitkan dahinya saat bau anyir menguar dalam ruangan tersebut.
"Berapa lama menurut kamu, Seruni? " Tanya Andin.
"Ini kemungkinan bisa tiga sampai lima hari, Mbak karena mulai ada belatung nya. Nanti kita cek sampel DNA nya sekalian, Mbak." ucap Seruni. Andin menganggukkan kepalanya.
"Kalau residennya kayak kamu kayaknya kerjaan saya jadi nggak berat berat amat," ucap Andin seraya tersenyum. Seruni memang memiliki kemampuan dapat memprediksi keadaan mayat hanya dengan menatap dan meneliti kondisi fisik awal. "Oya, Yud, gue baru masukin sampel untuk DNA organ yang ditemukan semalam."
"Berapa lama hasilnya keluar? "
Seruni mengernyitkan dahinya lalu sedikit berpikir. "Kalau organnya karena nggak ada kerusakan jaringan dan nggak terpapar bakteri, kemungkinan bisa besok keluar, tapi kalau untuk potongan tubuh ini karena sudah terpapar bakteri yaa sekitar lima sampai tujuh hari hasilnya keluar, " Ucap Seruni. Yudhistira nampak mengangguk pasti dan berjalan keluar dari ruang kerja Seruni setelah berpamitan dengan Andin.
"Yud."
Yudhistira menoleh. Wajahnya nampak lelah dan sedikit kusam.
"Lo nggak pulang aja, kayaknya lo capek banget, " ucap Seruni. Yudhistira tersenyum tipis lalu mengangguk.
"Gue nungguin lo kelar kerja. Kita pulang sama-sama. "