"Nyet, lo kemarin ketemu Violet dimana?" tanya Yudhistira dalam sambungan teleponnya. Ia kini berada di dalam kubikelnya, menghadap laptop dan ponsel pintarnya. Pikirnya, dia lebih baik menunggu Seruni didalam kantornya dan kembali menghampiri gadis itu setelah pekerjaannya selesai. Walaupun tubuhnya terasa sangat lelah dan matanya terasa sangat mengantuk tapi Yudhistira berusaha bertahan. Lebih baik menyelidiki sesuatu yang sejak tadi sudah membuatnya sangat penasaran.
"Emang kenapa?"
"Lo tinggal sebut aja lo ketemu dimana, susah banget, Anjing!"
"Ya masalahnya buat apa lo tahu, Babi?"
"Ada yang mau gue selidiki aja. Buruan lo ketemu dia dimana, Nyet!"
"Emang kenapa sih, Yud? Violet kayaknya orang baik-baik kok, nggak aneh-aneh juga." Mendengar ucapan Nanggala barusan membuat Yudhistira mendengus tertawa. "Jangan karena dia cantik, body oke, semok, dan seksi terus lo teledor, Nyet! Gue nggak mau kalau Violet itu ternyata pembunuh bayaran atau suruhan perampok yang disuruh untuk mengalihkan perhatian. Sebelum itu terjadi gue cuma mau antisipasi. Dia nggak ada identitas, ditanya keluarga siapa nggak tahu, kalau dia ternyata imigran gelap, terus ternyata buronan interpol kan repot, Nyet," ucap Yudhistira. Dari sambungan telepon itu dapat terdengar jika Nanggala menghela nafas panjang. Apa yang disampaikan Yudhistira memang banyak benarnya. Lagipula setelah menjadi anggota polisi, sepertinya tingkat sesitifitas dan kecurigaan Yudhistira meningkat berlipat-lipat.
"Gue waktu itu lagi ada di lampu merah lockstair, Violet datang dari sisi barat langsung naik ke motor gue, setelah itu ada suara tembakan yang tiba-tiba ngarah ke gue dari arah yang sama. Terus mereka ngejar pakai mobil -- jeep warna hitam. Rubicon." jawab Nanggala.
"Oke deh, lo lagi apa, Nyet? Nggak ngantor?"
"Boker, Njing!"
Yudhistira mengeryitkan dahinya, jijik sebelum akhirnya menutup kembali ponsel pintarnya dan meletakkannya diatas meja. Cowok itu kembali berkutat dengan laptopnya, mulai melakukan keahlian lamanya, meretas sistem dan juga cctv dari tempat yang dimaksudkan oleh Nanggala tadi. Yudhistira masuk ke sistem cctv Ditlantas Polda Metrojaya dan segera mencari data yang ingin ia ketahui. "Ketemu. " Yudhistira segera memotong beberapa gambar bergerak yang ada dalam cctv tersebut, yang kemudian ia gabungkan menjadi satu. Dalam lampu merah tersebut, memang nampak hanya ada satu buah motor sport milik Nanggala dan satu buah mobil jeep Rubicon berwarna hitam.
"Oke, kita lihat darimana Violet keluar." gumam Yudhistira. Ia kembali memotong beberapa potongan gambar saat melihat seorang gadis berlari dengan bertelanjang kaki, di belakang gadis itu nampak empat orang laki-laki bertubuh kekar dengan pakaian serba hitam mengejar dan berteriak ke arah Violet.
"Tunggu dulu." Yudhistira kembali memutar potongan Vidio sebelum empat orang laki-laki itu mengejar Violet. "Dia buang sesuatu disemak-semak ini," gumam Yudhistira. Cowok itu kembali berkutat dengan potongan vidionya. Mulai meretas beberapa sinyal cctv yang berada di sekitar jalan tempat Nanggala melaju saat dikejar oleh mobil jeep rubicon itu. Yudhistira berhenti dan memotong bagian nomor plat mobil saat dapat terlihat secara sempurna. Ia mencatat beberapa hal, sebelum akhirnya Yudhistira menelpon pihak Ditlantas untuk mencari data mengenai pemilik mobil jeep yang mengejar dan meletuskan tembakan ke arah Nanggala.
Yudhistira menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul enam sore, tidak terasa ia sudah duduk di tempatnya kurang lebih tiga jam lamanya. Yudhistira kembali mengambil ponselnya dan melihat belum ada pesan masuk dari Seruni. Ia kemudian berinisiatif untuk membelikan makan bagi tim Forensik, sekaligus untuk Seruni juga, berharap setelah ini dirinya dapat makan bersama dengan gadis itu lagi. Setelah memesan kwetiau goreng seafood favorit Seruni, Yudhistira membawa makanan itu menuju ke Laboratorium Forensik. Ia kembali melihat jam tagannya, berharap jika makan malamnya tidak terlalu terlambat kali ini karena driver layanan delivery agak sedikit terlambat datang.
Yudhistira berjalan membawa dua bungkusan plastik putih berisi lima bungkus kwetiau goreng seafood. Langkah Yudhistira tiba-tiba berhenti saat Seruni sudah berlari memeluk Shaka dengan senyum lebarnya. Yudhistira menatap dua bungkusan yang ada di tangan Shaka, wadah yang sama seperti yang dibawa oleh Yudhistira saat ini. Yudhistira membuang nafas kasar, sudah tentu dia kalah langkah (lagi) dan sudah tentu Seruni akan makan bersama dengan Shaka dan tim Forensik. Yudhistira menatap nanar dua tas plastik yang ada di kedua tangannya lalu tersenyum miris.
"Bang Jupri, udah makan belum? Ada makanan nih, dibagi-bagi ya sama temen-temen," ucap Yudhistira saat melihat Jupri, salah seorang pekerja kebersihan yang masih bertugas di sana. Jupri menatap Yudhistira kaget, Yudhistira memang sering memberi pada para pekerja kebersihan disana, entah itu rokok, uang makan, kopi, atau nasi bungkus.
"Ini banyak sekali, Mas Yudhis. Kami cuma berdua disini," jawab Jupri. Yudhistira tersenyum seraya menepuk lengan Jupri. "Bawa pulang untuk keluarga dirumah saja, Bang. Saya soalnya sudah makan tadi." ucap Yudhistira yang segera berjalan keluar dari gedung itu. Yudhistira kembali berjalan menuju ke mobilnya, tidak ada alasan baginya menunggu Seruni pulang, toh sudah ada Shaka yang akan mengantarkan gadis itu kembali ke rumahnya.
Yudhistira terdiam sejenak dengan kedua tangan mencengkeram erat stir mobilnya. Berulang-ulang ia menetralkan deru nafasnya, entah mengapa sudah berkali-kali melihat Seruni yang nampak bahagia bersama Shaka tetap saja membuat hati Yudhistira terasa berdesir dan sesak seolah dihantam benda berat. Dahi Yudhistira berkerut saat mendengar ponsel pintarnya berdering.
"halo?"
"Lo dimana, Yud? Udah makan belum? Ini Shaka ada di Labfor bawa banyak makanan, lo kesini dong, kita makan sama-sama,"
"Gue udah makan tadi. Lo nanti balik sama Shaka kan, Run?"
"Iya, sebenernya telepon lo juga mau bilang masalah itu hehehe.. Gue balik sama Shaka, nggak apa-apa kan?"
"Nggak apa-apa lah, Shaka kan cowok lo, lagian ini gue juga lagi diluar, ada tugas dari Mas Agus. Kalau gitu gue balik aja ya, Bye."
Yudhistira kembali menghembuskan nafas kasar, sebelum akhirnya dia melaju pergi. Yudhistira sengaja mengarahkan laju mobilnya ke area Lockstair. Violet entah kenapa benar-benar membuat rasa penasaran Yudhistira membuncah. Setelah memarkirkan mobilnya di halaman sebuah mini market, Yudhistira berjalan menuju ke arah barat dari lampu merah, seperti yang disampaikan Nanggala. Yudhistira berjalan menyusuri trotoar dan berhenti tepat di tempat dimana Violet terlihat membuang sesuatu. Cowok itu kembali melihat diantara semak-semak dan juga tanaman hias yang berjajar di samping kanan dan kiri trotoar itu. Yudhistira lalu memungut sebuat flashdisk yang tersimpan didalam sebuah kotak kecil. Dengan cepat Yudhistira mengambil barang tersebut dan kembali berjalan lurus. Ingin mencari petunjuk dari mana sebenarnya Violet berlari. Yudhistira terus berjalan menyusuri trotoar tersebut dan tanpa terasa akhirnya sampai di depan sebuah bangunan yang nampak sangat gemerlap.
Lockstair NightClub.
Yudhistira mendesah kesal karena hari belum terlalu larut sehingga jelas saja klub malam itu belum beroperasi. Cowok itu mengacak rambutnya frustasi seiring dengan perutnya yang mulai keroncongan. Lapar. Yudhistira memilih untuk mencari warung makan tak jauh dari tempat yang menjadi incarannya itu.
"Sate ayam satu, Cak," ucap Yudhistira. Penjual sate itu beberapa kali melihat ke arah Yudhistira yang nampak sangat santai di tempatnya.
"Ini, Bang," ucap penjual itu. Yudhistira menoleh dan tersenyum tipis. Yudhistira kembali menatap sekelilingnya memindai pergerakan orang-orang yang mungkin mencurigakan. Yudhistira kemudian menyantap sate ayamnya dengan cepat dan tanpa suara, sebelum ia mendengar sebuah mobil berhenti di depan warung sate itu. Yudhistira menoleh dan mendapati mobil yang sama seperti yang ia lihat pada cctv tadi. Jeep Rubicon hitam.
Yudhistira menajamkan pendengarannya saat keempat pria berpakaian serba hitam dengan tubuh kekar itu nampak berbincang tentang seseorang.
"Si pengendara motor misterius yang membawa Nona itu masih belum juga ketemu," ucap salah satu dari mereka.
"Kemungkinan sekarang Nona Vivian bersama dengan orang itu. Entah dia siapa dan apa pekerjaannya. Akan menyulitkan jika orang itu adalah aparat."
"Benar. Nona Vivian bisa saja buka suara dan itu akan membuat repot kita dan Tuan Fredy." Manik mata Yudhistira membulat saat ia kembali mendengar nama 'Fredy' disebutkan. Yudhistira berusaha setenang mungkin dan menahan diri untuk tidak menelpon Shaka atau bahkan Akp Agus. Ia masih menyimak seraya mengacungkan jarinya pada penjual sate sebagai tanda jika ia ingin menambah porsi makannya.
"Jika si pengendara motor itu ketemu, segera habisi! Dan cari Nona Vivian sampai dapat! Kamu sudah catat nomor polisinya kan?"
"Sudah, Bang. Sepertinya kita perlu hubungi Ditlantas untuk mencari tahu pemiliknya."
"Hubungi Bang Jarot saja, dia orang di Bareskrim. Katakan saja apa masalah kita biar dia bantu selesaikan."
Yudhistira masih menyantap piring keduanya. Perutnya sudah terasa sangat penuh, tapi sepertinya informasi yang tidak sengaja ia dapatkan ini sepadan dengan isi perutnya yang ingin ia muntahkan sekarang juga.
"Kita temui Bang Fredy di Lockstair!" pungkas salah seorang dari mereka setelah acara makan bersama itu selesai. Yudhistira menghela nafas panjang seraya meneguk es jeruk pesanannya. Ia masih terus mengawasi orang orang yang berjalan menuju ke klub malam yang ada diujung jalan itu. Sepertinya Yudhistira sudah memiliki titik terang tentang Fredy dan juga Violet.
***
"Udah dapat informasi dari saudara lo tentang temuan kita kemarin?" tanya Kevin saat melihat Nanggala sedang mengerjakan laporannya. Nanggala mendongak dan menggelengkan kepalanya.
"Mungkin butuh waktu, Kev. Yang gue denger, awak kapal yang berhasil tertangkap itu mengkonfirmasi kalau mereka anggota Marvelous, terus transaksi besar itu akan dilakukan atas nama Fredy. Entah Fredy siapa yang dimaksud," ucap Nanggala. Kevin mengernyitkan dahinya.
"Eh ada Bang Juli." ucap Kevin seraya berdiri saat melihat Julius berjalan ke arah mereka berdua.
"Nanggala dan Kevin, saya minta bantuan kamu ya, jaga-jaga di area Bandara SoeTa, langsung tangkap kalau kalian menemukan mereka di area kedatangan," ucap Julius seraya meletakkan dua buah foto diri dua orang laki-laki. Nanggala mengambil salah satu dari dua buah foto tersebut. Ia mengernyitkan dahinya seraya bersedekap dan menatap ke arah foto tersebut.
"Ini siapa?" tanya Nanggala.
"Roberto Guatanamo dan Vicencius Hazel. Mereka adalah buronan interpol yang terkonfirmasi melakukan perjalanan ke Indonesia. Tujuan mereka sebenarnya Bali tapi entah kenapa mereka terkonfirmasi mengganti tujuan akhirnya menjadi Jakarta." jawab Julius.
"Mereka adalah anggota Marvelous. Pihak Bareskrim meminta bantuan kita untuk ikut andil dalam meringkus dua orang ini, karena kemungkinan kita bisa mendapatkan banyak informasi tentang pimpinan Marvelous yang menurut interpol bernama Gionino Hernandez yang kini berada di Puerto Rico. Tujuan kedatangan kedua orang itu tentu saja ada keterkaitan dengan jaringan Marvelous yang terkonfirmasi sudah masuk dan mulai mengembangkan diri di Indonesia. Kalian harus berhati-hati karena kemungkinan besar mereka pandai dalam melakukan penyamaran. Jangan sampai lolos." ucap Julius yang segera disahuti siap oleh Nanggala dan Kevin. Tanpa menunggu waktu lama, akhirnya Nanggala dan Kevin berangkat menuju Bandara Sukarno Hatta. Kali ini mereka berpenampilan selayaknya anak kuliahan. Kaos oblong, celana ripped jeans, sepatu kets. Sementara Nanggala mengenakan kemeja yang sengaja tidak dikancingkan, kaos oblong warna putih, ripped jeans dan sandal gunung, tak lupa Nanggala mengenakan topi hitam.
"Orang Bareskrim siapa yang ditugasin?"
"Entah. Siapapun itu cuekin aja, konteksnya kita kan nggak kenal." ucap Nanggala seraya mengendarai mobilnya. Dalam perjalanannya beberapa kali Nanggala mendengar Kevin berdecak saat menatap ke arah ponsel pintarnya.
"Kenapa lo?" tanya Nanggala heran. Kevin menatap Nanggala seraya menunjukkan sebuah rekaman di aplikasi media sosial.
"Ini lagi viral, Gal. Seorang pemotor yang lagi boncengin ceweknya tiba-tiba ditembakin sama orang nggak dikenal," ucap Kevin. Seketika Nanggala tersedak salivanya sendiri. Ia menatap sepintas pada rekaman yang sedang viral tersebut. Ia tidak bodoh, Nanggala tahu benar jika orang yang ada dalam rekaman itu adalah dirinya dan Violet dimalam dimana dia bertemu dengan Violet untuk pertama kalinya. Nanggala terdiam ditempatnya, satu hal yang ia syukuri, Nanggala menutup rapat wajahnya. Helm fullface yang ia kenakan juga bukan helm yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sedetik kemudian, Nanggala berpikir mungkin saja dirinya dan juga Violet berada dalam bahaya saat ini.
***
Yudhistira mengumpat pelan saat melihat rekaman yang tiba-tiba mejadi viral itu. Ia tahu rekaman yang diunggah bukanlah hasil dari potongan gambar yang sempat ia lakukan tadi. Ini jelas diambil dari rekaman ponsel pintar biasa. Yudhistira mengumpat seraya terus melacak pemilik akun dari orang yang mengunggah rekaman tersebut.
"Anak bau kencur minta dihajar!" kesal Yudhistira. Karena bisa saja akibat rekaman yang tersebar ini, musuh dapat saja mencari keberadaatn Nanggala dan membuat dia celaka. Setelah berhasil meretas ip address dari pengunggah vidio, Yudhistira segera menuju lokasi dimana orang tersebut berada kini. Yudhistira memarkirkan mobilnya di depan sebuah gang kecil sebelum akhirnya berjalan menyusuri gang sebuah perkampungan.
"Lo Okta?" tanya Yudhistira saat melihat cowok cungkring sedang nongkrong bersama dengan beberapa temannya di pinggir jalan kampung tersebut.
"Iya, Bang. Ada masalah?" tanyanya dengan tatapan sayu yang mengarah ke Yudhistira. Yudhistira segera mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan akun pengunggah vidio yang mendadak menjadi viral.
"Hapus postingan lo sekarang juga!" ucap Yudhistira dengan nada suara meninggi. Orang bernama Okta tersebut kemudian mendongak congkak dengan beberapa orang yang juga menatap tajam ke arah Yudhistira.
"Kenapa emang sama postingan gue? Masalah buat lo?!" tanya Okta sengak. Melihat itu, Yudhistira kemudian tersenyum kecut.
"Denger ya, gue nggak mau cari ribut, cukup lo hapus postingan lo ini dan kelar urusannya. Tapi kalau lo mau masalah ini jadi ribet, gue sih nggak keberatan. Semua terserah sama lo," ucap Yudhistira acuh.
"Banyak bacot lo!" teriak salah seorang teman Okta yang segera melayangkan pisau lipat ke arah Yudhistira, beruntung Yudhistira dapat segera menghindar dan memukul serta menendang orang itu hingga terjengkang, terjungkal, dan telungkup diatas tanah.
"Gue udah bilang, pilihan ada di tangan lo, kalau lo mau ribet, gue juga nggak keberatan," ucap Yudhistira seraya menghindar dari sabetan pisau lipat yang dilayangkan Okta. Yudhistira segera menahan tangan Okta dan memutarnya hingga Okta berbalik badan seraya meringis sakit.
"Hapus postingan lo sekarang!" ucap Yudhistira tegas.
"oke, Bang, gue hapus, gue hapus. Lepasin dulu," pinta Okta dengan ringisannya. Yudhistira melepaskan cengkraman tangannya dari tangan Okta dan memberikan kesempatan Okta untuk menghapus postingan tersebut.
"Emang lo ada dimana waktu kejadian itu?" tanya Yudhistira.
"Di Jalan Lockstair juga, Bang. Gue sempet nabrak cewek itu, terus dia ngasih gue tas. Isinya duit banyak," ucap Okta.
"Gue nggak nanya duitnya, yang gue tanya sekarang mana tasnya?"
"Dipakai Enyak gue, Bang." jawab Okta polos. Yudhistira mendengus kesal sebelum kembali mendekatkan wajahnya tepat dihadapan Okta.
"Isinya?"
Okta tersenyum dan membuka tas ranselnya. Ia memberikan barang berupa beberapa kartu dan passpor, serta kartu tanda pengenal. Yudhistira segera membuka kartu tanda pengenal dan juga passpor dari cewek yang ia kenal bernama Violet itu.
"Dompet sama tas dipakai sama Enyak, Bang. Kalau Abang mau, gue mintain sekarang." ucap Okta takut-takut. Yudhistira menatap tajam lalu menggelengkan kepalanya. "Ini udah cukup. Makasih." ucap Yudhistira seraya menepuk pipi kiri Okta.
Vivian Abigail Hernandez.
"Siapa lo sebenarnya?"