Aron terus menebas rumput yang menghalangi jalan, beberapa kali kakinya digigit pacet. Berkali-kali juga memastikan apakah sang Putri dan Pangerannya tidak digigit ataupun disengat serangga sepertinya.
Langit semakin terbentang luas, cahaya bintang sedikit menyinari jalanan yang susah dilewati mereka.
Sudah lebih 2 jam mereka berjalan, hanya ada pohon- pohon, suara bising hewan yang bersahutan dan tepi jurang. Tak ada pemukiman ataupun deretan rumah.
"Apa wanita itu berbual?" tanya Alaska, wanita yang dimaksud adalah Olla, karna dia satu-satunya orang yang menentukan tempat lokasi.
Aron mengangkat bahu, mengulurkan tangan pada putri karna bebatuan yang licin, tapi tidak dengan Alaska.
"Kau tidak ingin membantuku?" sahut Alaska kesal. Aron tertawa, perjalanan mereka terlihat susah karna penerangan hanya dari senter Aron dan harus dipakai secara bergantian.
Sayangnya, Nicholas mewanti-wanti untuk tidak mengeluarkan kemampun masing-masing, itulah yang membuat Alaska kesal, bagaimana tidak? Alaska sudah tidak tahan untuk menghilang, terbang, memukul, atau apa saja.
Tidak hanya berjalan dan menahan napas karna bau serangga ataupun tanaman yang memiliki bunga beraroma menyengat.
Putri sedikit kegerahan, tenaganya berkurang karna melewati jalanan yang berbatu dan curam.
"Boleh kita istirahat sebentar paman Aron?" bujuk Putri.
Aron langsung mempersilahkan sang putri duduk di tanah, matanya penuh selidik, mengamati sekitar. Dia adalah pengintai sekaligus petarung terhebat di kerajaan Langit.
"Sepertinya kita aman jika mengeluarkan kekuatan kita." sela Alaska, menyandarkan punggungnya pada batang pohon, mengipasi wajahnya dengan daun lebar.
Sebenarnya, Putri juga ingin menggunakan kekuatan, telinganya geli mendengar keluh kesah tanaman-tanaman yang sejak tadi ditebas Aron karena menghalangi jalan mereka. Kebanyakan dari mereka merintih dan mengadu pada putri Jessica.
"Aku sudah mengintai sekitar kita sejak tiba di sini, dan tidak ada siapa pun! Cuma kita dan cacing-cacing yang sejak tadi berusaha masuk ke sepatuku." gerutu Alaska.
Putri juga merasakan demikian. Tapi, tidak mungkin Oma Olla berbohong bukan? Wanita yang sangat terkenal dengan kecerewetannya saja turun tangan.
"Aku akan menghubungi Nichol, siapa tahu kita dapat keringanan untuk menggunakan teknik menghilang." usul Aron.
"Nah gitu dong dari tadi." sahu Alaska senang. Putri hanya tertawa melihat kedua orang ini terus bertengkar.
Aron berkonsentrasi penuh, memejamkan mata, merapalkan mantra. Bahkan putri bisa melihat telinga Aron yang sedikit bergerak.
Aron membuka mata dan menancapkan pisau lancip ketanah.
"Sial Nichol!! dia bahkan sedang bersantai-santai di kedai warung, dan hanya berjalan lebih dari 500 meter tempat kita berpisah tadi, sisanya dia berpindah tempat dengan menghilang. Lihat saja, aku akan memukulnya nanti." gantian Aron yang bersungut, ternyata dia menahan rasa lelahnya dari tadi.
Alaska langsung meneguk air botol persediaan, bahkan dia sudah menghabiskan 2 botol.
"Aku harus kencing sekarang." tiba-tiba Alaska memegangi bagian bawah perutnya.
"Aku sudah memperingatimu untuk tidak minum banyak Pangeran, karna di sini tidak ada kamar mandi." sahut Aron.
Putri yang dari tadi bersandar, hanya tertawa mendengar keributan keduanya, mereka bahkan tidak akur sejak berangkat.
Alaska berjalan menjauh menuju semak-semak, Putri membuang muka dan mendongak ke atas langit, hanya soal hitungan hari saja, nyawa sang Ratu tergantung padanya.
Di atas tanah yang basah, putri mencoba menahan tangisnya, kecewa dengan dirinya sendiri.
Setelah Alaska menuntaskan urusannya, Aron langsung berdiri dan memimpin didepan lagi, melintasi pohon-pohon raksasa.
"Heyyy! Kita mau ke mana?" teriak Alaska.
Putri terus berjalan dan tak menghiraukan Alaska yang terus mencoleknya.
"Kita cari tanah yang datar, dan aku akan mencari tempat untuk berteleportasi." tegas Aron.
Cahaya bintang semakin terlihat jelas, Alaska sedikit lega tidak harus berteriak pada Aron untuk menyoroti jalan, tenggorokannya bahkan terasa sakit.
Aron memperlambat langkahnya, memperhatikan sekitar dengan seksama.
"Kita akan menggunakan teknik menghilang sekarang, Pangeran.. kamu awasi Putri, dan Putri jangan terlalu jauh dariku ataupun Pangeran." Aron memberitahu.
Splash! Splash!
Tubuh Aron, Putri, dan Alaska hilang dan muncul kembali di sela-sela pepohonan, Aron tetap memimpin didepan, gerakannya sangat cepat.
Putri menatap punggungnya beberapa kali, terlepas dari sifatnya yang tidak bisa diatur Aron tetap Panglima yang hebat di kerajaan langit.
Alaska ikut mempercepat teknik menghilangnya, dan sangat memperhatikan Putri yang masih belum terlalu mahir menggunakan teknik menghilang jarak jauh, sesekali Alaska menggunakan tameng pelindung bayangan saat Putri keluar dari jalur yang sudah dipilih Aron.
Aron mendarat dengan tepat, diikuti Putri dan Alaska, mereka sampai didepan gerbang besar yang terbuat dari besi, seperti pembatas antara hutan dan sebuah desa.
Hutan mulai gelap total, Alaska mengangkat tangannya yang terbungkus sarung tangan warna hitam.
"Jangan gunakan kekuatanmu dulu Alaska!" Aron berseru.
"Heyy! Aku hanya mencoba untuk menyoroti badanku apakah ada noda atau tidak." bantah Alaska.
Aron tahu, Alaska pasti akan menggunakan kemampuan sarung tangannya yang bisa mengeluarkan sinar terang.
"Ahhh, kenapa aku tidak kepikiran waktu tadi kita saling menabrak karena Aron lama menyoroti jalan saat kita di hutan?" sesal Alaska.
"Sarung tanganmu bisa sangat membantu Pangeran, tapi itu juga bisa membuat kita diserbu sesuatu yang mengerikan di hutan, misalnya beruang." timpal Aron.
Alaska menggerutu sendirian, kesal dengan Aron yang terus mengajak debat dengannya.
Aron menghilang lagi dan muncul kembali, berjarak 5 meter dari mereka.
Alaska langsung mengikuti Aron, juga putri.
Mereka masuk ke Desa Shakan, seperti yang tercetak tebal pada dinding di atas gerbang.
Setelah cukup lama berjalan, mereka bernapas lega saat melihat pedesaan yang masih alami, berbeda dengan kota yang ditinggali Putri.
Penduduk setempat memperhatikan mereka, karna tidak satupun orang di desa itu yang berpakaian modis dan berkulit putih seperti Putri dan Alaska.
***
"Kau tidak tidur, Valent?" Arsen terus mendekati Putri palsu, bahkan kini jarak mereka dekat sekali.
"Kau ini tidak punya sopan santun ya? Ini sudah malam, sebaiknya kau tidur, jangan menggangguku." teriak Putri palsu.
"Bukankah aku yang seharusnya bilang begitu? Kau sekarang berada di kamarku, kau tahu tadi aku dan Clara mencarimu, kukira kau pulang, tahu-tahu nyempil di kamarku, bilang saja kau kangen aku kan?" goda Arsen.
Alaska ingin muntah saat ini juga, pria aneh ini sangat centil, tidak cocok untuknya yang memiliki postur lumayan, bahkan sebanding dengan tubuh Alaska.
"Aku keluar." ucap Putri palsu.
"Baiklah, selamat malam, Valent." Arsen mengelus rambut Putri palsu.
Bayangan Alaska segera pergi dari hadapan Arsen, menuju kamar Clara, gadis kecil itu sudah tidur, kesempatan baginya untuk pulang, karna tidak ingin tidur bersama gadis kecil yang sangat berisik apalagi Arsen.
Plop.
Alaska sudah berganti wujud, tubuhnya terasa geli karna sentuhan Arsen.
Tubuh Alaska kembali ke Alaska Asli. Srrrrrhhhhuu...mmmmm.....
***
Alaska merasa sesuatu masuk ke tubuhnya, dia yakin itu adalah bayangan tubuh dirinya.
Dia terdiam sesaat, bergidik ngeri.
Putri yang terus berjalan tidak memperdulikan kakaknya yang terus memanggil namanya.
"Bisakah Pangeran berbicara pelan-pelan? kita sedang jadi pusat perhatian. Dan bersikaplah seperti seorang Pangeran." ucapan Aron langsung membuat Alaska bungkam, Putri tertawa kecil melihat raut wajah Alaska, padahal di kerajaan Langit tidak ada yang berani menyuruh ataupun mengaturnya.