"Siapa yang izinin kamu resign?"
Mampus, ini benar-benar mampus bagi Reva. Dari awal dia melihat Sean masuk, perasaan Reva memang sudah tidak enak. Dan benar saja, saat keduanya papasan, Sean langsung mencekal pergelangan tangannya. Dalam hati Reva tidak berhenti mengutuk Paula selaku HRD yang tadi dia temui.
Baru konsultasi, bahkan belum membuat surat, kenapa dia sudah meneruskan info itu kepada Sean? Reva meringis ketika Sean mengencangkan cekalannya. Bisa dipastikan, pasti pergelangan tangannya sudah memerah.
"Sakit, Pak," cicit Reva dengan suara pelan. Demi apapun, Reva hanya berani menatap sepatu hitam milik Sean tanpa melihat wajahnya.
Susah payah Reva menelan salivanya saat cekalan Sean semakin kencang. Nyeri, itulah yang tangannya rasakan.
"Siapa yang menyuruh kamu resign?" tanya Sean lagi.
"E-engga ada, Pak," jawab Reva dengan terbata-bata. Keputusan resign memang tanpa paksaan siapapun, itu murni refleks Reva sendiri.